“I’m by your side
right now”
Sinar matahari masuk dari celah – celah lubang di dinding papan dan jendela terbuka menerangi rumah kayu tua itu. Serena membuka matanya dengan berat. Tubuhnya terasa kaku dan kepalanya terasa berat ditambah dengan rasa sakit dari lengan kanannya mebuatnya meringis kembali. Ia menjilat bibirnya yang kering dan pecah – pecah. Rasanya sangat perih. Ia berusaha berdiri dengan sekuat tenaganya dan berjalan keluar dari rumah itu dengan perasaan was – was sambil melihat sekelilingnya. Dia akan mati jika hanya berdiam diri di sini. Perutnya sangat lapar dan juga merasa sangat haus. Ia memandang lurus ke arah rumah penduduk yang ramai. Dengan pelan ia berjalan menyusuri jalanan yang panjang itu.
Serena merasakan tatapan yang jijik dan kasihan yang mengarah padanya dari orang – orang yang sedang beralu lalang. Langkahnya berhenti dan melihat dirinya sendiri. Piyama yang sangat kotor dan compang – camping di bagian lengannya, luka sayatan yang terbuka, darah kering yang menempel di kulit dan bajunya, serta penampilan yang acak – acakan tanpa memakai alas kaki. Tidak heran semua orang memandanginya seperti itu. Dia melihat banyak toko – toko dan restoran di kanan - kirinya. “Ini bukan Lyon” pikirnya dalam hati. Tak jauh di depannya dia melihat puluhan deretan kursi dan meja yang disusun di depan sebuah restoran. Ia berhenti di depan restoran itu hendak ingin masuk tetapi pelayan laki – laki keluar dan menahannya serta mengusirnya. Ia baru menyadari tatapan pengunjung dari restoran itu sangat terganggu dengan kehadirannya dan menutup hidung mereka. Bahkan ada yang menyumpahinya. Pelayan pria itu mendorongnya dengan kuat hingga Serena terdorong dan tersungkur di tanah.
“Dasar gelandangan! Pergi!! Tempatmu bukan di sini. Carilah makanan di situ” bentak pria itu sambil menunjuk ke arah tempat sampah yang terletak di sudut depan restoran itu. Serena menatap tajam ke pria itu. Ia berniat membantah perkataan pria itu. ‘Ia bukan gelandangan!’ tapi bibirnya kelu tak bisa mengeluarkan suaranya. Tenggorokannya terlalu sakit untuk membentak seseorang dan ia juga tak bisa menyalahkan pria itu karena pada kenyataannya dia sekarang tidak memiliki uang untuk membayar makanannya. Semua uang yang sudah ia bawa tidak berguna sama sekali karena pada akhirnya dia diculik oleh psikopat gila. Padahal uangnya sangat cukup untuk membiayainya 2 tahun tanpa bekerja sekalipun. Tapi semuanya sia – sia, pada akhirnya uang beserta beberapa pasang baju yang baru ia beli itu tidak terpakai. Serena tertawa pahit dengan nasibnya. Ia berdiri sambil menatap datar pada pelayan pria yang masih memandangnya rendah dan jijik. Ia berjalan pergi dari situ.
“Aku ingin membeli bunga itu”
Suara bariton dan maskulin menarik perhatiannya. Lima langkah di depannya ia melihat seorang pria tinggi memakai jaket kulit yang dipadukan dengan celana jeans hitam serta sepatu tali kulit hitam dari salah satu merek terkenal. Pria itu juga memakai topi, kacamata, dan masker hitam untuk menutupi wajahnya. Jika ini adalah adegan film, pria itu sangat cocok berperan sebagai pembunuh bayaran yang sedang menyamar. Pikir Serena. Ia melihat pria itu mengeluarkan dompetnya untuk membayar bunga lili yang dibelinya. Haruskah ia melakukan itu. Ini akan menjadi perbuatan paling memalukan yang akan ia sesali seumur hidupnya. Tapi ini adalah satu – satunya cara agar ia bisa membeli makanan. Lagi pula dia bisa lolos tadi malam. Mari kita berjuang sekali lagi. Serena mengambil ancang – ancang untuk berlari dan menabrak pria itu agar dompet yang dipegangnya terjatuh. ‘1..2..3!’ Serena berlari mendekat kearah Reon yang sedang membayar bunga yang dibelinya. Rencana Serena berhasil karena Reon sangat terkejut dan menjatuhkan dompetnya. Ia mengambil dompet cokelat kulit itu dan berlari sekencang mungkin yang ia bisa.
