Saat Ini
Suara ketel berbunyi panjang sebelum aku memulai cerita.
“Oh, sebentar, saya harus membuatkanmu sesuatu yang hangat agar kau tidak terkena flu.” Ucap Kama.
“Oh, ya silahkan. Terima kasih.” Balasku.
Selagi Kama bergelut di dapur, aku menyisir pandanganku pada ruangan yang membuat Kama banyak menghabiskan waktunya di rumah ini. Mataku tertuju pada sebuah lukisan di sisi dinding sebelah kiri dari ruang muka. Tampak lukisan bunga anggrek bertengger anggun di sana. Aku cukup lama memandangnya, karena selain hanyut dalam keindahan lukisan flora endemik Indonesia itu, lamunanku juga menguar ingatan tentang cerita Lara yang juga sangat menyukai bunga anggrek. Itu adalah jenis anggrek bulan. Salah satu jenis yang mudah ditemui di perkotaan. Mungkin itu juga menjadi alasan Kama menaruh dua pot anggrek di dalam rumah seperti yang kulihat di ruang muka dan di sudut ruangan ini. Atau hanya kebetulan saja dia juga menyukai anggrek dan bunga itu adalah salah satu yang mudah dijumpai di kota ini? Aku bertanya-tanya sendiri.
“Anggrek bulan. Lara sangat suka bunga itu.” Tiba-tiba Kama sudah kembali dengan membawa dua cangkir teh poci hangat dan memberikan salah satunya padaku.
“Terima kasih.” Aku memalingkan wajah dari lukisan dan menatap Kama.
Di bahu Kama bertengger handuk kecil berwarna putih yang kemudian juga ia berikan padaku. “Terima kasih lagi.” Sambutku pada handuk yang ia beri.
Aku kembali melihat satu kebaikan dari tuan rumah yang menemukan tamunya kebasahan. Memberikan sebuah handuk kering adalah hal yang lumrah dan bentuk sopan santun dari yang punya rumah. Jadi kupikir juga, sepertinya Kama tidak sedingin yang Lara ceritakan, karena setidaknya dia tahu bagaimana caranya bersikap seperti manusia kebanyakan.
“Apa lukisan itu kamu yang buat? Lara sangat menyukai anggrek sejak lama sekali.”
“Iya, dan itu masih baru. Lara belum pernah melihatnya.” Kama terdiam sesaat. “Kamu tahu mengapa Lara menyukai bunga anggrek?” tanya Kama.
“Tentu. Neneknya memiliki banyak koleksi tanaman di rumahnya, salah satunya adalah anggrek yang cukup banyak mengambil tempat.”
“Dia tidak pernah menceritakan tentang neneknya pada saya.” Kama menatapku. Kurasa kali ini cerita akan benar-benar dimulai.
“Sedari kecil dia lebih banyak menghabiskan waktu bersama neneknya. Sekolahnya juga berada dekat dengan rumah neneknya. Meski kota itu kecil, kesibukan kedua orang tuanya tidaklah kecil. Oleh karena itu waktu siang Lara akan berada di rumah neneknya dan waktu malam ia akan berada di rumah orang tuanya, hanya untuk mandi dan tidur. Itulah mengapa bisa dibilang juga kalau dia lebih dekat dengan neneknya dibanding orang tuanya. Tapi percayalah padaku. Hubungan Lara dan kedua orang tuanya baik-baik saja. Mereka, termasuk sang nenek, sering pergi berlibur saat akhir pekan atau saat libur nasional.”
Kama memperhatikanku dengan baik. Lara benar untuk hal lainnya, Kama adalah pendengar yang baik.
“Lalu, karena di rumah sang nenek ada cukup banyak koleksi tanaman, Lara juga sering menghabiskan waktu untuk merawat tanaman-tanaman itu. Anggrek adalah salah satu yang paling banyak di sana termasuk jenisnya yang beragam. Tapi dari semua itu, Lara paling suka anggrek bulan.”
“Karena warna putihnya melambangkan kesucian hati, penghormatan, dan kerendahan hati.” Kama melanjutkan.
“Ya. Itu yang diucapkan neneknya. Banyak sekali pengaruh baik yang ditularkan oleh neneknya. Hingga kurasa banyak kemiripan juga di antara mereka.”
“Entahlah. Saya tidak bisa melihatnya.”