SANG DUKUN

Ikhwanus Sobirin
Chapter #32

Rahasia Besar

Hamparan terik menyinari tubuh yang kuhanyutkan dalam aliran jernih. Berendam dalam beriak ketenangan. Keluar masuk para tamu di rumah, sementara kutinggalkan.

Menyelamkan badan sambil mengubrak-abrik kasus tentang Mas Zainal. Aku semakin yakin, ini pasti ada hubungannya dengan pola jahat dari Bu Saidah itu.

Curigaku kudu cepat-cepat kubeber. Juga masa kelam itu, ingin segera kuledakkan ke udara atau kuhempaskan ke ceburan air. Supaya cepat menguap. Dan aku tidak lagi mengantongi simpul beban. Biar semua manusia paham, bahwa Lasmini, sesungguhnya, adalah korban dari kejahatan maha biadab. Walaupun pahit teramat sangat, harus kutelan bulat-bulat, lalu kumuntahkan!

***

Sepulang dari segarnya sungai, aku berbincang hangat bersama Emak di pawon.

“Mak, ceritakan, kenapa Emak dan Bapak minggat?” pelanku.

Bukan jawaban langsung yang kudapatkan, melainkan wajah lelah dari Emak. Wanita berkerudung panjang ini seolah enggan menyahut. Tangannya berpura-pura menata bara api memakai ujung kayu kecil.

“Mak?”

Ia menyisihkan wajah sendunya ke arahku. “Ceritanya panjang, Las,” jawabnya begitu saja mengalihkan bahasan. Tangan beruratnya kembali menyuguhkan kayu kecil ke tumpukan api.

Napas kujeda.

“Sepanjang apa, Mak? Sepanjang apa pun kisah, seharusnya, masih bisa diceritakan. Lasmini juga akan membongkar kejadian masa lalu yang sangat menyakitkan, Mak. Emak tidak mungkin tahu kejadian itu!”

Leher Emak bergerak memutar. “Kejadian apa, Las?!” kejutnya.

Kulihat, mukanya mengkerut-kerut. Menatapku dengan tatapan penuh keseriusan.

“Kejadian masa lampau yang teramat getir, Mak. Ceritanya panjang,” balasku dengan dengusan napas lebih dalam dari sebelumnya.

“Walau pun panjang, Emak ingin tahu, Las, apa yang sebenarnya kamu maksudkan itu,” desaknya ikut memaksa.

“Kisahkan dulu alasan Emak mengapa sampai tega minggat bertahun-tahun lamanya meninggalkan Lasmini? Dua puluh tahun loh, Mak! Itu bukan waktu yang singkat!” pintaku.

Ia menata bibirnya ragu. Seakan bibirnya melumat kata-kata berbobot berat. Lantas, ia menggeletakkan tubuh kurusnya di atas dengklek, tepat di sebelah kananku. “Ini semua berawal dari sebuah peristiwa, Las. Dulu, bapakmu itu akan menikah dengan seorang perempuan yang sangat kamu kenali itu.”

“Siapa, Mak? Bu Saidah, ‘kan?”

“Ternyata, kamu sudah paham, yah, Las. Tapi, ada sesuatu yang sangat bahaya yang membuat Emak dan Bapakmu harus minggat. Jadi, mereka dulu itu, saat masih muda, saling kesemsem. Malah, mereka sudah lamaran dan sudah menentukan tanggal mantenannya. Di sisi lain, Emak dari dulu memang memendam rasa yang serupa kepada bapakmu. Emak paham, watak si Saidah itu munafik, omongannya ngalor-ngidul nggak bisa dipegang. Pernah ketahuan juga dia genda'an dengan orang Sidosermo di bawah pohon randu. Padahal, dia itu sudah berikat tali asih dengan bapakmu. 

Lihat selengkapnya