“Heyy! Kembalikan dompetku!!” teriak Reon dan mengejar Serena.
Aksi kejar – kejaran dimulai antara Reon dan Serena. Mereka melewati banyak orang yang berlalu lalang dan ramai karena jam sudah menunjukkan pukul 4 sore di mana setiap orang akan berjalan – jalan untuk menikmati indahnya kota Rouen di sore hari. Reon hampir saja menabrak seorang wanita yang berbadan gemuk. Ia melepaskan kacamata hitamnya dan kembali mengejar Serena yang sudah jauh sepuluh langkah di depannya. Reon berbelok ke kanan untuk mengambil jalan pintas dan menyalip gadis itu. Jalan itu lebih sepi dari jalan utama yang ia lewati, itulah mengapa Reon tidak usah mengkhawatirkan bahwa ia akan menabrak seseorang lagi. Ia berbelok ke kiri dan kembali pada jalan utama. Ia tersenyum karena ia berhasil mendahului gadis pencuri itu ketika melihat Serena yang berlari tergesa - gesa tanpa memperhatikan jalanan di depannya dengan baik.
“Aku mendapatkanmu pencuri kecil” gumamnya sambil berkacak pinggang menunggu Serena. Reon mengernyit ketika Serena berhenti. Ia memperhatikan wajah gadis itu tadi memang sangat pucat, tetapi sekarang wajah gadis itu bertambah pucat pasih layaknya mayat hidup seakan bertemu dengan malaikat kematiannya. Reon bisa melihat Serena menoleh ke belakang dan tubuh gadis itu menjadi kaku dan berjalan mundur hingga jatuh terduduk memandang ke depannya. Akhirnya Reon tahu apa yang menyebabkan gadis itu menjadi ketakutan ketika melihat tiga orang pria berbaju hitam dengan muka yang menyeramkan berjalan mendekat ke arah gadis itu. Tanpa pikir panjang ia langsung berlari mendekati gadis itu.
“Sudah puas dengan jalan – jalanmu, hmm” geram Mark sambil memicingkan matanya menatap Serena yang berusaha mundur untuk menjauh darinya. Jeremy sangat marah ketika tahu bahwa Serena berhasil kabur karena keteledoran dari Frank dan Jeff.
“Akhirnya tertangkap juga kau gadis sialan!” seru Frank yang langsung mendapat pukulan dari Jeff. Frank menatapnya kesal tetapi Jeff memberikan kode melalui matanya yang melirik ke Mark yang sedang menatap tajam ke Frank. Frank menunduk ketika melihat ekspresi mengerikan dari Mark. Mark kembali menatap Serena, ia kemudian berjalan untuk menyeret gadis itu kembali ke tempat penyekapannya. Meskipun banyak orang yang berlalu lalang dan melihat mereka dengan tanda tanya, tetapi tidak ada orang yang akan bisa mengganggunya karena mereka menganggap dia hanya sedang kesal dengan seorang gadis gelandangan dan perlu diberi pelajaran. Satu langkah lagi ia bisa menarik tangan Serena tetapi tiba – tiba saja seorang pria menarik lengan kiri Serena yang tidak terluka dan mengajaknya berlari. Reon tidak memperdulikan betapa kotornya gadis yang ia tolong. Yang ada dalam pikirannya adalah membawa gadis ini jauh dari ketiga pria itu.
“Bertahanlah” ucap Reon di sela – sela larinya sambil menggenggam Serena yang sudah tidak kuat lagi berlari. Reon bisa saja mengalahkan ketiga pria itu yang saat ini sedang mengejar mereka. Tetapi ia tidak melakukannya karena harus menjaga reputasinya. Meskipun belum ada yang mengenalnya tetapi perkelahian itu akan memancing perhatian semua orang dan penyamarannya akan terbongkar.
