Kiara adalah wanita pekerja keras yang sabar dan mandiri. Sejak pernikahannya, ia selalu menempatkan keluarga di atas segalanya. Di balik sifat tegar dan perhatian pada keluarganya, Kiara kadang merasa letih, namun ia jarang mengeluh. Suaminya, Andra, seorang pria yang suka bersosialisasi, memiliki tubuh yang tinggi besar, dan meski ia tampak kuat, ia jarang menghiraukan kesehatan tubuhnya yang kini mengkhawatirkan.
Jumat itu, subuh baru saja menyingsing saat Kiara mengangkat tas kerjanya dan bergegas keluar rumah. Pekerjaannya dimulai sejak fajar, dan ia tahu hari ini akan panjang. Sepanjang perjalanan kerja, pikirannya bergulir pada rutinitas yang sama, tetapi selalu ada harapan di dadanya, seiring dengan doa yang lirih: semoga keluarganya selalu sehat.
Selepas pekerjaan panjang hingga sore, saat jarum jam mendekati pukul tiga, Kiara merasa lega membayangkan perjalanan pulang. Namun, saat roda-roda kendaraannya melaju menuju rumah, ia melihat pemandangan yang tak biasa. Jalanan penuh sesak, seakan menelan waktu dengan lamban, hingga ia memerlukan dua jam untuk akhirnya tiba di rumah. Dengan tubuh letih dan kepala berat, Kiara hanya ingin meraih tempat tidur dan beristirahat.
Malam itu, setelah mandi cepat, ia segera merebahkan tubuhnya di samping Andra, suaminya. Tidur adalah pelipur lelahnya yang paling mujarab, hingga…
Di tengah keheningan, Andra menggoyang-goyangkan bahunya pelan. "Maa, tangan kananku kayak berat deh," gumamnya lirih.
Kiara membuka mata perlahan, setengah terbangun. "Ah, kamu pasti kebanyakan begadang, Ra," balasnya dengan nada sedikit kesal, tangannya mulai mengurut pelan lengan Andra yang terasa kaku. Malam itu memang ia sudah terlalu lelah untuk memperhatikan lebih dalam, sehingga setelah mengurut beberapa kali, Kiara pun kembali terlelap, mengira rasa pegal itu hanyalah hasil dari kebiasaan begadang Andra.
Namun, siapa sangka, hal kecil yang diabaikan itu menjadi awal dari mimpi buruk yang akan mengguncang seluruh dunianya.
Pukul 02.00 dini hari.
Dentuman keras terdengar dari arah depan kamar. Suara itu begitu mengejutkan hingga Kiara terbangun seketika, matanya terbelalak. Ia meloncat dari kasur dengan jantung yang berdegup keras, mencoba mencerna apa yang terjadi. Tanpa ragu, ia menuju pintu kamar, tempat asal suara itu.
Di sana, suaminya, Andra, tergolek di lantai dalam posisi miring. Kepalanya terlihat tertahan oleh siku, tetapi tetap saja, tubuhnya tampak tergeletak dengan tak berdaya. Napas Andra terdengar berat, dan suara erangan sakit keluar dari mulutnya. Kiara berdiri terpaku, tak pernah menyangka akan melihat Andra dalam keadaan seperti itu.
"Andra!" teriak Kiara dengan suara bergetar, setengah berlari menghampiri tubuh besar suaminya.
Di saat itu pula, ia menyadari hal lain yang membuatnya semakin terkejut — lantai di sekeliling Andra basah. Bau tak sedap menusuk hidungnya. Suaminya telah pipis, tanpa sadar. Dengan cepat, Kiara mengumpulkan keberaniannya dan mulai membersihkan lantai yang basah. Namun, baru saja ia selesai mengepel, Andra kembali pipis, tak terkontrol. Kekacauan itu terus berulang, dan Kiara hanya bisa mencoba tetap tenang sambil mengganti pakaian suaminya dan mengelap lantai yang terus-menerus basah.
Kepanikan dan rasa tak berdaya menyelimuti pikirannya, namun ia tak punya pilihan lain. Setelah lantai bersih, Kiara menyeret kasur lipat yang ada di pojokan. Satu-satunya cara untuk membuat Andra merasa lebih nyaman adalah menempatkannya di atas kasur, berharap tidak ada masalah lebih serius yang terjadi. Dengan segenap tenaga, ia berusaha mengangkat tubuh besar Andra ke atas kasur tersebut. Pekerjaan itu melelahkan, dan Kiara mulai merasakan otot-ototnya melemah.