Sore harinya bersama Miss Ria, Randy mengendarai motornya ke rumah kosong itu kembali. Senja di ufuk barat mulai tampak. Awalnya Miss Ria protes kenapa perginya harus menjelang magrib. Namun, Randy menjelaskan alasannya pada wanita itu.
Sebenarnya tak masalah bagi Ria mau pergi kapan saja. Namun, saat jam-jam seperti ini para arwah banyak yang menunjukkan entitasnya.
Jika tak sadar, Ria yang bisa melihat mereka mendadak menjadi buruan untuk berkomunimasi. Akibatnya tubuhnya melemah dan ia bisa saja kerasukan mendadak. Makanya saat maghrib ia tak pernah keluar dari rumah.
“Ini rumah dalam ceritamu?“
Randy mengangguk sembari celingukan. Ia menatap sebuah mobil di depan rumah tersebut. Seperti yang diceritakan Pak Dirman kemarin malam. Kemungkinan itu si pemilik yang bernama Pak Hilman.
“Ran, kau mau ke mana?“
“Masuk,” ucapnya enteng sementara Ria terlihat ragu. Karena sedari tadi ia melihat seorang wanita yang tengah merangkak dengan kepala terbalik di jendela lantai dua rumah itu. Sosok itu terus menatapnya tanpa henti sejak kedatangannya dengan Randy kemari. Bahkan tanpa perlu dijelaskan pun, Ria tahu siapa sosok itu.
“Miss mau ikut tidak?“
Ria menghembuskan nafas kasar. Menteralkan degup jantung dan kepalanya yang sekarang terasa pusing. Banyak suara-suara yang mampir di telinganya.
“Saya ikut,” ucapnya kemudian. Sudah susah payah ikut, rugi rasanya kalau ia tak ikut masuk. Bersama Randy, keduanya melangkah masuk.
Melewati mobil yang agak membuat Ria terperanjat. Karena ada sosok yang menampakkan wajahnya dari dalam mobil tersebut.
“Permisi!“ seru Randy pada pintu rumah yang terbuka itu. Berbeda dengan kemarin saat ia nyelonong masuk. Kali ini sepertinya ia harus izin lebih dahulu.
“Gak ada orang, Ran,” ucap Miss Ria celingukan. Kosong dan banyak barang-barang tak terpakai di sana.
“Entahlah Miss, tapi mobilnya ada di depan rumah.“
“Permisi,” ucapnya lagi. Tak ada tanda-tanda orang atau bahkan jawaban. Randy berbalik, ia menatap sekeliling rumah, Pak Dirman yang ia lihat kemarin entah berada di mana. Kalau tidak, kan, ia bisa bertanya pada Pak tua itu.
“Ran!“ Miss Ria menyenggol tangan Randy saat seorang laki-laki brewokan muncul dari dalam rumah yang gelap.
Randy menoleh, lantas melihat laki-laki paruh baya yang usianya ia perkirakan lebih muda dari Pak Dirman, namun lebih tua darinya. Wajah itu tampak tak ramah dengan kedatangan keduanya.
“Permisi, Pak! Apa benar Bapak yang bernama Pak Hilman?“
Hilman diam, menatap kedua manusia berbeda gender itu dengan tatapan tajam. Lantas berdehem cukup keras mengagetkan Randy dan Ria.
“Mau apa kalian ke sini?“
“Kami hanya ingin bertanya sesuatu tentang pemilik rumah ini sebelumnya,” ucap Randy.
“Saya sibuk, maaf!“ Hilman melewati keduanya berjalan menuju pintu mobilnya.
“Ini tentang Alia, Pak,” tukas Randy membuat Hilman menghentikan gerakannya.
“Alia yang sebenarnya dibunuh, bukan bunuh diri. Apa Bapak tahu itu?“