Serena menatap pria yang berlari bersamanya adalah pemilik dompet yang dicurinya tadi. Ia bisa mendengar suara Mark yang berteriak sambil mengejar mereka dengan kesal. Mereka berbelok ke kanan melewati jalan pintas yang Reon lewati tadi. Ia melihat Reon menatap ke sekitarnya sambil berlari seperti mencari sesuatu. Pria itu menariknya untuk masuk ke sebuah jalanan kecil berupa lorong. Jalan itu tidak bisa dilalui oleh dua orang sekaligus. Ia merasakan genggaman Reon melonggar dan pria itu kemudian menatapnya.
“Jalan ini tembus ke jalan raya. Kau bisa langsung menemukan taxi yang selalu terparkir di pinggir jalan untuk menunggu penumpang” ucap Reon sambil menatap Serena sambil mengangguk. Serena balik menatap Reon. Ia baru sadar pria di depannya itu memilki mata biru malam yang tidak asing baginya. Mereka mendengar teriakan Mark dari kejauhan. “Sekarang pergilah” kata Reon dan melepaskan Serena.
Serena menahan lengan Reon dan membuat pria itu menoleh kembali padanya. “Ka..u.. tid-…ak.. iku…tt..” ucap Serena serak dan terbata – bata karena tenggorokannya yang kering dan sakit.
“Aku harus membereskan mereka. Jadi pergilah” jawab Reon kemudian melepaskan Serena seraya mendorongnya dengan pelan agar berjalan maju. Serena meremas dompet yang dipengannya sambil berjalan cepat melewati lorong itu. Ketika melihat Serena sudah berjalan jauh, ia langsung menangkis pukulan Mark yang langsung mengarah padanya ketika pria itu sudah sampai di depannya. Tak berapa lama kemudian dua pria lainnya datang dengan deru nafas yang tersengal – sengal karena lelah berlari. Ia melihat ke sekitarnya dan tersenyum. Di sini dia bisa bebas.
“Keparaattt!! Kau membiarkan gadis jalang itu pergii!! Sialan kau!!!” teriak Mark sambil menatap Reon dengan marah dan benci.
“Apa yang kalian tunggu!!! Kejar jalang itu sialaaannn!!!” perintah Mark sambil melotot. Frank dan Jeff langsung mengangguk dengan takut pada Mark yang saat ini berapi – api. Menurut mereka, membuat Mark marah itu sama saja kau memanggil dewa kematian. Mereka langsung berlari ke arah jalanan lorong sempit itu tetapi Reon langsung menghadang mereka.
“Tidak segampang itu” ucap Reon kemudian menendang dada Jeff dan membuat pria itu terlempar. Frank kemudian menyerang Reon dengan pisau lipat di tangannya. Gerakan Frank terlalu lambat bagi Reon. Dia bisa melihat celah setiap pria itu berusaha mengarahkan pisau itu ke arahnya. Ia menahan tangan Frank dengan pisau yang sudah mengarah padanya dan langsung memegang erat pergelangan tangan itu dan memutarnya lalu memukulnya agar pisau itu terjatuh. Teriakan kesakitan dari Frank keluar ketika merasakan tangannya seperti ingin patah karena Reon menekan lengan kanannya dari belakang. Tak terima Jeff langsung menyerang Reon agar melepaskan Frank. Ia mengeluarkan pisau lipatnya dan menyerang Reon. Pergerakan Reon sangat gesit dan ia menjadikan Frank menjadi tameng untuk menghalagi serangan Jeff.
“Woy! Sialann!! Kau akan membunuhku! Tanganku!! Awasss tanganku bodoh!! Ke mana kau mengarahkan pisau itu!!! singkirkan itu kau akan menusukku sialaann!!” racau Frank yang di jadikan tameng oleh Reon. Mark semakin kesal dan jengah dengan Frank dan Jeff yang tidak berguna! Mereka hanya pengecut!! Satu orang saja mereka tidak bisa tangani. Ia langsung melemparkan pisau lipatnya ke arah Reon yang saat ini sedang memunggunginya.
“Mati kauuu keparaattt!!!” teriak Mark.
“Aaarrrgghhh!!” teriakan kesakitan menggema. Mark terkejut ketika pisau lipatnya justru mengenai Frank. Frank jatuh tersungkur ke tanah sambil menahan sakit ketika Reon melepaskannya dan menjauh beberapa langkah dari mereka. Jeff mendekati Frank yang sedang kesakitan akibat pisau yang tertancap di dadanya.
