Last Elpízo

Margaret Lilian
Chapter #8

Chapter#7 PENCULIKAN

“I don’t care how bad it hurts”

 

Serena telah siap dengan piyama pinknya dan baru saja ingin tidur ketika ia mendengar sesuatu dari arah luar kamarnya. Ia menajamkan pendengarannya untuk mendengar lebih jelas lagi tetapi suara itu telah hilang. Ia berasumsi bahwa mungkin saja itu seekor kucing. Ia pun mengambil posisi berbaring tetapi lagi – lagi telinganya jelas – jelas mendengar suara langkah kaki seseorang. Jantungnya kemudian berdebar dengan cepat, ia meremas seprai putih tempat tidurnya untuk menahan gejolak rasa takut yang mulai melandanya. Suara decit papan yang berada diluar kamarnya membuatnya segera turun dari tempat tidurnya. Ia berdiri dan bersikap was – was berusaha memikirkan sebuah cara untuk keluar dari kamarnya. Ia melangkah mendekati jendela yang berada disudut kanan kamarnya dan menyibakkan gorden putih yang menutupi jendela itu sambil sesekali menoleh kearah pintu. Di situ dia dapat melihat bayangan hitam dari bawah sela – sela pintunnya. Matanya membulat, itu bukanlah seekor kucing tetapi seseorang benar – benar sedang berada di luar kamarnya. Tangannya dengan cepat memegang pengait kunci jendela itu dan berusaha membukanya. Cukup keras karena besi pengait itu berkarat dan sangat susah di buka. Jantungnya semakin berpacu ketika ia mendengar suara gagang pintu kamarnya yang diayunkan untuk membuka pintunya yang sedang terkunci. Serena berusaha dengan sekuat tenaga membuka jendelanya dengan nafas yang memburu. Tiba – tiba ia mendengar suara terkekeh dari luar dan ketukan pelan dipintunya.

 

“Aku tahu kau mendengarnya. Buka pintunya gadiss kecil” ucapnya bernada sambil menyeringai.

 

Serena menarik dengan keras pengait jendela itu agar terbuka dengan panik. Ketukan pintu yang tadinya pelan dari pria itu menjadi gedoran keras dengan gagang pintu yang diayunkan dengan kasar berusaha membuka pintu itu. “Baiklah, kau ingin bermain yaahh” ucap pria itu lagi sambil mendobrak pintu kamarnya. “Tapi sayang sekali aku tidak bisa mengabulkan permintaanmu”

 

Keringat menetes dari dahi Serena. Ia tidak peduli dengan rasa sakit ditangannya yang saat ini sudah berdarah karena tekanan dan gesekan besi berkarat yang berusaha dibukanya itu. Serena menggertakkan giginya dan menarik dengan sekuat tenaga pengait itu. ‘Tttakk!’ tanda pengait itu terbuka. Suara itu cukup keras hingga terdengar keluar kamarnya.

“JANGAN MENCOBA – COBA KABUR ATAU KAU AKAN MENYESALINYA!” Ucap pria itu dengan mengancam pada Serena. Tetapi ia tidak memperdulikannya dan dengan cepat keluar melalui jendela itu tanpa berpikir panjang. Ia segera berlari kencang menyusuri pekarangan dan membuka pagar rumahnya kemudian berlari sekuat tenaganya. Tetapi tak lama ia mendengar suara lari yang cukup kencang dari arah belakangnya. Kaki telanjangnya berlari diatas aspal yang penuh dengan batu kecil membuatnya meringis tiap ia melangkah.

 

Ia menoleh dan mendapati pria berjaket tudung hitam itu sedang mengejarnya yang jauh lima langkah dibelakangnya tetapi semakin dekat. Perumahan itu begitu sepi hingga tak ada yang menyadari bahwa nyawa seseorang sedang dipertaruhkan. Serena baru saja membuka mulutnya untuk berteriak untuk meminta tolong pada penghuni ruamah lainnya tetapi terlambat karena pria itu sudah menangkapnya dan menutup mulutnya kasar dengan tangan besar pria itu.

