Laskar Harapan : Sekte Nada Minor

Si Dino
Chapter #1

Prologue

“Mah?” “Yah?” Suara anak itu terdengar gentar saat terbangun dari tidurnya. Ia bingung karena kegelapan tiba-tiba menyelimuti kamarnya yang biasa diterangi oleh lampu malam di sudut ruangan.

Ia mencoba menajamkan penglihatannya. Foto-foto dan piala lomba melukis tingkat SD di dinding kamar yang biasa ia lihat setiap kali beranjak dari tempat tidur tetap saja tidak terlihat sama sekali.

Anak itu melayangkan pandangannya ke luar jendela, berharap mendapatkan cahaya dari lampu kompleks ataupun lampu rumah seberang. Namun, hanya kegelapan yang menyapa matanya.

Sambil menatap ke cermin di lemari kamar, ia menunggu matanya terbiasa dengan kegelapan ini.

“Mah? Yah?”, sekali lagi anak itu mencoba memanggil orangtuanya.

...

Hanya keheningan yang menjawab panggilannya.

Perlahan, stiker bintang-bintang glow in the dark yang menghiasi sekeliling kamar mulai membantu anak itu melihat dalam kegelapan. Ia mulai dapat melihat siluet tubuhnya yang samar-samar terbentuk di cermin kamar.

Ia sedikit terpana melihat pantulan dirinya di cermin. Rambut pendeknya diterangi sinar samar bintang-bintang glow in the dark. Cahaya hijau menyelimuti kulitnya yang kecokelatan. Matanya yang bulat sempurna pun ikut memantulkan cahaya layaknya aurora. Anak itu terdiam, terpesona dengan pantulan dirinya, sampai ia lupa akan niat awalnya... mencari ayah dan ibunya.

KLONTANG!

Anak itu langsung memeluk aku. Kepala mungilnya bersembunyi di balik tubuhku yang gempal. Ia berharap. Setidaknya, kalau-kalau muncul hantu atau penjahat, aku bisa melindunginya.

Anak itu terus bersembunyi selama beberapa lama...

...

...

...

...

Suara kaleng terjatuh itu sudah menghilang. Namun rasa takut yang datang bersamanya masih tertinggal. Bahkan kini, rasa takut itu mulai merayap, mencari celah untuk mengusik pikirannya.

Anak itu mencoba untuk memanggil kedua orangtuanya sekali lagi, namun mulutnya hanya bisa terbuka tanpa bersuara.

Cahaya dari bintang-bintang glow in the dark mulai meredup. Waktunya tak banyak. Ia segera berlari kecil menuju pintu kamar. Dengan langkah kecil, ia berlari menuju pintu kamar, mencoba mengabaikan rasa sakit saat menendang atau menginjak mainan yang berserakan di lantai.

Lihat selengkapnya