Laskar Harapan : Sekte Nada Minor

Si Dino
Chapter #5

The Scream


Trigger Warning : 

Cerita ini mengandung konten sensitif, termasuk:

• Bunuh diri dan pikiran untuk bunuh diri

• Kekerasan seksual dan pemerkosaan

• Pergulatan dengan kesehatan mental

Jika topik-topik ini berpotensi membahayakan kondisi emosional atau mentalmu, pertimbangkan untuk melewati cerita ini.

______


Oke, mari kita kembali dulu ke beberapa detik sebelumnya. Sebelum Aku dan bocah yang kehilangan akal sehatnya itu jatuh dengan mengenaskan.


Aku masih ingat jelas karena sepersekian detik itu terasa sangat lambat. Walau aku tidak bisa bergerak, aku berpikir semesta berpihak kepadaku karena mulutku terbuka, menganga lebar ke arah bawah. Aku berharap itu setidaknya dapat menahan angin, memperlambat laju jatuhku, seperti yang kulihat di kartun-kartun tahun 90-an dimana tokoh yang jatuh membuka mulutnya dan mengisi tubuhnya dengan angin sehingga bisa melayang seperti balon. 

Tapi, semesta berkata lain…

Bukannya memperlambat laju jatuhku, yang ada, kuas-kuas dengan ujung tajam, kaleng-kaleng cat berkarat, dan botol-botol tinta yang Asa jejalkan ke dalam perutku berhamburan keluar. Membuat tempat mendarat ku dan Asa jadi semakin berbahaya.

Sungguh, aku iri dengan Asa yang bisa dengan tenang menutup matanya dan tidak perlu melihat apa yang menantinya di bawah sana..

Kalian bisa menebaknya? 

Bukan, bukan pecahan alat-alat lukis berkualitas rendah, namun dibeli dengan harganya tinggi setelah di mark-up oleh Katim Padinding dalam anggaran tahunan. 

Bukan pula serpihan kaca jendela yang jelas kualitasnya jelek pula karena bisa pecah dengan mudahnya hanya karena ditabrak perempuan kurus kering yang aku yakin jika ia mencoba memukul samsak tinju, samsak itu tidak akan bergerak dan malah ia yang terpental.

Jadi apa? Kalau kalian bisa menebak ini, artinya kalian cukup pintar dan imajinasi kalian cukup bisa kalian banggakan karena bisa mengingat dan menggambarkan situasi ini di kepala kalian, padahal kemampuan ku mendeskripsikan kejadian ini mungkin selevel anggota DPR dalam menjelaskan visi-misinya.

Ya! Hal paling aku benci dari apa yang menungguku di bawah sana adalah… Perempuan itu.

Perempuan yang terkapar menghadap atas, dengan kaki dan tangan yang sepertinya sudah kehilangan engselnya dan aliran darah yang semakin meluas di bawah tubuhnya. 

Aku yakin (dan benar), noda darah itu tidak akan pernah hilang dari tubuhku, karena Asa tidak akan pernah merelakan uangnya (yang sedikit) untuk memasukanku ke laundry boneka yang berkualitas dan hanya memasukkan ku ke mesin cuci bukaan depan lalu menatapku diaduk-aduk dan dijejali busa deterjen murah seakan itu satisfying baginya.

Perempuan itu menatap kosong ke arahku (dan Asa) seakan menyambutku kedalam pelukannya…

Kalau aku bisa berteriak, mungkin teriakanku akan terdengar sangat keras seperti T-Rex di film Jurassic Park. Siapa tahu itu akan membangunkan perempuan yang entah sudah mati atau belum itu, karena siapa coba yang tidak bangun jika mendengar teriakan T-Rex di dekat mereka?

Tapi mungkin kamu berpikir apa yang aku pikirkan selama jatuh dengan gaya tidak begitu penting dan lebih penasaran apa yang ada di benak Asa.

Tenang… Aku akan menceritakan apa yang gadis halu itu ceritakan padaku tentang kejadian malam itu…

Menurut Asa, hal yang terakhir dia ingat dari malam itu (sebelum jatuh) adalah ia bingung kenapa ia bisa memandang bola mata hitam perempuan itu, padahal tidak ada cahaya sama sekali. Padahal raut wajahnya pun tidak jelas terlihat. Padahal letak bola matanya ada dimanapun Asa tidak dapat menebak dengan pasti.

Tapi… Bola mata itu terasa sangat dekat, terasa menyedot Asa masuk. Sehingga setelah itu, ia merasa bukan dirinya…bukan pula perempuan itu…bahkan…ia tidak merasa hidup…

Saat anak itu bercerita, ia agak kesulitan menggambarkannya, ia bilang rasanya seperti sudah mati… Tapi, bukan.

Bahkan ia bilang kalau rasanya seperti ia tidak pernah hidup sama sekali…atau tepatnya…tidak pernah “sempat” hidup.

Lalu tiba-tiba, Asa merasa dirinya haus akan rasa ingin disayangi, rasa ingin dicintai, dikasihi…

Namun, yang ia dapatkan malah kebencian, kesedihan, amarah dari semua manusia yang mengetahui keberadaannya…

Bahkan, dari manusia yang terhubung secara fisik lewat tali-tali yang terbuat dari lapisan gelatin. Dari satu-satunya orang dari milyaran orang didunia, yang ia harap akan berpihak padanya apapun yang terjadi.

Asa bilang bahwa rasanya, seperti ada jutaan kata-kata yang tersendat dan tidak bisa diutarakan, tapi sangat ingin ia teriakan.

“Aku…mau kasih sayang itu!”

“Aku mau pelukan hangat itu!”

“AKU MAU KEHIDUPAN ITU!!!”

CRASH! (Oke kita lanjutkan momen yang terhenti tadi)

Lihat selengkapnya