Agra sempurna menoleh, melihat ke orang yang langkah kakinya ia dengar tadi.
Melihat orang itu, Agra bernapas lega. Tapi, tidak lama ekspresinya terlihat kesal.
“Kenapa kau ke sini? Sudah kubilang untuk pergi, ‘kan?” protes Agra kepada Mila lirih.
Gadis itu terus saja berjalan ke arahnya sambil memanyunkan bibir.
“Aku sudah pergi tadi. Tapi firasatku buruk, jadi aku kembali,” jawab Mila lirih seketika sudah berdiri di depan Agra.
“Kau tidak berpapasan dengannya, ‘kan tadi?”
“Tidak kok. Waktu mobilnya lewat, aku sudah menyembunyikan motornya di dalam gudang dekat sini. Tahu dia pergi, aku langsung berlari ke sini.”
“Hmm.” Agra hanya bisa menghela napas.
“Ini tempat apa? Mau masuk?”
“Aku tidak tahu. Yang jelas aku mau masuk, tapi bisa jadi berbahaya, Mil. Harusnya kau tidak ikut.”
“Nanti saja berdebatnya. Ayo kita masuk, sebelum dia datang lagi ke sini.” Mila segera mengalihkan pembicaraan.
“Hmm. Oke, tapi waktu di dalam nanti, turuti semua perkataanku. Jangan berdebat. Paham?”
“Iya, ih. Ayo cepat masuk!”
Agra benar-benar berat mengajak Mila masuk ke tempat yang entah apa itu.
Tapi, semuanya sudah terlanjur, mau tidak mau ia harus segera memeriksa ke dalam.
Suara pintu digeser terdengar. Agra lantas berkata, “Ikuti aku, jangan jauh-jauh!”
“Ehm.” Mila mengangguk mantap.
Mereka berdua pun masuk ke dalam gudang itu. Cahaya matahari yang masuk melalui ventilasi di bagian atap gudang menyinari bagian dalam gudangnya.
Ruangan gudang yang mereka masuki itu penuh dengan tumpukan kardus-kardus minyak goreng.
Melihatnya, Agra semakin yakin bahwa Paman Momon memang penimbun minyak goreng yang sedang langka di daerah mereka.
‘Astaga, ternyata penimbun? Benar-benar jahat,’ gumam Mila dalam hati, akhirnya menyadari kenapa Paman Momon memiliki stok minyak goreng yang banyak selama penyelidikan sebelumnya.
Agra sendiri terus berjalan masuk ke dalam. Mila mengekorinya dari belakang.
Mereka berdua berjalan menuju ke ruangan lain di dalam bangunan gudang itu.
Semakin masuk ke dalam, pencahayaan menjadi berkurang.
“Gra!” panggil Mila lirih.
Agra lantas menoleh, menatap Mila seolah sedang bertanya ada apa?
Mila menunjuk ke arah ruangan di samping kiri yang terlihat pintunya terbuka sambil mulutnya mengeja, “Itu.”
Pandangan mata Agra pun melihat ke arah ruangan yang ditunjuk oleh Mila tadi.
Di sebelah kiri memang ada beberapa pintu ruangan. Namun, hanya pintu ruangan itu saja yang terbuka.