Lanun

Jatnika Wibiksana
Chapter #21

Menyongsong Kemenangan

BARON kini sudah berada di Bandung. Bersama kami. Dia diperlakukan istimewa tak ubahnya benda pusaka yang keberadaannya benar-benar dijaga. Dilindungi, dipantau, dan diwanti-wanti agar tidak pergi ke mana-mana. Bahkan melangkah keluar pagar pun tak diijinkan.

Atas sejumlah pertimbangan, selama menunggu hari persidangan Baron diinapkan di Kantor LBH Bandung. Walaupun posisinya sangat penting, kami tak sampai merasa perlu minta bantuan pihak berwajib untuk melindungi Baron. Selama ini, menurut Dewo, keamanan dan ketenteraman Kantor LBH Bandung terbilang alak. Selain tiga orang pekerja tetap yang sehari-harinya ngendon di sana, markas LBH ibarat rumah singgah buat para aktivis atau mahasiswa. Saban hari selalu saja ada yang sekadar numpang tidur.

Pertimbangan lainnya terkait urusan teknis. Dengan menginapkan Baron di Kantor LBH, Dewo leluasa melakukan briefing. Keleluasaan ini menjadi sangat penting mengingat kondisi otak Baron tidak seperti orang normal pada umumnya. Efek bertahun-tahun mengkonsumsi obat-obatan, membuat kemampuan intelektual Baron mengalami degradasi yang luar biasa. Materi-materi briefing harus diberikan secara pelahan-lahan dalam bahasa-bahasa sederhana.

Isi briefing dititikberatkan pada seputar kisi-kisi dan simulasi bagaimana cara mengantisipasi pertanyaan hakim dan jaksa. Dewo telah mempelajari substansi pertanyaan-pertanyaan hakim dan jaksa kepada delapan saksi a de charge51 pada persidangan sebelumnya dan secara spesial memberi garis tebal pada poin ‘mabuk’. Dia memastikan jaksa akan kembali mencecar soal ini, yang pada sidang sebelumnya mengakibatkan anak-anak Viking kalang kabut. Dewo merasa poin ini harus benar-benar diperhatikan. Jangan sampai Baron terkaget-kaget saat jaksa mencecarnya dengan persoalan serupa.

Terlebih lagi Baron sendiri mengaku terus-terang jika dia dan Jimi memang mengkonsumsi obat-obatan saat berangkat ke Sleman. Untungnya ketika perjalanan pulang ke Bandung, mereka kehabisan bekal. Ongkos untuk pulang pun dapat pinjaman dari temannya di Yogyakarta. Jadi keduanya tidak bisa lagi memenuhi keinginan teler. Fakta ini jadi angin segar yang dapat menguatkan alibi Jimi. Setidaknya ada momen beberapa hari di mana Baron bersama Jimi dalam keadaan otak sepenuhnya sadar. Sama sekali tidak berada dalam pengaruh obat-obatan.

“Nanti di persidangan, kamu harus memberikan jawaban yang sejujur-jujurnya, termasuk jika ditanya soal kamu mabuk dalam perjalanan menuju dan selama berada berada di Sleman. Akui saja apa adanya. Jangan coba berbohong hanya karena mau menolong Jimi. Hakim dan jaksanya sudah sangat berpengalaman, jadi hapal betul jika ada saksi yang bohong. Hindari kalimat bertele-tele. Kalau sekiranya tidak mengerti dengan pertanyaan, minta diulang saja. Tidak apa-apa,” ujar Dewo kepada Baron dengan intonasi kalimat yang sangat datar. “Tapi jangan lupa, ceritakan pula bahwa ketika perjalanan pulang ke Bandung, kamu dan Jimi sama sekali tidak mabuk. Ingat, soal ini sangat penting untuk menguatkan alibi Jimi.”

