"Larasati adalah calon satu-satunya Ki Dukuh, jadi tidak perlu ada penghitungan atau seleksi apa pun. Ia yang akan menjadi calon Manten Kemlamut malam purnama mendatang. Itu sudah pasti." Suara Pak Satiyo agak tinggi karena mulai kesal dengan musyawarah yang berjalan alot dan tidak juga mencapai kata sepakat.
Di sebuah ruangan remang hanya berpenerangan lampu sentir yang berkedip-kedip, sedang berkumpul empat orang laki-laki tua. Mereka sedang melakukan musyawarah tahunan yang di hadiri Tetua Dusun dan wakil dari masyarakat dusun yang dituakan oleh penduduk setempat. Mereka seperti dewan dusun yang membahas hal-hal penting mengenai hal penting seperti Ritual Manten Kemlamut yang akan diadakan pada purnama pertama tahun ini.
"Ya ya ya, aku tahu Pak Satiyo, tapi bagaimana kalau tanggal wetone³⁰ si Laras tidak cocok dengan keinginan yang mbaurekso³¹ dusun ini? Bukankah semua sudah ditentukan dan panjenengan³² sudah pada tahu sendiri, itu juga tidak ada gunanya nanti? Hanya akan menjadi ritual yang sia-sia! Bukan begitu Pak Kadi?"
Ki Dukuh mengalihkan tatapannya pada Pak Kadi yang dari tadi belum menyampaikan pendapatnya.
———————
³⁰Hari lahir
³¹Anda
"Benar Ki Dukuh. Tapi ada benarnya juga pendapat Pak Satiyo tadi, jika mengingat yang berusia delapan belas tahun hanya Laras. Itu artinya tidak ada pilihan lain. Mungkin nanti bisa diadakan sesaji untuk Sang Kolojogo sebagai ritual untuk menjawab keganjilan ritual tahun ini."
Kadi menyampaikan pendapatnya dan di disejui dengan anggukan dari anggota lain.
"Baiklah. Mungkin memang sudah begitu jalannya. Semoga ritual bisa berjalan lancar meski si manten kemlamut wetonnya tidak sesuai. Mudah-mudahan sang Kolojogo yang mbaurekso wilayah kita tidak kecewa, tetap memberikan kesuburan hidup penuh toto titi tentrem dan panen melimpah ruah." Jeda, Ki Dukuh menghela napas sebelum melanjutkan ucapannya. "Pak Wakiyo, njenengan kabari si Ratmi, Ibune Laras. Malam kliwon³² menemui saya,” ucapnya sambil menatap Wakiyo yang dari tadi hanya manggut-manggut mengiyakan ucapan anggota lainnya.
"Njih. Ki Dukuh. Segera saya kabarkan. Mudah-mudahan Yu Ratmi lilo legowo, semringah atine³³."
"Kui pasti." ucap Ki Dukuh seraya tertawa disusul suara tawa Tetua Dusun yang lainnya.
——————-
³²Hari jawa
³³Ikhlas dan senang hatinya
***
"Tuan Muda, tampaknya Laras sudah sadar."
Seorang pria bertubuh tinggi dan kurus tampak menyenggol lengan seorang pemuda yang sedang duduk bersandar di bawah pohon rindang tempat mereka mengamati seorang gadis yang tadi tampak tidak sadarkan diri.
Si pemuda langsung bergerak dengan gesit menyibak tanaman semak di pinggir jalan dengan hati-hati. Ia melihat Laras yang berusaha bangun sambil memegangi kepalanya. Laras menengok ke kanan kiri dengan wajah waspada yang masih pucat, lalu beringsut duduk dan memeriksa tubuh bagian depannya.
Bukankah pemuda tadi memanah Laras? Tapi kenapa tidak ada bekasnya? Seharusnya panah itu mengenai perut atau dadanya, jika dilihat dari arah busurnya.
Masih dengan raut ketakutan Laras berusaha bangun.
Melihat hal itu si pemuda lantas mengangguk dan si pengawal yang tak lain adalah Jono segera memasang topi caping dan menjinjing keranjang berisi daun jati dan buah mangga Kueni yang harumnya menyebar ke mana-mana.