“Where the sky’s falling,
I’m covered in blue”
- Firenze, Toscana,Italia -
Sebuah mobil sedan Mesarati Quattroporte hitam menyusuri jalan yang panjang dan bersih. Kiri dan kanan jalan itu dipenuhi dengan pohon - pohon tinggi yang berjejer sebagai pembatas yang membatasi jalanan dengan lapangan rumput hijau luas - memanjakan mata dengan keindahannya. Mobil sedan hitam itu berlaju dengan kencang memasuki wilayah Toscana yang merupakan salah satu kota terindah di Italia. Setelah beberapa jam perjalanan, mereka telah sampai di wilayah ibukota Firenze yang terkenal sebagai kota historical dan artistik yang ditandai dengan bangunan - bangunannya yang sebagian penuh masih merupakan bangunan kuno dari abad 18 dan 19.
"Berapa lama lagi ?" Ucap suara bariton dari seorang pria paruh bayah memecah keheningan. Ia duduk tenang dengan karismanya yang khas dengan keangkuhan disertai dengan dominasi aura yang cukup membuat orang disekitarnya tercekik karena tekanan. Ia melirik jam di balik lengan jas hitam mahalnya untuk melihat waktu yang telah terkewat selama perjalanan. Sudah 2 jam rupanya. Ucapnya dalam hati.
"10 menit lagi Tuan" Ucap pemuda yang duduk dikursi depan disamping kemudi sambil menatap Tuannya sekilas dan menunduk hormat. Jalanan yang tadinya lurus berubah menjadi tanjakan naik kemudian datar menandakan mobil telah memasuki area bangunan tua yang telah berdiri dengan kokoh selama 100 tahun.
Mobil berhenti tepat didepan pintu pagar besi hitam yang menjulang tinggi. Bunyi interkom menyahut menandakan orang yang memantau dari layar cctv tahu bahwa siapa yang datang langsung memencet tombol pembuka otomatis untuk membuka pintu pagar gerbang besi itu. Mobil sedan itu kembali melaju masuk menyusuri halaman luas dan sampai tepat didepan pintu masuk bangunan itu. Meskipun bangunan ini dikatakan tua tetapi isi bangunan itu berbeda 180 derajat dengan tampilan luarnya. Benar - benar mewah dan bergaya modern. Terlihat 10 pengawal yang berjaga di luar lengkap dengan senjata tajam yang tersimpan rapi di kain tempat pembungkusnya yang menggantung di pinggang sebelah kiri mereka serta senapan yang mereka pegang untuk pertahanan - memastikan mereka harus tetap siaga kapan pun. Mereka segera berbaris rapi ketika melihat kedatangan Tuan mereka. Salah satu pengawal maju untuk membuka pintu mobil itu. Kaki jenjangnya yang lengkap dengan sepatu pantofelnya itu segera keluar dari mobil dan menapak di tanah.
"Selamat datang Tuan Judar" seruan serentak dari semua para pengawal menyambut Judar, bos mereka.
Judar menatap dingin para anak buahnya dan berjalan masuk bangunan tua yang merupakan markas besar persembunyiannya itu.
"Deren" Ucapnya memanggil pemuda yang tadi bersamanya di mobil yang merupakan tangan kanan kepercayaannya. Mengerti dengan panggilan itu, Deren langsung menuntun Judar ke arah tujuan mereka yaitu ruang bawah tanah yang merupakan tempat pengurungan orang - orang yang mereka tangkap. Para pengawal yang merupakan mafia junior dan senior yang terlatih dalam menembak dan bela diri berjumlah 40 orang berada dalam bangunan ini dan itu tidak termasuk dengan para pelayan yang bertugas melayani dan mengurus bangunan ini dan para penjaga yang khusus untuk menjaga ruang bawah tanah.
Judar melangkah menuruni tangga yang cukup panjang ke bawah. "cckk!!... Benar - benar merepotkan!" Umpatnya dalam hati.
Ketika mereka sudah berada di ruang bawah tanah, langkahnya menyusuri lorong panjang yang dilengkapi dengan obor sebagai penerangan yang melekat di kiri kanan disepanjang dinding lorong bawah tanah itu. Semakin dalam mereka melangkah, pendengaran Judar di sambut dengan suara teriakan, ringisan, gertakan, dan rintihan kesakitan dari para tahanan yang dikurung di penjara besi yang ada di samping kiri dan kanan mereka. Tak jarang Judar menangkap tatapan kesedihan, kebencian, kemarahan, dan memohon dari para tahanan yang dia lewati. Tetapi Judar hanya berjalan lurus menatap dingin ke depan tidak memedulikan hal sekitarnya yang sudah biasa dia lihat.
