Langit yang Mencintai Laut

Nona Bulan
Chapter #9

LYML (8) Di antara Langit dan Laut

“Firasatku semakin tidak enak, Auren,” bisik Naeria, tatapan matanya menuntut jawaban panjang dari keheningan pemuda dihadapannya.

Sekalinya mendongak, Auren memilih menggandeng Naeria untuk keluar dari dalam gua. Kaki jenjangnya berenang dengan lihai, seakan-akan dirinya memang terlahir sebagai mahluk laut.

“Kita akan ke mana?” Naeria bertanya sambil memandangi kilauan rambut Auren yang menyisiri gelap.

“Ke mana pun, asalkan kita bisa segera pergi dari sini!” balas Auren sambil mengeratkan genggaman tangannya pada gadis berwajah kebingungan itu.

Terumbu-terumbu karang besar yang biasanya sunyi kini disesaki suara gemuruh. Teriakan, perintah, lenguhan rasa takut dan murka. Cahaya obor laut berpendar dari tangan para prajurit Thalassian, menyorot gua tempat pemuda itu berada.

“Auren, makhluk langit, demi hukum kuno dan keselamatan lautan ini, kau akan diusir … malam ini!”

Suara Jedra menggema di antara tebing karang. Di belakangnya, dua puluh prajurit berbaris dalam formasi siap sergap. Tidak ada ruang bagi perlawanan.

Naeria berdiri di depan pintu gua, menghalangi mereka. “Tidak!” suaranya serak, tapi tegas. “Kalian tidak bisa melakukan ini!”

Jedra melangkah maju. Mata tajamnya itu menyoroti gadis itu tanpa belas kasih. “Putri Naeria, ini adalah titah dari Ratu sendiri.”

Dan detik setelahnya … lautan terasa menggetar.

Siluet megah muncul dari balik lapisan air yang berkilau perak.

Sang Ratu Siren, Ibunda Naeria.

Kulitnya seputih mutiara, matanya kehijauan seperti permukaan laut dalam, dan rambutnya menjuntai panjang seperti ombak yang meliuk dalam badai.

Ia tidak berbicara saat muncul. Kehadirannya saja sudah cukup untuk membuat semua makhluk laut menunduk. Sedang Auren muncul dari balik gua. Langkahnya pelan, wajahnya dingin.

“Aku tidak akan lari,” katanya, menatap lurus pada Jedra, lalu mendarat pada sang Ratu.

Ratu sirenya akhirnya angkat bicara. Suaranya dalam, bergema, dan mengiris pelan. “Makhluk langit, kau telah membuka jalan menuju kehancuran. Cinta kalian adalah api dalam ladang kering. Dan kami, tidak akan membiarkan laut ini terbakar lagi.”

Naeria maju beberapa langkah, menutupi tubuh Auren. Membiarkan dirinya menjadi tameng untuk menghadapi sang Ratu. “Ibu…”

Suara Ratu tetap tenang. “Jangan memintaku menunda ini, Naeria.”

“Tapi aku memintanya,” kata Naeria, langkahnya tak mundur. “Tidak sebagai putri … tapi sebagai anakmu.”

Semua diam. Hening membalut ketegangan yang ada, tetapi arus laut tetap tidak bersahabat.

Naeria menatap ibunya. “Apakah Ibu mencintai Ayah?”

Mata Ratu menyipit.

Lihat selengkapnya