“Kenapa kalian ingin menangkapnya?” tanya Reon dengan suara intimidasinya.
“Hehh!! Itu tidak ada urusannya denganmu” jawab Mark menatap benci ke Reon. Ia mengeluarkan pisau lainnya lagi untuk melawan Reon. “INI GARA – GARA KAU!! MATI SAJA KAUU!!!” teriak Mark dengan geram sambil menyerang Reon yang menghindar dari serangannya. Baginya Mark adalah lawan yang ceroboh dan tergesa – gesa. Serangan pria itu bahkan tidak bisa mengenainya. Ketika ada kesempatan, Reon meninju wajah Mark beberapa kali kemudian menendang perut pria itu dan membuat Mark tersungkur. Mark terbatuk dan memuntahkan darah yang mengalir dari mulutnya. Jeff yang melihat itu berjalan mendekat. Mereka berniat untuk menyerang Reon secara berasamaan. Jeff dan Mark kemudian berlari ke arah Reon dengan masing – masing memegang senjata tajam. Reon dengan gesit menghindari setiap serangan dari Mark dan Jeff. Ia memukul wajah kedua orang itu dengan sikunya yang keras membuat Mark dan Jeff merintih kesakitan. Mereka tersungkur dan melihat Reon yang masih bersih tanpa luka. Bahkan pria itu terlihat semakin kuat di mata mereka. Mereka sadar bahwa mereka bukanlah lawan Reon.
"AKU AKAN MEMBALASMU!! TUNGGU SAJA KEPARAATT! " ancam Mark yang berlalu pergi bersama Jeff yang memapah Frank dengan rintihan kesakitannya. Reon berbalik dan menyusuri lorong sempit itu. Suara bising kendaraan menjadi jelas ketika ia sudah mencapai ujung lorong itu. 'Gadis itu sudah pergi bukan. Syukurlah dia selamat' ucap Reon dalam pikirannya. Ia menoleh ke kanan hendak berjalan lurus tetapi ia di kagetkan dengan gadis yang baru saja ia pikirkan sedang duduk berjongkok dan menyandarkan tubuhnya ke salah satu dinding toko pakaian di situ. Banyak orang yang berlalu lalang menatap gadis itu jijik. Reon berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan gadis itu. Ia baru menyadari ternyata mata gadis itu tertutup. Reon melihat bibir Serena yang sudah membiru dan pecah - pecah. Matanya membulat ketika baru menyadari ada banyak luka sayatan di lengan kanan Serena yang sudah membiru. Ia tadi tidak memperhatikan dengan teliti keadaan gadis itu.
"Sebenarnya apa yang mereka lakukan padamu" Gumam Reon.
Reon kemudian membawa Serena kedekapannya dan menggendongnya. Ia kemudian masuk ke taxi yang sudah terparkir di pinggir jalan. Reon menyebutkan alamat tempat tinggalnya dan memerintahkan pada sopir taxi itu agar menyetir dengan cepat. Mobil taxi berjalan dan membawa mereka pergi. Reon menoleh menatap Serena yang gemetaran. Ia melepas jaket kulitnya dan menyelimuti Serena. Reon mengeluarkan iphonenya dan menekan dial penghubung untuk menghubungi seseorang.
"Aku perlu bantuanmu. Datanglah ke rumah sekarang" Ucapnya dan langsung memutuskan sambungan teleponnya.
**********
Zach meletakkan iphonenya di meja kerjanya. Seperti biasa Phill melaporkan semua informasi yang di dapatnya tentang Serena kepadanya dengan diam – diam. Deren memang bergerak cepat dengan mengutus team Jack yang ada di Prancis untuk langsung menyerbu markas Jeremy. Tetapi sayang sekali mereka tidak mendapatkan apa – apa. Ketika mereka sampai di markas itu, mereka tidak langsung masuk dan mengepung begitu saja melainkan mengawasi dan menyelidiki mereka diam – diam. Dan yang mereka dapatkan adalah dua orang pecundang yang terlihat mabuk sedang bertengkar dan menyalahkan satu sama lain karena Serena yang lolos dari pengawasan mereka. Ketika mendapatkan informasi itu team Jack memutuskan untuk kembali karena Nona Muda mereka sudah tidak ada lagi di sana. Tetapi Jeremy tetap mereka awasi dengan diam – diam atas perintah Judar.