Laskar Harapan : Sekte Nada Minor

Si Dino
Chapter #3

The Starry Night

"ASA! ASA SHAFIRA!" Samar-samar suara teriakan itu membangunkan Asa yang tak sadarkan diri. Asa mencoba membuka matanya yang masih berkedut karena sisa sengatan listrik.

"Asa, cepat! Di sini tidak aman!" Asa sebenarnya bingung, kenapa bisa ada laki-laki yang masuk ke kamar kosnya? Namun, nada panik laki-laki tersebut membuat Asa tak memperdulikan kejanggalan itu. Asa mengambil selimut untuk menutupi tubuhnya yang hanya mengenakan piama. Ia mencoba melihat sekeliling. Masih tengah malam. Laki-laki yang membangunkannya mengenakan seragam dengan lambang BNP Wabundir, namun Asa tidak dapat mengenali lambang Divisi yang berada di lengan kirinya.

"Sebentar...sebentar...kamu siapa? Ini ada apa...? Kok masuk kamar aku?" Asa mencoba memahami situasi. Kini ia melihat lelaki yang membangunkannya dengan lebih jelas. Walau nada suaranya panik, mata dan paras lelaki itu tidak menampilkan kepanikan sama sekali. Walau tergesa-gesa, rambut mangkuknya masih tertata rapi. Malahan, dengan menatap wajah lelaki yang teduh itu, Asa merasa dirinya menjadi lebih tenang.

"Oke-oke...sori...kita cepet aja, Aku Kian dari Divisi Laskar Harapan. Detilnya kita obrolin di jalan aja. Intinya, kita butuh kamu, Asa." Butuh...? Sudah lama ia tidak mendengar seseorang membutuhkannya. Apa yang dibutuhkan dari seorang yatim piatu yang sedang magang di divisi Pengecat Dinding?

"Laskar Harapan?" Asa masih mencoba untuk mencari tahu, namun sirine bencana siaga 1 mengingatkan Asa akan kejadian yang ia lihat di tayangan langsung beberapa jam lalu. Hal itu membuat Asa yakin bahwa kondisi saat ini memang benar-benar darurat. Tanpa menunggu jawaban dari Kian, Asa mengambilku dan tas ranselnya. Ia pun segera berlari keluar dari kamar kosnya mengikuti Kian yang dengan waspada memastikan jalan yang mereka lalui benar-benar aman.

Di depan gerbang kos, mobil dinas dengan model yang selalu Asa impikan bisa menjadi mobil dinas Padinding menunggu. Melihat mobil tersebut, Asa yakin apa pun nama divisi tempat Kian bekerja pastinya memiliki dana yang setidaknya setara dengan dana Divisi Pelawak Tunggal. Pintu dibuka, di dalamnya sudah ada 3 orang lain yang kira-kira seusia dengannya. 3 orang dengan ekspresi dan raut wajah yang sama. Tersenyum canggung. Asa belum balas tersenyum karena ia kecewa, ternyata bukan cuma dia yang "dibutuhkan".

Kian mendorong lembut Asa agar bergegas duduk di tempat yang kosong. Setelah itu, ia menutup pintu mobil rapat-rapat dan segera duduk di kursi samping sopir. Asa mencoba tersenyum menyapa 3 orang lainnya. Berbeda dengan Kian, walau tidak mengenal orang-orang ini, Asa bisa menebak di divisi apa mereka bekerja.

Di bangku paling belakang, Perempuan berambut panjang dengan highlight kemerahan yang duduk dengan tenang di samping jendela mobil sudah jelas berasal dari Divisi yang paling Asa benci, Divisi Hipster. Senyum dinas yang gadis itu layangkan pada Asa membuktikan segalanya.

Di sebelahnya, Laki-laki dekil dengan jaket bertuliskan merek mahal besar-besar yang seakan ingin menegaskan walau wajahnya tidak terlalu tampan namun keuangannya cukup mapan itu sudah jelas dari Divisi Pelawak Tunggal.

Sementara orang satunya lagi sebenarnya tidak dapat ditebak jenis kelaminnya jika hanya melihat perawakan luarnya, namun pekerjaannya dapat langsung ditebak karena ia masih mengenakan seragam Divisi Kembang Api dan Petasan (Kempes). Dia terlihat geregetan memandang keluar jendela walau jendela itu dilapisi stiker gelap yang sebenarnya nyaris membuat dia tidak bisa melihat apapun.

Sepertinya, dia diculikdiajak bergabung sebelum maha karyanya diledakkan di udara dan saat ini ia was-was mahakaryanya salah diledakkan oleh orang lain sehingga tidak meledak dengan sempurna.

"Jadi, lo bakal jelasin sekarang, atau masih ada yang harus dijemput?" Perempuan dari divisi Hipster itu bertanya. Kian menoleh sambil tersenyum untuk menjawab, namun senyum Kian langsung membuat perempuan itu mengalihkan pandangannya ke luar jendela.

"Satu lagi", seseorang mendahului Kian untuk menjawab. Orang yang mengendarai mobil tersebut. Orang itu mengenakan pakaian dinas yang sama dengan Kian, namun agak sulit melihat wajahnya karena ia tidak memalingkan wajahnya sedikitpun dari kemudi. Namun melihat Kian yang berhenti menjawab, juga melihat bagaimana tingkah lakunya, Asa yakin, walau pun orang itu menyetir mobil, pasti jabatannya lebih tinggi dari Kian.

Orang itu segera melajukan mobil dengan kecepatan yang membuat Asa berpikir ia bisa melajukannya 3 kali lebih cepat. Aneh. Bukankah situasi sedang darurat? Namun, ia malas bertanya, malas juga berbasa-basi dengan 3 penumpang lainnya walau sang pelawak tunggal terlihat gemas ingin mengajak siapapun di mobil itu untuk mengobrol. Asa menunggu Kian untuk menjelaskan detail apa yang sedang terjadi, apa itu Divisi Laskar Harapan yang belum pernah ia dengar sebelumnya, dan membuka QnA untuk pertanyaan-pertanyaan lanjutan.

Namun, berbeda dengan janjinya, tak ada penjelasan apapun selama perjalanan.

______

"10 menit" Sang sopir segera mengatur stopwatch begitu mobil berhenti.

Kian mengangguk dan menoleh ke belakang, "Kayak tadi, kalian tunggu di sini, apapun yang terjadi, jangan pernah keluar dari mobil, oke?"

Lihat selengkapnya