Bab ini masih bercerita tentang Vera. Tentang awal kisah percintaanku dengan dia.
RITUAL pagi yang mengasyikan adalah tenggelam di antara koran-koran hangat yang baru saja diangkat dari oven percetakan. Saban pagi datang sedikitnya enam koran harian ke rumahku. Semuanya gratis sebagai fasilitas kantor. Baru tiga koran aku tuntaskan. Hanya dibuka-dibolak-dibalik. Sekadar mengecek judul-judul beritanya saja. Ketika koran keempat hendak kuraih, tetiba seutas SMS masuk. Dari Vera.
"Selamat pagi, Pak! Bagaimana hasil liputan saya kemarin? Sudah bagus apa belum? Mohon masukannya!"
Aku bimbang antara menjawab lagi dengan SMS atau langsung menelepon. Aku ingin mendengar suara Vera. Belum sempat aku putuskan, seutas Ping! menginterupsi via BBM. Ternyata dari Si Bung Redaktur Pelaksana.
Aku timpal dengan Ping! pula.
"Bung, itu tulisan reporter magang, hasil Anda rewrite ya?" Si Bung Redaktur Pelaksana langsung menyahut.
“Sama sekali enggak. Saya hanya buatkan judul, koreksi strukturnya sedikit, betulin salah ketik dan ejaan. Selebihnya hasil dia.”
“Wah yang bener?”
“Bener lah. Kenapa memangnya, Pak Bung?”
“Tulisannya bagus. Berbakat dia. Cocok lah buat pendamping Redaktur Olahraga. Sama-sama berbakat.”
“Memang bagus dia. Tulisannya sudah lumayan banyak dimuat di media. Saya enggak salah pilih kan?”
“Ya ndak mungkin salah lah. Wong milihnya pake hati. Serasi kok!”
“Hahaha. Jangkrik, rek! Malah ke situ…”