Last Elpízo

Margaret Lilian
Chapter #7

Chapter #6 KEKACAUAN

“Sometimes, every choice we take

will make us suffer”



Lampu salah satu ruang gym di lantai 5 hotel MAYOTTE OUV’RE – Salah satu hotel mewah berbintang di Prancis dengan pelayanan high classnya yang terkenal – masih menyala dengan terang meski jam sudah menunjukkan pukul 1 malam. Suara langkah kaki yang berlari kencang di atas alat olahraga tredmill menggema di sertai dengan deru nafas yang memburu namun teratur.

 

“Tidak kusangka mereka akan menyuruh kita berolahraga malam. Dan 1 jam harus berlari tanpa henti!!!! Mereka ingin menghukum atau menyiksa!” keluh James sambil mengambil minuman yang diberikan oleh Brondon yang juga memberikan minuman ke Reon yang masih tetap berlari meskipun sudah waktunya berhenti. Di ruangan itu hanya tinggal mereka bertiga saja yang masih sibuk berolahraga untuk melakukan hukuman yang diberikan oleh Max yang tentu saja Brondon tidak ikut melakukannya karena dia hanya bertugas mengawasi mereka berdua.

 

Reon menekan salah satu tombol pada mesin treadmill itu mengubahnya pada mode berjalan kemudian membuka botol minumannya dan meminumnya sambil tetap berjalan. Ia meminum air di botol itu dengan sekali tegukan dan kemudian memberikan kembali botol minuman kosong itu pada Brondon yang langsung menerimanya. Ia menoleh menatap James yang sedang beristirahat di matras hitam yang berada di ruang itu.

 

“Bersyukurlah bahwa hotel ini tidak memiliki lapangan luas. Kau tahukan Max tidak akan segan – segan akan menyuruh kita berlari memutari lapangan itu sebanyak 20 kali, sedangkan Sean akan menyuruh kita memungut sampah yang ada di lapangan itu” Reon melanjutkan larinya dengan mengubah kembali ke mode lari.

 

“Kau benar… Max dan Sean benar – benar menakutkan jika menghukum seseorang. Untung saja Sam dan Alex tidak ikut – ikutan” ucap James sambil mengubah posisi baringnya menjadi posisi duduk sambil menghela nafas dan melirik Reon yang masih saja sibuk berlari dengan peluh keringat yang sudah membanjiri tubuh pria itu.

“Ini sudah 1 jam lebih Reon. Kau bisa berhenti sekarang” tambah James berusaha membujuk Reon agar berhenti.

 

“Aku tahu. Kau bisa kembali ke kamarmu duluan, jangan menungguku”

James menghela nafas. Terkadang dia tidak bisa mengerti dengan apa yang dipikirkan Reon. Diantara semua member WHALIEN yang ia kenal dan hidup selama 4 tahun bersama, hanya Reon yang tidak bisa ia pahami. James berganti menatap Brondon yang berdiri tak jauh dari mereka yang juga sedang menatap Reon dengan datar. Kernyitan tercetak di dahinya, menurutnya ada sesuatu yang mengganggunya ketika melihat Brondon. Pengawal itu selalu ada di samping Reon seperti perangko. Tidak seperti dirinya dan member WHALIEN yang lain, pengawal yang menjaga mereka biasanya orang yang berbeda. Ia menggelengkan kepalanya menghapus pikirannya tentang Brondon. James kemudian berdiri, dia harus segera cepat mandi dan tidur. Ia benar – benar merasa lelah. James melangkah melewati Reon dan Brondon untuk keluar dari ruang gym itu.

“Besok jadwal kita ke Chicago. Jangan telat bangun” James kemudian melangkah pergi meninggalkan Reon yang ditemani Brondon.

 

“Ada apa?” Brandon bertanya setelah James keluar. Dia mengenal Reon sangat baik, dia tahu bahwa ada sesuatu yang mengganggu pria itu.

 

“Apa maksudmu?” ucap Reon dengan nafas memburunya.

 

“Aku tahu ada sesuatu yang mengganggumu. Ceritakanlah”

 

“Aku baik – baik saja”

 

“Tuan Erick menghubungimu ?” tanya Brondon dengan hati – hati. Brondon adalah pengawal khusus keluarga Rodeon yang ditugaskan untuk menjaga Reon dari dekat. Tidak ada yang tahu tentang identitas sebenarnya selain Reon. Karena itu, ia sangat mengenal bahwa hanya ada satu orang yang bisa membuat Reon terganggu dan orang itu adalah Frederick Rodeon, kakak Reon.

