Tidak seperti yang kubayangkan, rencana kedua ini berjalan penuh kejutan. Sampai mereka kembali, aku masih tidak tahu harus bereaksi apa. Mungkin sedih? Atau senang? Entahlah. Berhasil atau tidaknya rencana kedua ini, silahkan kalian nilai sendiri melalui cerita yang akan kubagi berdasarkan cerita dari mereka yang datang ke tempat pertemuan itu.
*
Tuan Haki datang lebih dulu di sebuah rumah makan sunda lesehan bernuansa alam. Meski salah satu promosi andalan mereka adalah tempat makan lesehan, pengelola rumah makan ini juga menyediakan pilihan tempat berupa sebuah ruangan dengan dekorasi formal, selain gazebo-gazebo dari bambu yang dipakai untuk makan secara lesehan itu. Ruangan formal di rumah makan ini berisi sebuah meja panjang dengan banyak kursi, biasanya dipesan untuk pertemuan antar dua perusahaan yang akan mengadakan rapat kerja sama sambil makan siang. Fasilitasnya pun sangat mendukung kegiatan untuk pertemuan formal, seperti papan tulis putih beserta spidol dan penghapusnya, proyektor, layar, sound system dan microphone, bahkan sebuah laptop. Khusus di ruangan ini, untuk penyajian makanannya sendiri disediakan paket per-orang, jadi tidak ada kegiatan para tamu sibuk menggerakkan tangannya kesana-sini untuk mengambil lauk seperti makan di tempat lesehan yang lauk-pauknya bertebaran seluas meja. Lagi pula, meski mereka memilih rapat di tempat makan, mereka tidak akan benar-benar makan. Pemilihan tempat ini hanya sebatas menghadirkan kesan akrab – tapi tidak melanggar batas antar perusahaan – agar kesepakan yang diinginkan bisa tercapai.
Namun, meskipun konsepnya luar biasa, ruangan ini jarang sekali diisi. Di kotaku yang kecil seperti ini, sangat jarang ada dua perusahaan yang mau melakukan rapat kerja sama di rumah makan meskipun rumah makan ini menjadi salah satu yang paling terkenal di kotaku. Peminat untuk ruangan ini tak jarang malah berasal dari kota sebelah, atau dari ibukota provinsi yang jaraknya satu jam kendaraan roda empat dari kotaku. Pokoknya, ruangan ini sangat jarang diminati, tapi juga tidak dihilangkan keberadaannya.
Sementara itu, di area gazebo yang menjadi andalan tempat makan ini, lebih sering digunakan oleh sekumpulan keluarga, teman-teman, atau para karyawan yang ingin berkumpul sambil menikmati masakan sunda sepulang kerja. Setiap gazebo hanya memiliki sebuah meja rendah berbentuk persegi panjang yang dilengkapi dengan bantal alas sebagai tempat duduk untuk para tamu. Kapasitas tiap gazebo juga bermacam-macam tergantung dari ukuran gazebonya, ada yang berkapasitas 6 orang, 10 orang, 15 orang, sampai 20 orang. Semakin masuk ke bagian dalam rumah makan, semakin besar gazebo yang disediakan. Dengan berlesehan seperti ini, suasana terasa jadi lebih akrab dan hangat karena para tamu duduk tanpa sekat yang membatasi mereka.
Awalnya, kukira pertemuan untuk rencana kedua ini akan diadakan di sebuah ruangan VVIP, ruangan yang lebih tertutup dari dua pilihan sebelumnya, karena khusus untuk ruangan VVIP ini, lokasinya berada di bagian yang tidak terjamah tamu lalu-lalang. Untuk mencapainya saja harus melewati lorong di samping ruang karyawan dan atasan yang ditempati pemilik rumah makan ini. Namun ternyata, Nyonya Erna memilih gazebo sebagai tempat pertemuan mereka siang ini. Tempat yang sangat terbuka dengan pemandangan kolam ikan mas di belakangnya.
