Hari pernikahan Lara dan Thomas pun tiba. Namun, tentu saja kejadiannya tidak sesuai seperti yang diharapkan Nyonya Erna. Ia mengurung diri di dalam kamar seharian. Sebuah kebaya berwarna kuning emas menggantung di dekat jendela, serasi dengan kain motif batik baduy yang juga ada di sana, melambai-lambai tertiup angin yang berhembus pelan dari lubang jendela. Kebaya dan kain batik baduy yang sebelumnya sudah dibungkus rapi di dalam koper itu sengaja ia keluarkan kembali dan digantungnya di sana. Tepatnya saat ia kembali dari pertemuannya bersama Lara, Kama, Thomas, dan Tuan Haki. Isi koper yang sudah ditata rapi ia balik hingga tumpah, dan hanya kebaya kuning emas beserta kain batik baduy itu yang ia selamatkan.
Nyonya Erna meringkuk di atas kasurnya dan menghadap ke jendela itu. Pandangannya menatap sedih ke arah kebaya dan kain batik baduy itu. Sudah dua hari ini ia menolak makan, juga menolak lupa pada kejadian di rumah makan tempo hari. Harusnya hari ini dia sudah ada di Hawaii bersama Thomas, Lara, dan Tuan Joe. Harusnya hari ini ada pesta pernikahan kecil di Hawaii sana, dan Nyonya Erna yang terlihat anggun dengan sepasang kebaya emas dan kain batik baduynya sedang menyalami tamu kerabat yang datang. Bayang-bayang harapannya itu tampak jelas di pelupuk matanya. Maka jika matanya sudah tidak kuat lagi menatap kebaya dan kain batik baduy itu, ia akan memejamkan matanya rapat-rapat, berharap itu bisa membawanya ke dunia lain yang lebih indah – dunia mimpi.
Namun, Nyonya Erna sering lupa kalau tidak semua mimpi itu indah. Selama dua hari, mimpinya selalu tentang raut wajah Lara yang sedih saat mengutarakan isi hatinya di rumah makan itu. Mimpi yang dialaminya juga berupa tatapan lembut Thomas saat berusaha menenangkan emosinya. Ah, Nyonya Erna sangat menyayangi kedua anaknya itu. Ya, ia menyayangi Lara sebagai anak kandungnya, ia juga menyayangi Thomas sebagai anak angkat dan mantan calon menantunya. Sebagai seorang ibu, hatinya terasa hancur saat anak-anaknya mengira niat baik yang ia rencanakan sejak lama malah akan membawa keburukan untuk mereka. Nyonya Erna terlalu sayang pada Lara dan Thomas, hingga tidak ingin mereka salah memilih pasangan. Nyonya Erna merasa sudah sangat mengenal Lara dan Thomas, hingga ia merasa bahwa menyatukan mereka dalam satu keluarga adalah keputusan yang terbaik, hidup bersama untuk selamanya. Dengan begitu, Nyonya Erna jadi tidak perlu khawatir akan kehilangan Lara karena dibawa suaminya yang bukan Thomas, dan tidak perlu khawatir Thomas akan pergi bersama istri yang bukan Lara, dan meninggalkannya kesepian. Nyonya Erna sudah terlalu sayang, sampai berakhir mengekang.
Berbeda dengan Nyonya Erna, Tuan Joe tampak banyak berubah. Selama dua hari ini ia datang mengunjungi Lara yang menginap di rumahku. Ia ingin memastikan kalau Lara baik-baik saja bersamaku, juga bersama Thomas, Tuan Haki, dan Kama. Bahkan, Tuan Joe juga sempat beberapa kali meminta bicara dengan Kama, berduaan saja. Aku tidak bisa menebak pembicaraan apa yang terjadi di antara mereka, karena raut wajah Kama juga tidak pernah membocorkan isi pembicaraan mereka. Setiap kali Tuan Joe pulang, Kama akan langsung bersikap biasa saja, seolah memang pembicaraan mereka tidak ada pengaruhnya terhadap keadaan yang serba canggung saat ini.
Namun, aku sedikit tahu percakapan antara Lara dan Tuan Joe tiap kali mereka bertemu. Seperti biasa, Lara yang menceritakan semuanya padaku.
“Apa kamu terkena flu? Rumah Sarah terasa sangat dingin di malam hari.”
“Tidak ayah, aku baik-baik saja. Aku sehat. Ayah sendiri bagaimana? Ibu bagaimana?”