Rindang pohon memayungi laranya hati. Sedemikian rupa desah curiga kukubur pada galian tanah terdalam sekali pun, tetap saja menyembul ke permukaan. Di tambahi lagi embusan garing Bu Saidah yang kian mencubit-cubit batinku.
“He! Sedang apa kalian? Sedang rujak'an, yah? Wah, kok nggak ajak-ajak?” Ia meronyek tidak jelas.
“Sini Budhe! Sini!” tanggap Dek Sarpiyah semangat mengoles irisan mangga muda ke bumbu kacang, lantas ia geramus rakus. Aku mengernyit ikut menelan asamnya.
“Hus! Kok, malah diundang sih orang itu?!” cegah Yuk Ningsih meneblak tangan Dek Sarpiyah.
“He, sebentar lagi Sulastri mbukak klinik di embong besar, loh! Jadi enak kalau kalian sakit, tinggal suntik saja. Apalagi, kalau mau melahirkan, cukup pakai bidan saja. Nggak usah minta-minta tolong ke dukun bayi! Dijamin selamat, kok!”