"Jing, Lok. Ayo bangun ... "
Sera mengguncangkan tubuh dua sahabatnya itu, lalu segera beranjak menuju ke kamar mandi. Setelah bersih dan wangi dia segera berganti pakaian lalu keluar dari kamar mandi.
"Morning, Sera." Jingga memeluk Sera, persis seperti pasangan yang baru menikah.
"Too. Lok, ayo!"
Chicka berdehem, tapi bukannya bangun dia malah berguling ke arah samping mencari posisi yang nyaman untuknya tidur.
"Lihat, anakmu itu," ujar Sera seperti Orang tua. Jingga tertawa lalu beranjak ke kamar mandi.
"DIA ANAKMU SER, DIA ANAKMU!" teriak Jingga dari dalam kamar mandi.
Sera melotot sambil melihat Chicka. Bukan seperti ini bayangan anaknya dengan Lanka, eh tunggu dulu. Lanka?
Sera menggelengkan kepalanya, "Mikir apaan gue tadi."
"Hehe, Ak-aku j-juga Kak." gumam Chicka.
'Di dalam mimpi aja bisa gagap. Impresif,' batin Sera heran sekaligus takjub.
Sera menuruni tangga lalu segera duduk di meja makan. Menunggu kedua sahabatnya bersiap-siap.
"Morning dunia!!" teriak Chicka dari atas tangga dengan jingga disebelahnya.
"Morning too, kata dunia," ujar Sera.
Chicka dan Jingga tertawa dari atas. Mereka duduk disebelah Sera lalu memakan makanan yang dibuat oleh Mama Sera.
"Ini," ujar ibunya sambil menyodorkan kotak bekal berwarna biru di depan Sera.
Sera melihat kotak itu bingung, "Tumben."
"Seorang Sera Vistira membawa bekal padahal sering melewatkan jam pertama dan istirahat makan siang. Sangat Amazing sekali!" seru Chicka sambil tertawa. Sera melotot, kartunya terbongkar satu.
"Pertama, ini untuk nak Alan. Yang kedua, sejak kapan anak Mama jadi pembolos, hah?!" tanya Mamanya berapi-api. Mamanya memang terkesan santai, namun bisa meledak sewaktu-waktu.
"A-anu ... "
Mendadak muka Mama-nya berubah panik, dia mengapit wajah Sera ditangannya. Lalu, melihat kearah bagian bawah putrinya.
"Anu kamu kenapa, Sayang? Sakit? Mau Mama panggil dokter?" tanya Mamanya beruntun.
"Duh, gawat nih. Bisa-bisa nggak punya cucu!"
Jangan ditanya respon Sera sekarang, Ia hanya melongo melihat Mamanya. Sedangkan, Chicka dan Jingga sudah tidak kuat menahan tawanya dari tadi.
"Astaga, Mama!"
"Apa? Salah kalau Mama khawatirin anak Mama, iya?!" tanya sang Mama.
"Bukan gitu, kok udah bahas soal cucu, sih?!" tanya Sera balik. Sang Mama menjewer putrinya itu.
"So, what? Sera Vistira anak Mama yang paling cakep karena Mama nggak punya anak lain. Toh, kamu udah ada calon! Nak Alan. Ganteng, putih, tinggi, mulus, kaya, sopan, jujur."
"Aww!" pekik Sera.
Sera mendelik, Mamanya agak aneh setelah bertemu Alan, eh Lanka maksudnya. Sejak kapan Mamanya tau Lanka? Apakah sejak Lanka mentraktir makan teman-temannya hari itu? Sejak kapan pula ada yang mencoba mendekatkan Lanka dengan dirinya lewat Mama-nya? Chicka? Jingga? Tidak mungkin! Sera selalu berada di samping mereka. Sera mendadak pusing memikirkan hal ini.
"Aww, Tapi, Sera nggak tahu kelasnya, Ma!" ujarnya, berharap sang Mama tidak memaksanya membawa bekal itu. Dia berusaha melepas jeweran Mama-nya.
"Tenang aja, Chicka tahu kok! Eh-" Chicka menutup mulutnya setelah keceplosan. Sera mendelik tidak suka.
"Nah bagus, pimpin jalannya Chicka. Tante mendukung mu!" ujar Mama Sera persis seperti Regu Pramuka.
Chicka mengangguk ragu. Mama sera melepas jeweran di telinga putrinya, lalu memasukkan bekal itu ke tas Sera.
"Sekarang, kalian siap-siap berangkat nanti telat." Mama Sera tersenyum. Tapi, bagi Sera itu lebih seperti senyum ancaman.
"Assalammualaikum," ujar mereka bersama.
Mereka mencium tangan Mama Sera. Sera yang paling terakhir, ia mencium tangan Mamanya dengan cepat. Namun, kurang cepat dari tangan Mamanya yang memegang tangannya erat. Tidak melunturkan senyum di wajahnya.
"Waalaikumsalam. Jangan lupa ya, Nak!"
Sera terlihat memaksakan senyumnya. Dia segera menyusul Chicka dan Jingga di mobil Jingga. Kembali Ia mengingat senyum mengerikan Mama-nya. Ia bergidik ngeri.
"Menyeramkan," ucapnya pelan.
"Apa?" tanya Chicka disebelahnya. Sera menghembuskan nafasnya, lalu menggeleng. Perjalanan mereka dipenuhi oleh kicauan burung merdu Chicka. Sera pasrah, Ia menghela nafasnya pelan. Membiarkan sahabatnya mengomel.
Sesampainya di sekolah Sera menuju kelas yang diberitahu Chicka. Kelas XII-2. Kalau ini sih, Sera tau! Ini kelas Kakak sepupunya juga. Dia mengetuk pintu kelas pelan.
"Lan," panggil Sera tanpa embel-embel 'kak'.
Lanka berjalan kearahnya, "Kenapa?"
"Nih."
"Bekal? Belum juga PDKT, gue udah dapetin hati lo ya?" tanya Lanka, dia mengambil kotak bekal ditangan Sera.
"Dih, itu dari Mama. Siap-siap aja jadi Papa tiri gue, gue rela kok. Bye." Setelah mengucapkan itu, Sera segera berjalan menuju ke kelasnya.
"Nauzubillah ... Gue nggak nyangka lo suka Mamanya adek kelas kita, Lan," ujar cowok berambut cepak. Dia Aldo, anak beladiri teman Lanka sedari bayi. Aldo merangkul pundak Lanka lalu menggeleng tidak percaya.
"Hush, Alan suka tuh cewek. Mama tuh cewek yang ngasih bekal," ujar cowok satunya yang berambut ikal. Namanya, Aldi kembaran Aldo. Berbeda dengan Aldi, dia baru mengenal Lanka. Dia juga merangkul pundak Lanka.
"Lah? Kalau yang disuka si cewek kenapa Mama-nya yang ngasih bekal?" tanya Aldo.
"Nggak tahu, tanyakan saja kepada tuhan di sujud sepertiga malam mu. Insyaallah Berkah dan kamu menemukan jawaban. Mama tahu sendiri, halal!" ujar Aldi random.
"Berat." Duo A menatap Lanka. Lalu melepas rangkulan mereka.