Tadi malam, ketika aku melintas depan kliniknya Sulastri, sesosok perempuan bertubuh pendek, terlihat menaruh sesuatu di sana. Karena mencurigakan, aku membuntutinya seirama kegelapan. Tak kusangka-sangka, sosok misterius itu malah menuju rumah Bu Saidah. Wajah dan perawakannya tidak tergurat jelas. Kegelapanlah yang mengaburkan pandanganku. Intinya, orang tersebut seperti masuk ke rumahnya Bu Saidah lewat buritan.
Pikiranku kembali melayang-layang. Siapa yah orang yang tadi malam itu? Dan apa yang ia lakukan di kliniknya Sulastri?
Tatkala pikiran mengiang-ngiangkan apa yang kusaksikan tadi malam tersebut, tiba-tiba saja kesenyapanku digubrak oleh segerombol orang dari samping rumah. Yah, siapa lagi kalau bukan Bu Saidah. Ia hadir bersama para sengkuninya.
“He, Lasmini! Keluar kamu!” lancangnya.
Berdiri tegak wanita tak berperihati itu bersama si Sulastri, Rodiyah adiknya, Agung si brengsek, keponakan-keponakannya, buruh kebunnya, dan satu lagi orang yang menyingkap sesaknya dada, yakni … Kang Yanto, bekas suamiku.
Ya Allah, diriku mau diapakan lagi sama mereka? Letih rasanya hidupku jika terus menerus menghadapi keributan yang mereka umbar tiada henti itu.
“Siapa lagi kalau bukan dari tangan jahil Lasmini!” Nenek sihir itu langsung menendang murka jahanamnya kepadaku.
Mukaku langsung ikut terbakar rasanya.