Lanun

Jatnika Wibiksana
Chapter #5

Wolu

RP alias W yang namanya termasuk satu dari delapan terduga pelaku pengeroyokan I Ketut Giko, ternyata benar Ray Polak dan inisial W adalah singkatan dari Wolu. Berdasar pada materi BAP yang diungkapkan Jimi saat ditemui di Polsek Regol tempo hari, Ray disebut sebagai orang yang menggoncengnya saat melakukan penusukan terhadap I Ketut Giko.

Ray lebih terkenal dengan panggilan Wolu, yang dalam Bahasa Jawa berarti delapan, lantaran alumnus SMP 8 dan SMA 8. Secara kebetulan jari kakinya pun hanya berjumlah delapan, setelah kelingking dan jari manis kaki kanannya remuk kena gebuk linggis dalam sebuah tawuran melawan anak-anak Brinka enam tahun ke belakang. Dan orang yang menyebabkan jari kakinya tersisa delapan tak lain adalah Jimi. Oleh sebab itulah Ray memendam dendam begitu besar terhadap Jimi beserta seluruh anggota Brinka.

Tapi jangan sekali-sekali memanggil dia dengan pelesetan Bolu. Dia tidak suka dan bahkan kadang marah disapa demikian, terutama bila yang memanggilnya berusia lebih muda. Sapaan itu dianggap sebagai ledekan terhadap bentuk tubuhnya yang bulat seperti kue bolu. Dia lebih menerima disapa dengan kata pelesetan Welu, yang dalam bahasa Sunda artinya kentut sembarangan.

Ray bukan sosok sembarangan di geng motor Xtrim. Tidak termasuk pendiri tapi dikenal sebagai salah satu pentolan yang sudah aktif sangat lama. Kerap disemati julukan panglima perang, di luar dugaan rekam jejaknya bisa dengan mudah ditelusuri di dunia maya. Nama Ray disebut dalam sejumlah berkas berita yang berhasil aku kais dari pencarian daring. Tentu saja isinya didominasi hal negatif. Satu-satunya berkas positif yang bisa ditemukan yakni tentang prestasinya menjuarai lomba roadrace tingkat provinsi pada 2001. Selebihnya melulu tentang jejak kriminal.

Di kalangan berandalan motor Kota Kembang, Wolu masyhur sebagai panglima perang yang sangat sadis dan beringas. Hampir tak pernah absen pada setiap bentrok yang melibatkan geng motor Xtrim.

Berwajah indo, tato menjalari hampir sekujur tubuhnya. Kulit bagian dada, punggung, leher, sampai betis, tak ada yang luput kena rajah. Gambar ular naga tertakik seolah sedang melingkar di lengan kiri dengan posisi kepala persis di punggung tangan. Simetris, artistik, warna-warni, dan terlihat begitu menonjol di atas kulitnya yang bersih. Menandakan tato bertarif mahal.

Sementara tangan kanannya mulai pergelangan hingga jelang sikut dirajah dengan garis horisontal melintang-lintang bergradasi tipis-tebal dikombinasikan dengan ornamen bohemian. Desain tato macam demikian banyak dijumpai pada lengan-lengan lelaki suku Mentawai. Masing-masing punggung buku jari bagian atas, kecuali jempol, ditulisi satu huruf jenis Old English tiap jari. Jika huruf-huruf itu dirangkai dengan cara mengepalkan tangan lalu dirapatkan, maka mulai dari kelingking kiri sampai kelingking kanan akan tersusun kata: F-U-C-K-Y-O-U-!.

Ray punya nama lengkap Raymond Polak Hutagalung. Ayahnya ekspatriat asal Toulouse, Perancis, yang bekerja pindah-pindah jadi surveyor perusahaan tambang nikel. Sementara ibunya asli Brastagi. Mereka bertemu ketika ayah Ray mendapat mandat dari kantornya untuk berburu nikel ke Sumatera. Tapi bukan nikel yang didapat, malah gadis Batak nan jelita. Entah siapa yang pertama kali mencetuskan panggilan Wolu. Padahal sama sekali tidak ada unsur Jawa dalam darahnya. Kalau alasan dia dipanggil Wolu hanya karena pernah sekolah di SMP 8 dan SMA 8, kenapa pula tidak dipanggil dengan sebutan huit yang artinya delapan dalam Bahasa Perancis sesuai dengan kandungan lima puluh persen darah yang menggenang dalam tubuhnya. Atau dipanggil oalu yang juga berarti delapan dalam Bahasa Batak, sesuai lima puluh persen lagi darah yang mengaliri urat nadinya.

Sayang ayahnya hanya mewariskan corak Eropa pada warna kulit, bentuk muka, mata, hidung, dan rambut Ray. Namun alpa menurunkan gen tubuh tinggi. Alhasil, dengan perut buncit, perawakan Ray terlihat gempal karena tingginya hanya seratus enam puluh dua sentimeter. Bila ingin mendapat bayangan yang representatif untuk menggambarkan sosok Ray, bisa melihat aktor Dany DeVito, pemeran Penguin dalam film Batman Returns. Seperti itulah lebih-kurang perawakan Ray.

Bukan hanya perawakan, kelakuan Ray pun setali tiga uang dengan tokoh Penguin dalam film Batman Returns itu. Sadis, bengis, pokoknya jahat. Akibat ulah manusia-manusia macam Ray pula yang membuat Bandung sekarang lebih layak dijuluki Gotham van Java ketimbang Parijs van Java. Kota yang selalu berada di bawah kungkungan teror lanun jalanan.

Ray terpaksa hijrah ke Bandung saat kelas empat SD, setelah ayahnya pulang ke Perancis dan tak pernah kembali. Di Bandung, Ray diasuh oleh adik ibunya. Diasuh penuh layaknya anak kandung. Seluruh kebutuhannya mulai dari pangan, sandang, papan, hingga biaya pendidikan, semua ditanggung pamannya yang jadi juragan pabrik roti. Sayangnya, Ray tumbuh jadi anak yang tidak tahu balas budi. Kasih sayang paman-bibinya dibalas dengan pemberontahan. Ray memilih jalan salah, jadi berandalan.

Lihat selengkapnya