Baron selalu merespons briefing Dewo dengan anggukan pelan. Tak pernah mengimbuhi anggukannya dengan kata ya, oke, siap, atau sumuhun52. Dia baru terlihat antusias ketika diberi tahu teman-temannya dari Viking Distrik Riung berjanji bakal hadir buat memberi dukungan. Dua hari lalu aku meminta secara khusus kepada Mumu untuk mengkoordinasikan rekan-rekannya agar mau hadir ke persidangan. Aku menganggap kehadiran teman-temannya dari Viking Distrik Riung akan memberi suntikan moril yang sangat berarti buat Baron.

Pengkondisian Baron tidak hanya meliputi urusan materi persidangan. Urusan fisik pun tak luput dari perhatian. Agar fisik Baron semakin bugar, Dewo meminta Mang Darun, sopir LBH Bandung, menyediakan makanan bergizi selama Baron menginap di sana. Aku turut menyumbang dua dus multivitamin agar daya tahan tubuh Baron kian mantap menyongsong pertempuran. Sally membawakannya telur ayam kampung dan madu. Kami bergantian terus memupuk keberaniannya agar penyakit mudah gugupnya sedikit bisa diminimalisir. Satu hal lagi, kami meminta Baron agar berhenti merokok. Setidaknya selama menjalani karantina di Kantor LBH sampai hari persidangan. Syukur-syukur bisa seterusnya berhenti merokok. Dan menurut laporan Mang Darun, sejak hari pertama berada di Kantor LBH, dia tidak pernah terlihat merokok.

Syukurlah, Baron dipersiapkan maju ke muka persidangan ketika kondisi fisik dan mentalnya telah sembuh total dari ketergantungan obat. Walaupun harus dilakukan secara pelahan-lahan, dia selalu terlihat manut dan antusias terhadap segala hal yang kami instruksikan. Bahkan dia mau membuka-buka surat kabar yang memuat berita mengenai kasus Jimi.

Melihat kondisi Baron secara keseluruhan, semakin memupuk kepercayaan diri kami yang sempat lumer dalam persidangan sebelumnya. Keyakinan kembali berkobar. Kemenangan bukan lagi keniscayaan.

Seharusnya Baron dihadirkan ke persidangan berbarengan dengan delapan saksi dari anak-anak Viking. Namun Dewo berasumi Baron harus dipersiapkan secara spesial. Jika dihadirkan begitu saja tanpa dipersiapkan secara matang, Dewo khawatir kadar kesaksiannya tidak sesuai harapan. Karena itulah ketika dianggap telah siap seperti sekarang, Baron bisa dihadirkan langsung ke persidangan. Proses administrasinya sama sekali tidak menemui masalah. Majelis hakim telah memberi restu boleh menghadirkannya pada persidangan selanjutnya yang akan dihelat empat hari ke depan.

Dengan hati diliputi optimisme, aku kabarkan keberadaan dan kondisi Baron kepada semua. Kepada Vera, kepada Jimi sendiri dan keluarganya, juga tak lupa kepada buku catatan yang telah dengan setia menemaniku dalam enam bulan terakhir.

“Keajaiban itu pada akhirnya datang juga. Dan tak ada seorang pun yang bisa mencegahnya. Tidak hakim, tidak juga jaksa. Keajaiban itu adalah Baron. Pencetak gol kemenangan buat tim kami dalam pertandingan panjang ini.” Itulah kalimat yang aku takik di akhir catatan tadi malam sebelum tidur.

Dua hari menjelang sidang, kami kembali berembuk. Mematangkan strategi. Juga menyusun rencana bagaimana cara memboyong Baron dari Kantor LBH ke gedung pengadilan.

Rembukan menyepakati tiga opsi. Opsi pertama, Dewo menjemput Baron ketika berangkat dari rumah menuju medan tempur. Opsi kedua, Baron diantar khusus oleh Mang Darun yang memang senantiasa siap siaga di Jalan Reog Nomor Enam. Opsi ketiga, aku yang menjemputnya. Tapi opsi ini aku tampik dengan halus, karena sebelumnya aku harus terlebih dahulu menunaikan kewajiban rutin harian menyusun proyeksi liputan pada rapat redaksi. Takut waktunya terlalu mepet dengan jadwal sidang.

Lihat selengkapnya