Langkahnya berhenti ketika telah sampai di depan pintu penjara yang terletak paling ujung lorong ini. Suara besi yang berdecit akibat membuka pintu besi penjara menggema.
Judar melangkah masuk dan mendapati 3 anak buahnya sudah berada dalam ruang itu bersama dengan seorang tahanan yang sudah babak belur dan sedang berlutut tak jauh di depannya. Aroma pengap dan bau anyir darah langsung menyeruk masuk ke indra penciumannya. Ia berjalan mendekat dan berhenti tepat di hadapan pria berumur 30 tahun itu.
Deren yang tepat di belakang Judar menatap 3 orang penjaga yang berdiri di belakang tahanan itu dan memberikan kode untuk segera minggir.
"Katakan di mana dia ?" ujar Judar menyuruh pria itu segera menjawab pertanyaannya.
Pria itu menatap Judar dengan datar.
"Aku tidak tahu" ucapnya sambil membuang muka.
"Apa siksaannya Kurang Cukup"
Pria yang diketahui dengan nama Philiph itu merasakan hawa dingin tetapi anehnya peluh keringat membanjiri tubuhnya, ia menelan salivanya dengan susah.
"A.. Ak.. Akuu benar - benar tidak tahu di mana dia berada, tolonggg tolongg lepaskan saya Tuan... Saya mohon!" ucapnya terbata - bata dan bersimpuh memohon pada Judar.
Judar yang melihat itu kemudian memicingkan matanya tajam menatap Philiph.
"PHILIPH" ucap Judar dengan intonasi penuh penekanan menandakan kesabarannya sudah diambang batas. Pemilik nama dan 4 orang lainnya yang berada dalam penjara itu bergidik ngeri. Judar tahu bahwa Philiph sedang berbohong. Pria ini tahu tentang keberadaan orang itu. Salah satu anak buahnya mendapatkan bukti foto Philiph sedang bersama orang itu 2 bulan lalu.
Judar mengeluarkan Revolvernya dari saku sebelah kirinya. Dia memegang hati-hati revolver itu dengan aura yang siap membunuh. Bunyi tegangan dari revolver yang dipegang oleh Judar semakin membuat Philiph ketakutan dan bergidik ngeri. Dia tidak tahu harus berbuat apa karena dia benar - benar tidak tahu orang itu ada di mana. Judar mengacungkan tangannya yang sedang memegang revolvernya itu ke arah kepala Philiph.
"Waktumu habis" setelah ucapan itu, terdengar bunyi tembakan yang membuat seluruh penghuni penjara terkejut dan hening seketika. Cipratan darah mengenai lengan jas serta revolver yang ia pegang. Badan Philiph jatuh dan membentur tanah, darah pekat mengalir keluar dari kepalanya memenuhi tanah ruang penjara itu.
Deren menyerahkan saputangan hitam pekat pada Judar. Judar mengambilnya sambil keluar dari ruangan itu. Deren memberikan perintah pada 3 penjaga untuk segera membersihkan penjara itu kemudian menyusul Judar. Suara langkah bergema memecahkan keheningan penjara bawah tanah itu. Judar mengelap darah yang ada di revolvernya dengan saputangan yang diberikan Oleh Deren padanya. Mereka menaiki tangga untuk keluar dari ruang bawah tanah itu. Ketika langkahnya telah sampai tepat dihadapan ruang kerjanya, salah satu anak buahnya menghentikannya.
"Handphone anda ketinggalan di mobil Tuan" ucapnya sambil menyerahkan benda pipih persegi panjang itu pada Deren yang kemudian memberikannya kepadanya. Judar mengambil handphonenya dan berjalan masuk ke kantornya diikuti Deren di belakangnya. Ia duduk di kursi kerjanya, kerutan di jidatnya tercetak jelas ketika melihat ada 30 panggilan dari putrinya. Ia kemudian menekan dial penghubung untuk menghubungi Serena tetapi suara operatorlah yang menyambutnya.
*****
"Zach" ucap Serena setelah mengangkat panggilan sambil menahan kekesalannya. Ia mendengar suara dentuman musik yang keras serta suara berisik dari orang - orang yang heboh. 'heh! Setelah menyebabkan masalah ini, dia sedang menikmati waktunya di Club! Hah! Benar - benar bajingan!" umpat Serena dalam hatinya.
"Heheh.. Sepertinya kau sedang kesal Serena" Zach menaikkan sudut kanan bibirnya menyeringai.
"Apa maksudmu atas semua ini. Kau sedang bercanda kan? "