 

“DASAR GADIS SIALAAANN!! KALAU BUKAN KARENA PERMINTAANNYA, AKU AKAN MEMBUNUHMU SEKARANG JUGA!” pria itu mendesis dengan tatapan mengerikannya pada Serena yang masih berusaha melepaskan diri dari cengkramannya.

“Hmmpphh…leep…pashhh…lepaskaaannnnn!!!” bentak Serena yang tak mau menyerah.

 

“DASAR GADIS TAK BERGUNA!!” suara tamparan keras langsung menggema memecahkan kesunyian malam itu. Serena tersungkur ke jalan aspal karena tidak bisa menahan keseimbangan dirinya. Ia meraba pipi kanannya yang terasa panas dan perih. Ia menatap pria itu tajam.

 

“Heehh!! Boleh juga. Kau menantangku?!! Haaah!!” Pria itu mengambil sebuah suntik yang sudah berisi cairan obat bius di saku jaketnya. Serena menggunakan waktu lengah pria itu dan kemudian berlari kembali. Ia merasakan rambutnya ditarik dengan kasar yang membuatnya meringis menahan sakit dikepalanya. Pria itu menatap Serena lekat. Mata abu – abu kebiruan gadis itu lagi – lagi menatap tajam kearahnya. Ia menyeringai ketika tahu bahwa gadis itu sama sekali tidak mengeluarkan air mata. Ia semakin memperkuat genggaman tangan kirinya sehingga membuat Serena meringis karena merasakan kulit kepalanya seperti akan terkelupas.

 

“Menarik! Putri dari seorang ketua mafia memang beda yah” ucap pria itu kemudian menusukkan jarum suntik itu ke bahu kanan Serena dengan kasar. Serena merasakan sengatan di bahu kanannya dan tak lama penglihatannya menjadi kabur dan tubuhnya menjadi lemas. Pria jaket bertudung hitam itu kemudian mengangkat tubuh Serena dipundaknya seperti mengankat karung beras. Ia berjalan ke mobilnya dan segera pergi dari daerah perumahan itu menuju tujuannya. 

 

**********

 

Setelah sampai di Thessaloniki, Nick dan Vanessa langsung disambut oleh Deren, Jack, dan 5 orang lainnya. Anne telah memberitahu Deren bahwa Serena hanya membawa Nick untuk mengawalnya. Deren merespon perkataan Anne dengan kebingungannya. Ia kemudian bertanya mengapa Serena melakukan itu, karena seharusnya Serena dijaga oleh 10 orang pengawal dan itu merupakan keharusan bagi gadis itu. Anne kemudian menjawab bahwa itu adalah keinginan Serena. Karena itu, Nick sendirilah yang mengawal Serena. Deren memejamkan matanya sambil menghela nafas. Ia menatap Nick dan Vanessa yang sudah ada di depannya. Dia sebenarnya tidak masalah jika yang mengawal Serena adalah Nick seorang karena melihat keterampilan adiknya itu di atas rata – rata dari semua mafia yang ada di mansion ini. Tadinya dia berpikir begitu tapi sekarang ia meralat pikirannya. Bahkan Nick sekalipun bisa kehilangan Serena. Sungguh ironis. Deren menatap Jack.

 

“Antarkan Nona Vanessa ke kamarnya” Vanessa yang mendengar itu terkejut dan menatap Deren tajam. Mereka semua tidak heran lagi dengan kehadiran Vanessa. Gadis itu adalah putri dari sahabat Tuan Judar yang meninggal 10 tahun lalu, Sebastian Gerald Marcuss yang juga merupakan ayah dari Zach Alexander Marcuss dan mantan ketua mafia “KILL” sebelum Judar yang mengambil alih. Judar juga sudah menganggap Vanessa sebagai putrinya jadi tak heran Vanessa selalu tinggal bersama Serena. Lagi pula mereka berdua sudah seperti kakak beradik.

 

“Tidak. Aku akan menemui uncle Judar dulu. Aku akan menjelaskan padanya tentang Serena” ucap Vanessa yang segera melangkah menuju ruang kerja Judar tetapi belum cukup satu langkah ia sudah dihalang oleh Jack dan 2 orang pria lainnya.

