Randy mengerjapkan mata saat merasa bias cahaya yang menyilaukan itu menyinari matanya. Ia menatap sekeliling, ruangan pabrik yang kosong dan gelap itu kini dipenuhi oleh orang-orang yang berlalu lalang.
Randy tersentak, namun tak bisa bergerak. Tangannya terikat oleh kursi. Dilihatnya Miss Ria masih belum sadar. Dari kejauhan tampak Pak Hilman mendekat ke arahnya, membuka ikatan di tangan laki-laki itu
“Maaf saya datang terlambat, Randy.“
Randy menatap sekeliling. Selain polisi, ada petugas medis yang datang. Mereka membawa dua tandu dan mengangkut Citra dan Tio.
Sekilas dilihatnya darah yang ada di wajah Tio dan kaki Citra yang terluka. Kedua orang yang usianya sudah lanjut itu tampak terluka parah.
Ia beranjak membuka tali pengikat tangan dan tubuh Miss Ria. Wanita itu juga belum sadar dari pingsannya.
“Apa yang terjadi, Pak?“
“Saya juga tidak tahu, saat datang melihat ke sini sesuai yang kamu katakan untuk memanggil polisi. Saya melihat kedua orang itu sudah terkapar di sana dalam kondisi menggenaskan, sementara kalian saya temukan pingsan di sini. Mungkin… nanti kalian akan dipanggil untuk dimintai keterangan.“
Randy diam mendengar jawaban Pak Hilman. Ia menatap kedua orang yang dibawa menggunakan tandu itu, tak ada siapapun sebelum ia pingsan selain mereka berempat. Apa mungkin itu ulah….
Ia menggeleng, ikatan Miss Ria telah terbuka, Randy menepuk pelan pipi kiri wanita itu. Sementara pipi kanan Miss Ria sudah membiru karena luka lebam akibat pukulan Tio.
“Miss! Miss Ria!“ panggilnya, wanita itu tak kunjung sadarkan diri. “Pak, ini bagaimana?“ ujarnya pada Hilman yang juga cemas.
“Bawalah dia keluar Randy! Ada ambulance di depan. Kemungkinan dia pingsan karena shock.“
Randy mengangguk, menggendong Miss Ria keluar dari pabrik kosong itu. Sekilas melihat ramainya para polisi yang sedang menutup pabrik kosong itu dengan garis kuning.
Ia berjalan cepat menuju ambulance. Ria segera ditangani dan lukanya diobati. Randy menunggu dengan harap cemas.
Hilman dari dari dalam pabrik berjalan menghampirinya dengan seorang polisi.
“Pak Randy! Panggil polisi tersebut membuat Randy terkesiap.
“Ya, Pak.“
“Bisakah anda ikut dengan kami untuk memberikan beberapa keterangan?“
Randy sekilas melihat pada Pak Hilman. Laki-laki yang rambutnya sebagian sudah memutih itu mengangguk.
“Ikutlah, tidak apa-apa saya akan menemanimu.“