"Kamu bukan lagi milikku, aku juga tak lagi berhak atas kamu. Namun, hatiku masih tetap milikmu. Tak pernah bisa hilang meski kamu menyakitiku dengan nyalang."
~|•|~
Senja,Adeera, dan Amel sedang berada di kantin. Ketiganya sangat kelaparan setelah tenaga mereka diserap habis karena ulangan Fisika dadakan.
"Eh gila gue laper banget, mana ulangannya susah banget lagi." Ucap Adeera sembari memakan mie ayamnya dengan semangat.
"Iya sih gela susah banget sampek pusing pala adeknya Jisoo." Ucap Senja dengan segala kehaluannya.
"Nggak terlalu susah kok, rumusnya juga udah dijelasin semua kan?!" Timpal Amel percaya diri.
"What?! Nggak susah Lo bilang?" Tanya Senja kaget plus heran.
"Belajar Lo Mel? Tumben." Tanya Adeera curiga.
"Iya kemaren belajar bentar ama Kak Juan." Jawab Amel santai.
Senja dan Adeera saling pandang sebentar. Pantas saja temannya yang satu ini bisa mengerjakan tanpa kesusahan, ternyata belajar dengan pacarnya yang memang terkenal pintar itu.
"BUCEN!!!" Seru Senja dan Adeera bersamaan.
"Ih kok bucin sih?!" Protes Amel karena nggak terima dikatain bucin.
"Lha terus belajar sama pacar itu apa namanya kalo nggak bucin?" Tanya Senja.
"Dih bukan bucin lah, kita cuma saling tolong menolong dan berbagi ilmu." Jawab Amel lebay.
"Serah Lo aja deh kutil badak." Pasrah Senja.
Di tengah-tengah keasyikan mereka makan sambil bergibah ria, orang yang sangat tak mau Senja lihat justru datang dengan antek-anteknya. Ya siapa lagi kalau bukan kakak kelasnya yang bernama Bumi, eh, maksudnya Langit. Mereka kemungkinan datang ke meja Senja karena Kak Juan yang ngapel sama Amel jadi Kak Langit dan pasukannya ngikutin.
"Gabung yak!" Ucap Langit mengambil duduk di samping Senja.
"Apaan sih Lo, jangan duduk di sini!" Protes Senja.
"Dih, suka-suka gue dong mau duduk dimana, siapa Lo ngatur-ngatur, emang nih kantin punya buyut Lo?!" Omel Langit panjang lebar.
Senja hanya mendengus malas mendengar omelan kakak kelasnya itu. Sekarang posisi duduknya Adeera duduk di pojok kursi, samping Adeera ada Senja, lalu Langit, Raga, dan Ganendra. Sementara di meja seberang mereka hanya ada Amel dan Juan. Senja melirik Adeera yang sejak kedatangan Langit tak berhenti tersenyum dan terus saja memandangi kakak kelas mereka itu. Dasar gila!
"Pesenin gue makan dong." Suruh Langit, menyenggol lengan Senja.
"Dih! Tangan Lo nggak buntung dan kaki Lo nggak pincang kan? Pesen sendiri ngapa, manja banget jadi cowok." Tolak Senja kesal.
"Lo lupa, Lo kan harus nurutin semua perintah gue."
Senja membulatkan matanya terkejut, jujur saja ia lupa dengan hukuman itu.
"Kalo Senja nggak mau biar aku aja Kak." Tawar Adeera.
"Nah iya tuh bener, jangan nyuruh aku, pesen makanan itu berat, aku nggak akan kuat, biar Adeera aja." Ucap Senja ala-ala Dilan.
"Ck. Ya nggak bisa dong, kan Lo yang gue hukum. Udah sana cepet pesenin gue laper!"
Senja menghembuskan nafas malas, mau tak mau ia harus menuruti perintah Langit.
"Mau pesen apa?" Tanya Senja ketus.
"Terserah Lo." Jawab Langit santai.
"Terserah gue ya? Kalo gitu gue pesenin nasi goreng pake kuah soto dengan ekstra micin, minumnya jus cabe ijo."
"Ya nggak gitu juga kali bisul gajah!"
"Oh Lo mau makan bisul gajah?"
Langit menghembuskan nafas frustasi, ternyata berbicara dengan Senja bisa sangat membuatnya darah tinggi.
"Ya udah deh, samain aja sama pesenan Lo!" Final Langit.