Setelah menyelesaikan wawancara beasiswa yang menegangkan, Nadira merasa lega namun mulai diselimuti oleh kegelisahan yang tak kunjung hilang. Meski ia sudah berusaha sebaik mungkin, bayangan percakapan dengan juri, ekspresi mereka, dan pertanyaan yang membuatnya berpikir keras masih terus terlintas dalam pikirannya. “Apakah jawabanku cukup meyakinkan? Apakah mereka bisa melihat kesungguhan dan keinginanku yang besar?” Nadira bertanya-tanya dalam hati setiap malam, tidak mampu benar-benar melepaskan pikirannya dari momen penting itu.
Hari-hari berlalu, tetapi kabar yang dinanti tak juga datang. Setiap pagi, rutinitas pertama Nadira adalah mengecek kotak masuk emailnya, berharap menemukan kabar baik yang mengakhiri semua penantian ini. Namun, setiap kali hanya ada email biasa atau notifikasi tak penting. Hatinya sedikit kecewa, tetapi ia terus menunggu, meyakinkan dirinya bahwa waktu yang tepat pasti akan tiba.
Di sekolah, Nadira mencoba fokus pada kegiatan sehari-hari untuk mengalihkan pikirannya. Ia melibatkan diri dalam berbagai kegiatan, mulai dari membantu teman-teman dalam belajar hingga menyibukkan diri dengan proyek ekstrakurikuler. Di sisi lain, teman-temannya, terutama Rina, terus memberikan dukungan yang membuat Nadira merasa tidak sendiri. “Kamu hebat, Nadira. Juri pasti bisa melihat seberapa besar tekadmu untuk belajar di luar negeri,” kata Rina suatu hari, mencoba menyemangatinya.