Rasa penasaran yang memuncak memicu adrenalinnya untuk mengunjungi rumah kosong yang ia jadikan bahan cerita di malam hari, walau rasa takut mendominasi.
Randy turun dari motor seraya mengacak rambut. Bangunan tua kosong berhias lumut itu tampak sangat menyeramkan saat di malam hari seperti ini.
Butuh waktu cukup lama untuk meyakinkan diri datang ke bangunan ini. Mumpung hari belum terlalu malam dan orang-orang masih berlalu lalang dengan motor dan mobilnya di jalanan. Setidaknya, malam ini keadaan cukup ramai.
Demi membuktikan perkataan Miss Ria, tentang kekeliruannya meriset data kematian sang penunggu rumah kosong dalam ceritanya. Ia tak bisa menunggu saat esok hari. Karena rasa penasaran itu sudah dipuncak bisa dipastikan Randy tak akan bisa tidur sebelum membuktikannya sendiri.
Entah hal apa yang bisa ia dapatkan di bangunan kosong ini. Namun batinnya terus berharap ada seseorang yang bisa ia temui untuk mempertanyakan kebenaran kisah rumah ini yang sebenar-benarnya.
Randy memasuki bangunan yang bahkan tak dikunci itu dengan mudah. Benar-benar rumah yang ditinggal begitu saja oleh pemiliknya. Terbukti saat Randy mendorong pintu rumah itu, keseluruhan barang-barangnya masih ada di sana.
Nyalinya ciut saat melihat lorong yang gelap itu. Tapi kalau tidak masuk ia akan penasaran setengah mati. Menetralkan debar jantung di dada, ia menepuk-nepuk senter yang ia bawa hingga senter itu hidup dan menerangi ruangan di dalam rumah.
Satu langkah kaki mengayun dengan mantap masuk ke dalam sembari cahaya senter yang ia gerakkan menuju ke beberapa bagian yang ia rasa perlu.
Cahaya senter Randy menyorot tangga menuju lantai atas rumah ini. Ada beberapa ruangan di sana, ia melangkah menaiki tangga.
“Heh!“
Deg
Langkahnya terhenti, sontak berdiri kaku.
“Heh!“
Suara itu sontak membuat bulu kuduknya meremang. Perlahan Randy mengusap tengkuknya yang terasa dingin. Melirik dengan mata ke arah kanan dan kiri, di balik kegelapan itu tak ada siapapun.
Ia meneguk ludah dengan susah payah. Menoleh ke belakang dengan gerakan kaku. Bayangan hitam membentuk wujud manusia tengah berdiri di depan pintu rumah yang tak ia tutup tadi.
“A—astaga!“ Randy melangkah mundur, kakinya tersandung. Jatuh terduduk tepat diundakan tangga. Senter yang ia pegang telah menggelinding entah ke mana.
Sreet… sreet….
Langkah kaki yang terdengar di seret seiring bayangan hitam yang terus mendekat ke arahnya. Randy beringsut mundur. Apalagi saat bias cahaya rembulan dari luar sana menampilkan siluet bayangan itu sedang mengayunkan sesuatu.
***
Dengan tangan gemetar Randy menerima uluran wedang jahe dari seorang laki-laki paruh baya di sampingnya. Ia menyeruput minuman yang masih mengeluarkan uap panas itu dengan nikmat.
Mengangguk sungkan pada laki-laki di sampingnya saat tak sengaja bersitatap. Keduanya duduk di dalam sebuah warung kopi yang bersebrangan agak jauh dari rumah tersebut.
“Jadi, kamu pikir saya adalah hantu?“
Randi mengangguk sembari nyengir, merasa sangat bersalah pada laki-laki di sampingnya saat ini.