Di sebuah desa kecil di pinggiran kota, hidup seorang gadis bernama Nadira Izza. Sejak kecil, Nadira sudah dikenal sebagai anak yang cerdas dan penuh rasa ingin tahu. Keceriaannya terpancar dari senyumnya yang selalu merekah, sementara matanya berkilau penuh semangat. Nadira tumbuh dalam keluarga sederhana. Ayahnya seorang guru sekolah dasar, dan ibunya adalah penjual kue keliling. Meskipun pendapatan mereka terbatas, mereka selalu mengutamakan pendidikan untuk anak-anaknya.
Nadira ingat saat berusia enam tahun, ia pernah menemani ibunya menjual kue di pasar. Sambil menunggu pembeli, ia mengamati orang-orang yang berlalu lalang dan mendengar berbagai bahasa yang mereka ucapkan. Ketika itu, ia bertanya pada ibunya, “Bu, kenapa mereka berbicara dengan cara yang berbeda?”
Ibunya tersenyum dan menjawab, “Itu karena mereka berasal dari negara yang berbeda, Nak. Jika kamu belajar bahasa mereka, kamu bisa berbicara dengan mereka.”
Jawaban ibunya menginspirasi Nadira untuk mempelajari bahasa asing. Sejak saat itu, ia mulai membaca buku cerita dan ensiklopedia yang ditulis dalam bahasa Inggris, meskipun ia hanya bisa memahami sedikit. Keinginannya untuk belajar semakin menggebu ketika ia mendengar kakaknya, Raka, menceritakan tentang universitas di luar negeri yang terkenal.
“Di sana, kita bisa belajar banyak hal dan bertemu orang-orang dari berbagai negara,” Raka bercerita dengan penuh semangat. “Kalau kamu belajar dengan giat, kamu bisa pergi ke sana suatu saat nanti.”
Kata-kata Raka terus terngiang di telinga Nadira. Dia ingin belajar di universitas luar negeri, tetapi ia tahu bahwa untuk mencapai impiannya, ia harus berusaha lebih keras. Nadira memutuskan untuk fokus belajar di sekolah dan mendapatkan prestasi yang baik.
Hari-hari berlalu, dan Nadira mulai menampakkan bakatnya. Di sekolah dasar, ia sering mengikuti lomba membaca dan mengerjakan soal-soal matematika. Dia dikenal sebagai anak yang rajin dan selalu berprestasi di kelas. Namun, tidak semua orang senang dengan keberhasilan Nadira. Beberapa teman sekelasnya mulai menganggapnya sebagai saingan, dan beberapa di antara mereka mulai mengolok-oloknya.