Tuan Haki diantar oleh salah satu karyawan yang bertugas melayani tamu ke gazebo nomor 5 yang sudah dipesan atas nama Nyonya Erna. Setelah Tuan Haki duduk dan melepas topi fedoranya, para pelayan rumah makan lain datang silih berganti membawa masakan ala rumah makan sunda yang bermacam-macam. Mulai dari nasi di bakul anyaman bambu, cah kangkung, tempe goreng, tahu goreng, sambal goreng, perkedel jagung, sayur asem, ikan asin, pepes tahu, dan ah terlalu banyak untuk kusebut satu-persatu. Yang pasti, tidak ketinggalan ikan mas goreng dan lalapan berupa daun kemangi, daun selada, daun pohpohan, kol, timun, sampai terong hijau tersedia di sana. Padahal aku tahu, Nyonya Erna tidak terlalu suka makanan serba goreng seperti ini, melainkan Tuan Haki yang sangat menyukainya! Sebelum pelayan terakhir pergi setelah membawa aneka macam jus sebagai minuman, Tuan Haki memesan teh oolong untuk menyeimbangkan makanan serba goreng favoritnya itu.
Nyonya Erna dan Tuan Joe pun datang. Mereka berdua serasi sekali dengan pakaian biru gelap dan bawahan hitam. Tema pakaian dari pasangan suami istri itu serasi dengan wajah langit di atas rumah makan saat itu, mendung.
“Halo, Haki. Sudah lama?” Nyonya Erna menyapa.
“Hai, Erna. Tidak juga, kira-kira baru 10 menit.”
Tuan Joe kemudian duduk disamping Tuan Haki dan bersalaman dengannya. Sementara Nyonya Erna duduk di sebrang mereka.
“Bagaimana kabar kebun tehmu Haki? Kudengar sekarang kamu mulai berbisnis.”
“Ah, rasanya terlalu berlebihan jika dibilang berbisnis. Aku hanya berusaha berbuat baik, angka keuntungan di sana hanyalah bonus untukku, bukan yang utama.”
“Betul sekali! Bagaimanapun kamu menganggapnya, itu tetap menguntungkan, bukan? Hahaha.” Tuan Joe berusaha mengakrabkan diri. Tawanya kemudian diikuti Tuan Haki dan Nyonya Erna.
“Sudah cukup basa-basinya, ayo kita makan. Tidak baik mendiamkan makanan terlalu lama.” Ucap Nyonya Erna. “Aku sengaja memesan tempat ini untukmu, Haki. Berikut menu makanannya. Kamu suka masakan sunda, kan?”
“Ya, aku suka. Terima kasih Erna.”
Di sela-sela kegiatan makan, mereka masih membicarakan bisnis restoran yang dikelola Nyonya Erna, Bunteki-nya Tuan Haki, dan pekerjaan Tuan Joe di kantor. Mereka memilih mengobrol basa-basi sembari menghabiskan makan. Terlihat jelas kalau Nyonya Erna ingin memanjakan Tuan Haki dengan semua hidangan favoritnya. Terlihat jelas juga kalau maksud dari Nyonya Erna itu adalah agar pertemuan mereka kali ini berjalan lancar, meski Nyonya Erna belum mengetahui secara pasti apa maksud Tuan Haki meminta pertemuan ini. Nyonya Erna seperti menaruh harapan kalau apapun yang ingin dibicarakan oleh Tuan Haki, semata-mata adalah kebaikan untuk mereka semua.
Tak lama kemudian, saat makanan dari masing-masing piring Nyonya Erna, Tuan Joe, dan Tuan Haki hampir habis, Lara dan Thomas datang ke tempat mereka. Kedatangan yang sebelumnya hanya diketahui oleh Tuan Haki itu, jelas membuat Nyonya Erna dan Tuan Joe terkejut sampai keduanya tersedak.
“Lara? Thomas? Kenapa bisa di sini?” Nyonya Erna bertanya.
“Aku ingin ikut makan siang dengan ibu dan ayah, juga Tuan Haki. Boleh, kan?”
“Tentu boleh, Lara, Thomas. Kemarilah.” Sambut Tuan Haki.
Pandangan Nyonya Erna menyiratkan tanda tanya kepada Tuan Haki, yang kemudian dibalasnya dengan senyuman.
“Terima kasih, Tuan Haki. Terima kasih, Mah, Pah.” Thomas menarik pelan tangan Lara untuk masuk ke dalam gazebo dan duduk di samping Nyonya Erna.