Sore yang teduh saat Hara keluar dari kelasnya di mata kuliah terakhir. Dia harus datang ke ruang Badan Eksekutif Mahasiswa guna mengembalikan kunci vespa milik Zain. Hara tak akan pulang dengan Zain karena temannya itu pasti akan lembur di kampus untuk persiapan penyambutan mahasiswa baru. Sedangkan, malam ini Hara akan makan malam dengan papanya.
"Aku balik duluan," kata Hara setelah melempar kunci vespa ke arah Zain, tepat setelah dia sampai di depan pintu ruangan BEM yang tampak ramai. "Oh iya, Jas almetnya mana?"
Zain yang berdiri dengan kaos hitam polos itu malah tersenyum sembari menggaruk tengkuknya. "Anu, mau dipinjem lagi sampai besok."
"Aku dihukum waktu makul pratikum, tahu!"
Mendapati wajah Hara mulai merah dengan ucapan yang terdengar kesal, Zain hanya nyengir kuda lalu menutup pintu ruang BEM lebih cepat dari pada Hara sempat melanjutkan ucapannya. Zain punya firasat buruk jika sudah melihat mata Hara menatapnya tajam.
"Maaf, hyung. Gue harus kerja lembur bagai kuda!" teriak Zain dari dalam ruang BEM.
Laki-laki yang sekarang menenteng jaket denim itu berdecak kesal, hampir dia mendobrak pintu ruang BEM jika saja tak mendapat tatapan tajam dari seseorang di sampingnya. Hara kesal karena mendapat omelan dari dosen killer di kelas pratikumnya, dan sekarang dia ditatap aneh oleh seorang laki-laki yang sedikit lebih tinggi darinya, mengenakan jas almamater yang mengesankan bahwa dia juga anggota BEM.
"Kamu ada urusan lain di sini?" tanya laki-laki dengan jas almamater biru tua sembari mengamati Hara lekat.
"Enggak."
"Kalau begitu bisa tolong minggir? Kakimu menghalangi jalan!"
Hara mendesis, kesalnya bertambah. Dia menatap laki-laki itu, lalu membaca nama di jas biru tuanya. "Amar Baga," ujar Hara dengan suara kencangnya.
"Iya?"
"Enggak ada," jawab Hara dengan senyum sinis. "Cuma ngeselin aja!"