Lanjutkan Kisahku

Diyah Islami
Chapter #11

Hilman (2)

Maghrib menjelang, sayup-sayup suara iqamat terdengar dari surau terdekat. Hilman menatap kedua orang yang duduk di hadapannya. Usai Ria menceritakan apa yang ia ketahui tentang Alia, mendadak Hilman teringat kenangan masa lalu.


Ketiganya kini duduk di warung kopi seberang rumah yang terletak tak begitu jauh dari depan rumah kosong itu. 


“Saya, juga tak pernah percaya kalau Alia benar-benar bunuh diri,” ucap Hilman memulai kata, menarik perhatian Ria dan Randy. Keduanya memajukan tubuh untuk mendengar lebih lanjut.


“Terlalu banyak kejanggalan. Lagipula saya mengenal betul perangai Alia sejak kami bersahabat di SMA. Dia sosok yang periang, setia dan tak mudah putus asa. Rasanya sulit meyakinkan diri kalau itu benar-benar terjadi. 


Apalagi video perselingkuhannya yang digadang-gadang sebagai pemicu bunuh dirinya juga tak menunjukkan bukti banyak. Dalam video yang sudah saya selidiki bersama rekan sejawat saya yang bekerja di bagian penyidik. Wajah perempuan itu sama sekali tak mirip dengan Alia.“


Hilman menghela nafas, menumpahkan semua beban berat di dada. Ia meraih gelas kopinya, menyeruput untuk menenangkan diri.


“Lalu, apa yang terjadi selanjutnya, Pak?“ tanya Ria.


Hilman meletakkan gelas kopinya pada tatakan piring kecil di atas meja. Menatap Ria dan Randy lekat secara bergantian.


“Awalnya saya hendak melayangkan protes untuk sidang ulang. Namun pihak keluarga Alia, terutama suaminya itu menolak keras dengan alasan kasihan pada jasad Alia. Katanya ia ingin Alia beristirahat dengan tenang dan meminta orang-orang untuk memaafkan perbuatannya.


Sidang itu ditutup dan kematian Alia dinyatakan atas kasus bunuh diri biasa. Tapi … saya tak pernah yakin akan hal itu. Saya selalu mencoba mencari tahu, bahkan nekat membeli rumah Alia tanpa mengubah apapun di dalamnya demi mendapatkan sesuatu tentang kematiannya yang saya pikir ada.


Namun, nyatanya setelah sepuluh tahun berlalu saya tak pernah menemukan apapun. Sampai kalian datang dan menceritakan apa yang kalian lihat. Walau hanya mimpi sekalipun atau memang Alia sendiri yang menampakkannya padamu kisah kematiannya, saya percaya.“ Hilman menatap Ria. “Saya percaya Alia tak bunuh diri.“


“Kalau memang Alia yang memintamu melanjutkan kisahnya lanjutkanlah! Karena saya yakin hal sebenarnya yang ia perlihatkanmu padamu memang benar-benar terjadi dan saya juga mempercayai hal itu. Siapa tahu dengan begitu kisahnya akan terungkap.“


“Tapi … tak ada yang membaca cerita saya, Pak.“ Randy berucap.


“Karena kamu nenulis kisahnya sesuai dengan cerita yang beredar selama ini. Cobalah untuk membuat cerita yang sebenarnya, saya akan bantu.“


“Nah, Randy bukankah apa yang saya katakan benar? Tulislah kisah itu untuk menghilangkan teror Alia dan agar dia tenang. Kita bisa menggunakan simpati orang-orang dengan embel-embel kisah nyata yang kamu buat.“


“Tapi …”


“Saya akan temani kamu kalau kamu takut untuk menulis,” bujuk Ria.


“Saya juga akan menghubungi beberapa penerbit yang mau diajak kerjasama untuk naskah kamu. Semakin viral kisah ini semakin bagus.“ Hilman juga membujuk.


Randy terdiam beberapa saat. Namun, akhirnya ia mengangguk menyetujui hal itu.


***


Malamnya Randy sudah berada di kamar dan duduk di depan laptop. Siap mengetikkan beberapa kata di atas keyboard. Sejenak ia memperhatikan sekeliling kamar. 


Terakhir kali ia mengunggah bab satu di cerita yang ia buat. Sosok Alia datang dan menakutinya. Kalau kali ini ia diganggu lagi, kemungkinan ia akan pindah ke kamar Adi.


Ting


Lihat selengkapnya