Memasuki bulan ketiga di universitas, Nadira merasakan gelombang antusiasme baru sekaligus kecemasan. Rutinitas belajar yang teratur mulai membuahkan hasil, namun tantangan baru pun mulai muncul. Proyek kelompok yang ambisius di mata kuliah Sains Lingkungan telah dimulai, dan semua anggota tim dituntut untuk memberikan yang terbaik. Nadira tahu bahwa ini adalah kesempatan untuk menerapkan semua pengetahuan yang telah ia pelajari, namun ia juga merasakan tekanan yang lebih besar.
Dalam proyek tersebut, mereka harus merancang suatu solusi inovatif untuk mengurangi dampak pencemaran di kota. Nadira dan timnya terdiri dari Mia, Ahmed, dan beberapa mahasiswa lain yang bersemangat. Pertemuan pertama tim mereka diadakan di ruang belajar yang ramai, dengan penuh ide-ide cemerlang yang bertukar.
“Bagaimana kalau kita fokus pada penggunaan teknologi untuk memantau kualitas udara?” saran Mia. “Kita bisa menciptakan aplikasi yang memberikan informasi waktu nyata tentang kualitas udara di berbagai lokasi.”
Nadira merasa ide itu menarik. “Itu bagus! Kita bisa melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi dan memberikan umpan balik tentang kualitas udara di daerah mereka,” tambahnya.
Namun, saat mereka mendalami lebih jauh, muncul berbagai kendala. Saat melakukan penelitian, mereka menemukan bahwa data yang tersedia tidak selalu akurat atau lengkap. Ahmed mulai merasa frustrasi. “Kita tidak akan bisa menyelesaikan ini dengan informasi yang kita miliki. Apa kita harus mengubah ide kita?” tanyanya dengan nada pesimis.
Nadira mencoba mengangkat semangat timnya. “Kita bisa mencari cara lain. Mungkin kita bisa melakukan survei di lapangan untuk mendapatkan data yang lebih akurat. Kita juga bisa mendatangi pihak-pihak terkait untuk mendapatkan wawasan lebih,” ujarnya.