Hari yang dinanti-nanti Nadira akhirnya tiba. Setelah menunggu berhari-hari, ia menerima surat resmi dari Universitas XYZ, salah satu universitas impiannya di luar negeri. Nadira membuka surat itu dengan tangan bergetar, perasaan campur aduk antara harapan dan cemas. Ketika membaca kalimat pembuka, "Kami dengan senang hati menginformasikan bahwa Anda telah diterima," air mata kebahagiaan mengalir di pipinya.
"Nadira! Kenapa kamu menangis?" Rina, sahabatnya yang selalu ada di sampingnya, langsung berlari menghampiri. Nadira hanya bisa tersenyum lebar sambil menunjukkan surat penerimaan itu. Rina melompat kegirangan dan memeluknya erat. “Aku tahu kamu pasti bisa! Ini adalah awal baru untukmu!”
Keluarga Nadira juga ikut bersuka cita. Saat makan malam, mereka merayakan pencapaian Nadira dengan hidangan favoritnya. “Kami sangat bangga padamu, Nak,” kata ayahnya, matanya berbinar bangga. Ibunya menambahkan, “Ini adalah langkah besar. Persiapkan diri untuk petualangan baru!”
Namun, di balik kebahagiaannya, Nadira merasakan kecemasan. "Apa aku bisa menyesuaikan diri di sana? Bagaimana dengan biaya hidup?" pertanyaan-pertanyaan itu mengganggu pikirannya. Ia tahu bahwa hidup di negara asing akan membawa tantangan tersendiri.
“Setiap perjalanan pasti ada tantangannya, Nadira,” Rina menenangkan saat mereka berbincang malam itu. “Ingat, kamu tidak sendirian. Kami semua mendukungmu.”
Dalam beberapa hari ke depan, Nadira mulai mempersiapkan semua yang diperlukan untuk keberangkatannya. Ia mengurus dokumen visa, mencari tahu tentang akomodasi, dan bahkan mulai mempelajari budaya negara tempat ia akan tinggal. Ia juga mencari informasi tentang kegiatan ekstrakurikuler di universitas yang bisa diikutinya untuk lebih mengenal lingkungan baru.