Pusing yang mendera kepala membuat Ria mengerjapkan mata. Ia berkedip-kedip untuk membiasakan diri dengan cahaya di sekelilingnya. Samar-samar wajah seseorang tampak di hadapannya.
“Oh, dia sudah sadar, Mas.“
Mata Ria memicing, kemudian melebar seiring dengan gelengan. Semuanya tampak jelas sekarang. Seorang wanita paruh baya berdiri di hadapannya sementara seorang lelaki dengan umur sama seperti wanita itu berjalan menuju ke arahnya.
Ia tak tahu sedang berada di mana. Suasana gelap dan hanya ada api unggun di dalam tong besi yang berada tak jauh di hadapannya.
Ria menggerakkan kepala dan tubuh yang terasa kaku, dan menyadari tubuhnya telah terikat, menyatu dengan kurai yang didudukinya.
Di mana dia? Kenapa ada di sini?
Memori Ria berputar mengingat kilasan kejadian beberapa menit sebelumnya. Setelahnya ia menyadari sesuatu saat ingatan itu mulai muncul membentuk kepingan puzzle dan menyatu satu persatu. Bayangan seseorang dengan pakaian hitam yang menyekap mulutnya tadi sangat jelas berada dalam benaknya.
Ia telah diculik.
“Sudah bangun kau rupanya?“
Alis Ria bertaut demi menatap wajah yang tampak familiar di hadapannya. Wajah dua orang yang ada di hadapannya saat ini seperti pernah ia lihat, tapi di mana?
Ah!
“Kau Tio dan kau Citra?“ ucapnya kemudian. Walau guratan usia yang tengah menua yang terlihat di wajah mereka sedikit membuatnya lupa. Namun, wajah itu ia tetap ingat.
Suami dan selingkuhan yang telah membunuh Alia dengan kejam dan tak berperikemanusiaan.
Kedua orang itu tampak kaget saat Ria tahu namanya. Namun dengan cepat menguasai diri. Citra mencengkeram pipi Ria hingga wanita muda itu meronta.
“Kau tak akan mengalami hal ini kalau tak ikut campur dasar gadis bodoh.“
“Kalian biadab, apa mau kalian sebenarnya?“ teriak Ria.
“Kami? Kami hanya ingin mahasiswamu yang sok pandai itu menghapus cerita yang ia buat. Gara-gara dia beberapa hari ini belakangan banyak yang mencurigaiku atas kejadian sepuluh tahun lalu yang menimpa Alia,” ucap Tio sembari mengelus kumisnya.
“Itu karena keserakahanmu dan kegilaanmu dengan selingkuhanmu itu,” jelas Alia menatap Tio dengan amarah.
“Diam kau wanita jalang!“ teriak Citra tak terima.
Ria berdecih. “Lebih jalang mana, aku atau wanita yang merebut laki-laki yang sudah menikah.“