-o0o-
Sera terdiam untuk beberapa saat. Ia melangkah mendekat, ingin memastikan siapa itu.
“Lan,” panggil Sera sekali lagi. Nihil, orang itu tidak menjawab.
Saat Sera hampir di dekat orang itu, Sera malah terjatuh karena tali sepatunya yang tiba-tiba terlepas.
“Aww!”
Tanpa sadar, Sera justru terjatuh di atas tubuh orang tersebut. Sera langsung menjauh sedikit dari orang itu. Dia pingsan atau mati sih? Tubuh gue kan agak gendut, ya kali dia nggak bangun, pikirnya.
Di saat Sera tengah sibuk membersihkan roknya dari debu, orang itu bangun lalu menyodorkan sebuah sapu tangan.
Sera menerima sapu tangan itu tanpa melihat si pemberi, “Makasih.”
Orang itu tetap berada di sana. Hanya terdiam memandangi Sera.
“Nih,” ucap Sera sambil mengembalikan sapu tangan itu.
Matanya membulat melihat seseorang yang memberinya sapu tangan tadi adalah orang yang ia temukan pingsan, dan ia tindih. Dan yang lebih buruk, orang itu adalah Lanka.
“L-lo?”
Lanka mengusap rambutnya yang kotor, “Perkenalkan diri Lo.”
“Ha?” Sera melongo.
“Seperti dulu.” Lanka menoleh ke arah Sera, keduanya saling tatap untuk beberapa detik, lalu kembali membuang muka.
“Yang man–”
Pikiran Sera kembali ke masa itu. Masa dimana Lanka terjatuh di depannya dan disitulah awal kisah mereka, kisah yang dengan mudahnya hancur.
“Udah inget?” tanya Lanka. Masih tidak menoleh ke arah Sera.
“Iya,” jawab Sera.
“Kalau begitu lakukan.”
Sera menatap tajam ke arah Lanka.
“Nggak!”
Lanka menoleh, “Kalau begitu biar gue yang lakuin.”
Lanka berdiri, mundur tiga Langkah, lalu menginjak tali sepatunya sendiri. Ia terjatuh beberapa senti dari Sera.
Sera mendengus, “Lalu?”
Lanka menoleh ke atas tanpa berniat untuk duduk ataupun kembali berdiri.
Sera menaikkan alisnya, “Apa?”
Lanka menurunkan pandangannya. Ia tetap berdiam diri di sana, membiarkan mukanya menghadap tanah lapangan. Sesaat kemudian Lanka menghela napasnya.
“Dalaman Lo kelihatan dari bawah sini,” ucapnya.
Reflek Sera menutupi roknya. “Dasar kampret!”
“Bercanda.”
“Apanya yang bercanda! G-gue ....”
“Berisik.”
“Sialan, mati Lo!” seru Sera sambil melempar sebelah sepatunya ke arah Lanka.
“Aduh!”
“Mampus!” Sera mengambil sepatunya lagi, lalu segera pergi dari sana.
Sera menghentak-hentakan kakinya kesal, ia tidak peduli jika orang disekitarnya menatapnya aneh. Rasa marah, kesal, dan sebal bercampur aduk didalam dirinya.
Sejenak Sera terdiam, sebuah senyuman tipis hadir di wajahnya. Sedetik kemudian wajahnya kembali kesal.
“MAUNYA APA SIH?!” teriaknya menggema.