Kejadian di lomba sains tidak hanya memberi Nadira kepercayaan diri, tetapi juga mengubah cara pandangnya terhadap pendidikan. Dengan prestasi tersebut, ia merasa semakin yakin untuk mengejar mimpinya belajar di luar negeri. Namun, tantangan baru segera datang, terutama saat memasuki tahun kedua di SMP.
Setelah liburan, Nadira kembali ke sekolah dengan semangat baru. Ia merasa lebih dewasa dan siap menghadapi berbagai tantangan yang ada di depan. Teman-teman sekelasnya mulai menyadari prestasinya dan banyak dari mereka yang mulai menghormatinya. Namun, ada beberapa yang tetap merasa cemburu dan terus mengejeknya. Nadira belajar untuk mengabaikan komentar-komentar negatif dan fokus pada tujuannya.
Di kelas, guru bahasa Inggris mereka mengumumkan bahwa akan diadakan lomba pidato antar sekolah. Nadira merasakan getaran semangat yang luar biasa ketika mendengar pengumuman itu. Dia langsung teringat pada tujuan utamanya untuk bisa berkomunikasi dengan orang-orang dari berbagai negara. Lomba pidato ini bisa menjadi kesempatan besar untuk melatih kemampuannya.
Nadira memutuskan untuk mendaftar. Ia tidak ingin melewatkan kesempatan ini, meskipun rasa gugup mulai merayap ke dalam pikirannya. Ia tahu bahwa untuk menjadi juara, ia harus mempersiapkan materi yang baik dan berlatih berbicara di depan umum.
Malam itu, dengan penuh semangat, Nadira mulai menulis naskah pidatonya. Ia memilih tema “Kekuatan Pendidikan dalam Mengubah Masa Depan.” Ia ingin berbagi pandangannya tentang betapa pentingnya pendidikan bagi anak-anak di seluruh dunia, termasuk di desanya. Nadira berharap pidatonya dapat menginspirasi teman-teman sebaya dan orang dewasa yang mendengarnya.
Selama beberapa minggu, Nadira meluangkan waktu untuk berlatih. Ia berdiri di depan cermin setiap malam, membaca naskah pidatonya berulang kali. Dalam setiap latihan, ia merasakan rasa percaya diri yang semakin tumbuh. Teman-temannya, Siti dan Budi, juga mendukungnya dengan menjadi pendengar setia. Mereka sering memberikan masukan dan dukungan moral, yang membuat Nadira semakin bersemangat.
Namun, mendekati hari lomba, rasa gugup kembali menghantuinya. Suatu malam, saat sedang berlatih, ia merasa ragu. “Bagaimana jika aku tidak bisa berbicara dengan baik? Bagaimana jika orang-orang menertawakanku?” pikirnya. Ia mulai meragukan kemampuannya.