Memiliki gedung perkantoran sendiri merupakan impian dari semua pengusaha, termasuk Edwin. Bergerak dibidang sipil, perusahaan kontraktor bangunan miliknya itu kini telah berkembang begitu pesat. Edwin sekarang memiliki gedung sendiri, walau hanya gedung kecil lima lantai. Pegawai dan karyawan Edwin kini tidak lagi bekerja di ruko sempit yang Edwin sewa dahulu.
Meskipun mendapat gedung baru, karyawan dan pegawai Edwin tetap tidak bahagia. Bukan mengeluhkan mengenai sedungnya, tetapi beban kerja yang diterapkan Edwin yang begitu berat dan ketat. Lembur, lembur dan lembur, hampir selalu diterapkan hampir sepanjang minggu. Bahkan Edwin tidak segan melarang mereka untuk pulang apabila pekerjaan belum beres. Ya, Edwin adalah bos yang kejam. Ia seolah-olah seperti penjajah yang memperkerja-paksakan pribumi. Edwin tidak mengenal ampun, ia sering memarahi pegawainya apabila terlambat masuk, bermalas-malasan saat jam kerja, dan yang terlambat kembali setelah istirahat. Benar-benar figur yang cocok untuk seorang diktaktor. Setelah mendapatkan gedung baru yang lebih luas ini, bukanya malah menambah pegawai, Edwin malah memperkerjakan pegawainya lebih keras.
Tentu, Edwin memiliki banyak hutang yang harus dilunasi demi membayar gedung barunya itu. Bak gayung bersambut, Proyek yang diterima perusahaannya semakin banyak setelah berpindah tempat ke gedung itu. Hal ini benar-benar dimanfaatkan Edwin untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya. Sebuah ketidak-beruntungan untuk karyawannya.
Siang itu di lantai empat gedungnya, Edwin tengah memarahi seluruh karyawan yang ada disana.
"Karena banyak proyek yang baru! Saya melarang divisi perancangan untuk pulang sebelum kalian menyelesaikan rancangan bangunan!!" Ucap Edwin membentak.
"Tapi pak... ini mendadak sekali... Proyeknya pun baru sampai di kantor pagi ini... kami tidak siap untuk lembur" ucap Joni, salah satu karyawan, memberanikan diri.