Melihat dua orang yang tampak seperti preman itu, Agra pun berkata kepada Mila, “ Mil, kau jaga Paman Wicak ya?”
“A-apa? Kau sendiri mau apa?” tanya Mila.
“Aku akan coba lawan mereka, kau jaga Paman Wicak untukku. Bisa, ‘kan?” Agra sudah menatap Mila.
Belum sempat Mila menjawab, suara tawa terdengar dari preman yang rambutnya gondrong. “Hahaha.”
“Melawan katanya?!” imbuh preman gondrong sambil menatap ke arah rekannya.
Laki-laki dengan kepala botak yang menjadi rekan preman itu tampak menyeringai. “Berani juga dia sepertinya.”
Paman Momon tampak sibuk menghisap rokok yang baru ia sulut, menatap Agra meremehkan.
Dari tadi, ia dan Agra memang saling menatap seperti musuh bebuyutan.
Setelah asap rokok terhembus keluar, Paman Momon pun berkata kepada kedua anak buah premannya, “Jangan terlalu keras.”
“Siap, Bos!” jawab preman kepala botak.
Agra pun tampak sudah menyerahkan Paman Wicak kepada Mila. “Tolong jaga Paman Wicak, Mil.”
“Kau yakin?” tanya Mila.
“Ehm.” Agra mengangguk mantap.
‘Aku akan berusaha menjauhkan mereka dari kalian berdua, sampai bantuan datang,’ imbuh Agra dalam hati.
Mila menyangga tubuh Paman Wicak sendirian. “Hati-hati, Gra!” kata Mila dengan nada suara khawatir.
Agra tersenyum tipis, berusaha membuat Mila tidak terlalu khawatir.
Lalu, ekspresinya berubah seketika sudah menoleh ke arah kedua preman yang berjalan mendekat ke arahnya.
Mila yang melihat kedua preman hendak menyerang Agra sekaligus pun berceletuk. “Hei, beraninya keroyokan. Kalau berani satu-satu dong!”
“Heh.” Preman kepala botak menyeringai. Lantas, berkata kepada rekannya, “Bagaimana kalau kau urus dia, aku yang urus perempuan bermulut beo itu?”
“Lumayan cantik juga. Kau memang tidak mau rugi sekali,” sahut preman rambut gondrong.
Mendengar percakapan mereka tentang Mila, Agra wajahnya sudah memerah.
Melihat ekspresi Agra, preman rambut gondrong berceletuk. “Wah… Pacarnya marah sepertinya.”
“Jangan pernah kau bicara tentangnya lagi!” tandas Agra dengan nada suara mengancam.
“Oh…. Takut…!” Preman rambut gondrong justru mengejek Agra.
Sementara itu, Mila juga tampak terkejut dengan kata-kata Agra tadi.
Agra memang selalu melindunginya selama ini, tapi ia lebih banyak langsung mengambil tindakan tanpa berkata-kata yang membuat Mila terbawa perasaan begitu.
Satu langkah preman kepala botak akan melewatinya, berusaha menuju ke arah Mila dan Paman Wicak, Agra langsung saja menariknya.
“Dan jangan mendekatinya juga!” kata Agra sambil melayangkan tinjunya.
BUK!
Satu pukulan menyasar wajah preman berkepala botak hingga tubuhnya lunglai seketika.
“Kurang ajar!” Preman berkepala botak itu pun akhirnya murka. Ia tidak menyangka pukulan Agra sekuat itu tadinya.
Agra dan preman berkepala botak itu berjibaku saling serang satu sama lain.
Mila dan Paman Wicak melihat dengan khawatir. Gadis itu bahkan ikut merintih saat melihat Agra terkena pukulan.
“Bagus, Gra!” celetuk Mila saat melihat Agra terlihat lebih unggul dibandingkan preman botak.