Sera duduk di kursinya, dia mengeluarkan buku Matematika, lalu memeriksa pekerjaan rumahnya lagi. Dia membolak-balik halaman di buku itu beberapa kali. Pergerakan tangannya berhenti, dia menatap seseorang di depannya.
"Chicka?" tanya Sera. Dia tidak terkejut melihat penampilan Chicka yang ceria mendadak suram. Yang Ia tanyakan adalah, mengapa Chicka mendadak menjadi seperti dirinya. Rambut berantakan, seragam yang tidak dimasukkan, dan sepatu yang tidak diikat dengan baik.
"Hm?"
Oke, ini mulai mengerikan. Sera mengalihkan pandangannya ke buku digenggamnya. Kembali memeriksa pekerjaan rumahnya.
"Pinjam catatan punya lo, ya? Gue lupa," ucap Chicka sambil tersenyum konyol.
"Nanti nilai lo jelek," alibi Sera.
Chicka tersenyum, "Seenggaknya gue masih tetep dapat nilai, kan?"
Chicka menyalin pekerjaan rumah Sera. Setelah selesai menyalinnya, dia memasukkan buku PR-nya ke dalam tas.
"Chicka," panggil Sera, Chicka berdehem.
"Gue pergi dulu, ya?" pamit Sera. Chicka tersenyum, lalu berdehem lagi.
Dengan langkah cepat, Sera menuju ke kelas Kevin. Sesampainya dikelas Kakak sepupunya itu, Sera menghampiri Kevin yang duduk bersama Lanka, Aldi, dan Aldo.
"Bang, chi-"
"Gue tahu," potong Kevin. Sera diam, lalu duduk disembarang bangku dikelas itu.
"Terus? Lo nggak mau bertindak gitu?" tanya Sera.
Kevin menggeleng,"Buat apa?"
"Gue takut!"
Lanka memberinya sebotol air, menyuruh Sera untuk tenang. Sera menerima air itu, lalu meminumnya hingga tandas.
"Sera!" panggil Chicka di pintu kelas.
penampilan Chicka mengundang perhatian siswa-siswi di kelas itu. Penampilannya berubah jika dibandingkan yang tadi Sera lihat. Sekarang, penampilan Chicka mengundang benar-benar mirip Wenda.
"Chicka," lirih Sera.
Dari arah belakang, Wenda dan gengnya merangkul pundak Chicka.
"Hello, Tira. Gimana penampilan sahabat lo? Bagus kan?"
"Lo apain Chicka, bangsat!" teriak Sera emosi.
"Oh, no! Sepertinya sahabat lo nggak suka perubahan lo, Chicka. Sayang sekali, padahal lo cantik."
"Dia cantik dengan caranya sendiri!"
"Percuma cantik, kalau Kak Alan aja lebih milih modelan kayak lo!" Chicka angkat suara.
"Lo," tunjuk Chicka ke arah Sera, "Apa sih spesialnya lo? Cantik nggak, fashion urakan, judes. Sedangkan gue? Gue sempurna!"
"Percuma cantik, kalau cantiknya karena Foundation satu box!" timpal Aldo, dia membalik kata-kata Chicka.
"Percuma cantik, kalau bibirnya di poles sampai merah." Perkataan Aldi mengundang respon bingung dari para siswa-siswi yang melihat pertengkaran mereka.
"Ini namanya menonjolkan tau! Menonjolkan kalau bibir kita sexy!" ujar Wenda tidak terima.
"Sinonimnya bibir lo kejedot, iya?" tanya Aldi, sedangkan kembarannya Aldo tidak kuasa menahan tawa.
Wajah Wenda memerah, dia menahan malu. Wenda melihat kearah Sera, "Masih mending daripada gaya Sera yang kampungan."
Brakk
Lanka menggebrak meja didepannya, sampai meja itu terjatuh. Wenda menatap meja itu takut.
"Wah, mampus. Pak bos Alan ngamuk, hajar aja bos!" dukung Aldo.
"Lan," panggil Sera sambil menahan tangan Lanka. Lanka menatap kearah Sera sambil tersenyum, dia melepas tangan Sera perlahan.
"Ka-kayaknya kita harus cabut deh, " bisik salah satu anggota geng Wenda.
Wenda mendelik tidak suka,"Oh, ya! Kami harus benerin make-up, Bye baby." Wenda melambaikan tangannya pada Lanka.
Saat mereka benar-benar pergi, Aldi menggebrak meja.
"Bisa-bisanya Chicka di pihak orang yang suka bahkan, kegatelan ke Alan! Bukannya lebih bagus di pihak Sera? Perasaannya dihargai, mereka bersaing sportif! Nggak habis pikir gue!" seru Aldi.
"Kalau Aldi aja semarah ini, padahal dia kalem. Apalagi gue!" seru Lanka.
Sera memaksa Lanka untuk duduk di sebelahnya. Dia melihat Lanka yang masih diselubungi emosi.
"Lo tahu, apa yang gue lakukan ketika emosi?" tanya Sera, memaksakan senyumnya.
Setelah melihat senyum Sera, Lanka ikut tersenyum tipis. Senyum Sera bukan hanya candu baginya, tapi juga virus menular.