"Makan, tidur, rebahan, makan, tidur, rebahan lagi, makan, tidur, rebahan lagi. Itu-itu saja yang ada di jurnal kamu?!" tanya Bu Ani.
Beliau memijat pangkal hidungnya, " Kalau gini nilai kamu akan jelek."
Sera menatapnya malas, "Begini bu, saya lebih memperhatikan kejujuran daripada nilai loh."
"Oh, jadi saya yang salah? Memang cewek itu selalu benar! Dan cowok selalu salah!" serunya.
"Bu," panggil Sera.
"Apa?!"
"Saya cewek juga loh bu."
Bu Ani kehilangan kata-kata untuk beberapa saat, beliau menaikkan dagunya berusaha menunjukkan kekuasaan di depan anak muridnya.
"Perilaku kamu yang seperti cowok," ucapnya kemudian.
"Oh," ucap Sera meniru Lanka.
Bu Ani melotot tajam, "Oh?!"
"Iya, Oh," ucap Sera lagi, dia melihat kearah jurnalnya. Bu Ani melihat kearah yang sama, dia menyerahkan buku itu kepada Sera.
"Nih, benerin lagi!"
Sera melotot, "Bu, tapi it-"
"Benerin!" bentaknya.
Sera terdiam, "Oke! Saya bisa kok benerin tanpa melihat!"
Bu Ani tersenyum menantang, dia menyerahkan buku itu di depan Sera.
"Silahkan," ujarnya dengan senyum sinis.
"Dengan catatan, jika kamu tidak bisa kamu harus bersihin lorong sekolah selama satu minggu. Deal?" tantangnya.
"Kalau saya menang, anda harus belikan saya bakso kang ujang dua mangkok, plus bantuin pr saya." Bu Ani mengangguk menyetujui.
'Lihatlah itu, benar-benar mirip Wenda,' pikirnya.
"Deal," ucap Sera sambil tersenyum.
Sera menutup matanya menggunakan dasinya, Ia membalik bukunya sehingga menghadap ke depan wajah Bu Ani.
"Kamu terlalu sombong," ucap Bu Ani sinis.
"Apa bedanya dengan anda? Kecuali, ada tambahan rasa iri, percaya diri, dan ... Obsesi."
Bu Ani menatap Sera tajam, Sera benar-benar murid yang harus dia waspadai.
"Look at this," ucap Sera. Dia membalik halaman buku, ke halaman selanjutnya. Hal itu membuat Bu Ani melotot tidak percaya.