 

“Aku ingin sendiri” Reon mematikan alat tredmill itu dan berbalik menatap Brondon. Ia tidak menjawab pertanyaan Brondon tetapi menyuruhnya keluar untuk meninggalkannya sendiri.

 

“Baiklah” ucap Brondon tahu bahwa Reon tidak ingin membicarakan masalahnya. Brondon kemudian menunduk sedikit pada Reon kemudian melangkah keluar. Setelah Brondon keluar, Reon terdiam selama 5 menit tidak bergerak dan memandang kosong di depannya. Ia mengakui tebakan Brondon benar. Ia mendapat pesan dari Erick, kakaknya. Dan seperti biasa pesan pria itu membuat hatinya memanas. Ia kemudian berbalik menyalakan kembali mesin treadmill itu dan melanjutkan kegiatan berlarinya selama 30 menit berharap perasaannya membaik dengan sendirinya. Setelah puas, Reon kemudian memutuskan kembali ke kamarnya. Ia berjalan keluar dari ruang gym dengan nafas yang tersengal – sengal. Ia melihat kesekitarnya dan mendapati hanya tinggal dirinya saja yang ada di lantai itu. Langkahnya berbelok ke kanan ketika mencapai ujung lorong lantai itu. Ia masuk ke dalam lift dan menekan tombol lantai 15. Satu menit kemudian suara denting lift berbunyi menandakan lift telah sampai di lantai 15. Reon melangkah keluar menuju kamar 22. Harus ia akui bahwa penjagaan dari hotel ini patut diacungi jempol karena selama lima hari mereka menginap di sini, tidak ada gangguan dari paparazzi atau pun fans fanatik yang selalu diam – diam mengikuti mereka. Ketika langkahnya sudah sampai di depan pintu kamarnya, ia mengeluarkan kartunya dan menempelkannya pada mesin door lock pintu kamarnya. Bunyi nada pengaksesan bergema menandakan pintunya sudah tidak terkunci lagi. Ia kemudian membuka pintu kamarnya dan segera masuk. Tidak ada waktu untuk pendinginan, ia segera membuka kaos hitamnya dan menampakkan tubuh atletisnya dan langsung memasuki kamar mandi yang berada di kamarnya itu. Tangannya menyalakan shower dan air dingin langsung mengucur membersihkan dan membasuh tubuhnya menghilangkan bau keringat dan rasa penat yang memenuhi tubuhnya. 15 menit kemudian ia keluar dengan rambut hitam basahnya dengan memakai handuk dipinggangnya. Titik – titik air menetes dari ujung rambutnya membasahi kulitnya. Reon menuju koper besar yang berada di samping tempat tidur king size putih kamar itu. Ia mengambil kaos lengan panjang putih dan celana pendeknya kemudian memakainya. Tangannya kemudian mengambil iphonenya yang berada di atas meja kecil samping tempat tidurnya dan mengambil posisi duduk di atas tempat tidur empuk itu. Ia berniat memeriksa jika ada pesan baru yang masuk. Matanya kembali tertuju pada pesan yang dikirimkan Erick.

 

“Jangan berpikir kau bisa pergi begitu saja dan lari dari tanggung jawabmu. Kau pikir aku akan senang dengan caramu seperti ini?!!! you damn LOSER

 

Tangannya terkepal erat menampakkan buku – buku jarinya yang memutih. Reon menghela nafas berusaha menenangkan perasaannya yang mulai memburuk lagi. Tangannya kemudian menggeser layar dan menekan pesan baru dari Roland yang mengingatkannya akan waktu keberangkatan mereka ke Chicago besok dan mereka akan menggunakan pesawat pribadi milik perusahaan. Reon kemudian mengunci layar iphonenya setelah membaca pesan Roland. Ia berniat meletakkan kembali iphonenya di atas nakas meja kecil itu tetapi terhenti ketika ia teringat kembali dengan gadis yang menemukan iphonenya tadi. Ia tersenyum simpul ketika mengingat gadis itu dengan berani menantangnya untuk memastikan iphone ini benar miliknya. Sejenak ia bisa melupakan perasaan buruknya, ia kemudian akhirnya meletakkan kembali iphonenya dan mengmbil posisi nyaman untuk tidur.

 

**********

 

Vanessa merasa ia salah dengar dengan apa yang dikatakan oleh Nick.

“Serena menghilang?! Jangan bercanda Nick!!” Vanessa berusaha menahan rasa kepanikannya dan tanpa sadar telah berteriak sedikit keras meskipun alunan musik keras menenggelamkan suaranya tetapi beberapa orang yang duduk di dekatnya mendengar itu dan menatapnya aneh.

Lihat selengkapnya