 

“Tidak perlu Nona. Biarkan Nick yang menjelaskannya pada Tuan Judar” ucap Deren dengan tegas.

 

“Tapii…!”

 

“Ini perintah dari Tuan Judar” Mendengar itu, Vanessa tidak bisa lagi membantah dan akhirnya menuruti perkataan Deren.

 

“Tidak perlu mengantarku. Aku akan pergi sendiri” Ia kemudian melangkah meninggalkan mereka semua untuk menuju ke kamarnya. Perasaannya dipenuhi dengan rasa khawatir pada Serena. Ia berharap apa yang dikatakan oleh Nick ketika di pesawat adalah benar, bahwa kemungkinan besar Serena menghilang atas kemauannya sendiri, lebih tepatnya Serena kabur karena tidak ingin menikah dengan Zach. Karena ia tidak sanggup jika Serena benar – benar diculik meskipun penculikan sudah menjadi bagian dari hidup Serena. Semenjak pertama masuk sekolah, Serena sudah beberapa kali diculik oleh para musuh yang menyimpan dendam pada Judar. Meskipun Serena dijaga ketat, hal itu tidak menghalangi usaha para musuh Judar untuk menculik Serena. Hingga pada penculikan terparah 8 tahun lalu di mana usaha penculikan itu adalah yang terakhir yang berhasil karena setelah kejadian itu, Serena benar – benar dijaga oleh para pengawal dengan tingkat kemampuan yang tinggi dan selalu ada mata yang mengawasi gerak-geriknya. Vanessa menggelengkan kepalanya sambil melangkah memasuki lift, tanpa sadar air mata mengalir dipipinya.

 

Deren mengetuk pintu kerja Judar kemudian masuk bersama Nick yang telihat mengusap bagian perutnya akibat pukulan yang diterimanya dari Deren. Jack dan yang lainnya menunggu mereka di luar. Nick melangkah masuk dan langsung merasakan tatapan intimidasi dari Judar yang sedang duduk dengan tenang di kursi kerjanya. Dengan tatapan itu saja membuat Nick banjir keringat diseluruh tubuhnya padahal ruang kerja Judar dilengkapi dengan pendingin ruangan.

 

Judar menatap tajam pada pria yang ada di depannya. Ia memutuskan untuk pulang dan meninggalkan pekerjaannya sementara untuk berbicara dengan putrinya, mengingat pembicaraan mereka kemarin tidak mengenakkan. Tetapi apa yang didapatkannya ketika pulang adalah kabar kehilangan putrinya. Judar mendengus kesal. Sejak 3 jam lalu ketika Deren memberitahunya bahwa Serena menghilang, Ia tidak bisa menahan perasaan amarahnya. Ia kemudian maju melewati meja kerjanya dan mendekati Nick. Tangan kanannya terangkat dan dilayangkannya hingga menimbulkan suara ‘pplaakkk!’ yang cukup keras berkali – kali. Nick tersungkur karena sudah tidak dapat menahan tamparan keras yang berulang kali dari Judar di wajahnya. Ia merasakan darah mengalir dari hidung dan telinganya. Kedua sisi pipinya juga terasa berdenyut perih dan bahkan berdarah akibat dari kulitnya yang sedikit robek. Kepalanya terasa pusing. Judar melihat Nick dengan rahangnya yang menegang menahan amarahnya untuk membunuh Nick sekarang juga.

 

Deren hanya bisa menatap datar pada Nick. Judar sudah terbiasa menghukum anak buahnya yang tidak kompeten dengan tangannya sendiri bahkan ia tidak akan ragu untuk membunuh mereka jika benar – benar membuat kesalahan yang fatal. Tetapi hari ini ia berusaha menahan hasrat membunuhnya pada Nick. Ia kemudian mundur dan kembali ke tempat duduknya dengan mendengus kesal. Tangannya terkepal dan langsung memukul meja kerjanya dengan keras membuat gelas air minum yang ada di meja itu terjatuh dan pecah.

Nick berusaha berdiri dengan kepalanya yang terasa pusing dam dengan wajah yang menunduk tidak berani menatap Judar.

 

Lihat selengkapnya