Hari itu berjalan seperti biasanya, walau rumor yang dimunculkan kembali oleh Sera membuat satu sekolah gempar. Tidak hanya itu, semua siswa-siswi mendadak takut dengan Sera.
Termasuk saat ini, Sera duduk di bangkunya dengan santai tidak menghuraukan tatapan disekitarnya. Untungnya Jingga masih setia bersaman dengan Sera. Sera yang terus-terusan ditatap beranjak keluar kelas, Jingga yang melihatnya hanya diam tidak berniat menyusul.
"Pengumuman penting bagi seluruh siswa-siswi SMA Dirgatra."
"Eh? Itu suara Ser- Sera, kan?!" ucap Jingga kaget, ternyata Sera keluar menuju ke radio sekolah.
"Mungkin kalian sempat digegerkan dengan saya yang bertengkar dengan dua kakak kelas saya. Saya disini hanya ingin menyampaikan bahwa saya tidak akan mengganggu kalian, ataupun menindas kalian."
"Buktinya apa?!!" teriak salah satu siswa dikelas Sera.
"Oh? Kau bertanya soal bukti? Saya dengan senang hati memberi bukti kepada mu, kepada kalian semua."
Siswa itu terkejut, ternyata Sera tau yang dia ucapkan. Padahal sera sedang berada di radio sekolah yang jaraknya 10 meter dari kelas mereka.
"Kalian cukup bertindak seperti biasa, dan saya bisa buktikan kalau saya juga akan bersikap biasa juga. Jangan ganggu orang terdekat saya, jangan menghindar, jangan takut, jangan membicarakan tentang saya di belakang. Saya persilahkan kalian untuk tanya di depan wajah saya langsung. Bisa? Jika kalian melanggar hal itu, harusnya kalian tahu apa yang akan terjadi. Sekian."
Murid SMA Dirgatra bergidik, ini bukanlah hal yang biasa. Dan Sera juga bukan orang biasa.
Tidak lama Sera datang lagi, Ia berjalan santai seolah tidak terjadi apa-apa. Sera duduk disebelah Jingga.
"Bagaimana dengan Chicka?" tanya Jingga.
"Terserah dia kalau dia ngejar Lan-" Sera terdiam, dia kelepasan menyebut nama Lanka.
"Yang pasti ... Kalau dia ngejar, dan mereka pacaran ya udah," lanjutnya.
"Huft, Lo masih manggil Kak Alan dengan Lanka? Dia udah jadi bagian berharga di hidup lo." Jingga tersenyum.
"Nggak juga. Karena jatuh duluan tidak menguntungkan, kan?" tanya Sera sambil tersenyum.
Sera melihat Kevin yang kepalanya berbalut perban di depan pintu kelasnya, Kevin berjalan kearah Sera, lalu duduk di sebelahnya.
"Sudah sehat?" tanya Sera.
"Gue denger pengumuman barusan, kenapa lo kembali lagi jadi seperti dulu?" tanya Kevin balik.
"Terus Lo mau supaya gue liat lu yang dipukuli dia?! Di depan mata gue sendiri?!"
Kevin terdiam, ia menghela nafas kasar. Kapan Sera bisa mengerti kalau Kevin mengkhawatirkan kondisi mentalnya. Sedangkan, Jingga yang tidak tahu apa-apa hanya diam melihat pertengkaran keduanya.
"Lo mau bales dendam gue, kan? Nggak usah, karena Dewi ini sudah kembali lagi," ucap Sera berjalan santai melewati Kevin.
Sera berjalan di koridor sekolah, ia tidak sengaja melihat tong sampah dan sebuah ide muncul di otaknya. Dia berjalan menuju kearah Wenda yang sedang melamun dengan tong sampah di tangannya. Sera lantas membuang sampah itu termasuk tongnya kearah wenda, lalu Ia memasukkan tong itu kedalam kepala Wenda.
"Kurang ajar, siapa lo berani sama gu-" Wenda terdiam, dia gemetar melihat tatapan Sera.
"Kenapa? Masa kejayaan pembullyan kuno mu itu ... " Sera menatap wajah pucat Wenda dengan senyuman mengerikan, dia meraih rambut Wenda memainkannya disela-sela jarinya. "Membuatku bosan," lanjutnya.
Dia menarik rambut Wenda, "Jangan membully atau mengajak teman gue melakukan hal yang Lo lakukan ok?"
Wenda mengangguk, air mata mengalir di pipinya, sosok Sera saat ini membuatnya benar-benar ketakutan.
"Kalau gue sendiri yang mau, lo mau apa?" tanya Chicka. Ia tertawa, "Ngomong sepuas Lo, yang pasti Kak Alan udah berpaling. Tinggal tunggu waktu Sera."
"Kalau itu sih," Sera memghampiri Chicka, menyejajarkan tingginya dengan Chicka, "Bukan urusan gue lagi," bisiknya.
Sera pergi dari sana, menyisakan Chicka yang mengepalkan tangannya kuat-kuat, Ia menatap manik mata Wenda tajam.
"Kenapa Lo diam aja?!"
Wenda mendorong tubuh Chicka,"Coba Lo yang diposisi gue!"
"Cabut!"
Wenda pergi melewati Chicka yang berteriak kesal di tempat Ia berdiri.
-o0o-
Jingga berlari tergopoh-gopoh kearah kelasnya, dia menatap Sera yang hanya duduk santai dipojok kelas. Dia menghampiri Sera sambil melongo. Sedangkan Sera yang baru menyadari kehadiran Jingga hanya tetap duduk tenang ditempatnya.
"Apa?" tanya Sera.
"Serius? Lo setenang ini? Seraaaaaa!" teriak Jingga kesal.
"Hadir."
Jingga menghembuskan nafas pelan, lalu Ia menyodorkan pamflet di depan Sera. Sera menerimanya dengan senang hati, terlihat tidak terkejut sama sekali ketika membaca isi pamflet itu.
"Lalu?" tanya Sera.
"Lalu?! Lo bilang lalu? Ini masalah besar Sera! Lo baru aja berantem sama anak kelas XII-2, kelas Kak A-alan. Lo nggak ada takutnya gitu ... Nanti lo bakal ketemu sama mereka lagi," ucap Jingga memelankan suaranya dikalimat terakhir.
"Nggak. Oh ayolah, ini mudah."
"Tentu, adik sepupu gue ini punya insting macan!" seru Kevin dari arah belakang.