Setelah berbulan-bulan belajar dan beradaptasi dengan kehidupan di luar negeri, Nadira akhirnya kembali ke Indonesia. Suasana hati di pesawat terasa campur aduk, antara rasa gembira dan rasa cemas. Ia tidak sabar untuk bertemu keluarganya dan berbagi cerita tentang petualangan yang telah dilaluinya, namun di sisi lain, ia juga khawatir tentang bagaimana semuanya akan terasa setelah waktu yang cukup lama terpisah.
Setibanya di bandara, aroma familiar dari masakan tradisional menyambutnya. Nadira bisa merasakan kehangatan rumahnya meski ia berada di tengah keramaian. Saat keluar dari pintu kedatangan, pandangannya segera terfokus pada sosok-sosok yang berdiri menunggu. Ayah dan ibunya tampak tersenyum lebar, sementara adik-adiknya melambai-lambaikan tangan dengan antusias.
“Nadira!” seru ibunya dengan suara ceria. Nadira berlari menuju keluarganya, memeluk mereka erat-erat. Rindu yang terpendam selama ini seolah terbayar lunas dalam pelukan hangat mereka.
“Selamat datang di rumah, Kak!” teriak adik bungsunya, Fira, sambil melompat-lompat kegirangan.
“Jadi, apa kabar? Ceritakan semuanya!” tanya Ayahnya dengan penuh rasa ingin tahu.
Dalam perjalanan pulang, Nadira menceritakan segala pengalaman yang telah dilaluinya. Ia berbagi tentang teman-teman baru, pelajaran yang didapat, dan terutama tentang tantangan serta kebanggaan saat berhasil menemukan identitas diri di lingkungan yang berbeda. Keluarganya mendengarkan dengan penuh perhatian, tidak ada satu pun detail yang terlewatkan.
Sesampainya di rumah, suasana terasa meriah. Keluarga dan tetangga berkumpul untuk menyambut kedatangannya. Meja makan dipenuhi makanan favoritnya—nasi goreng, sate, dan es buah. Setiap gigitan terasa seperti pulang ke rumah, membawa kenangan masa kecilnya kembali.