Malam bergerak renta. Jauh dari tempat berlangsungnya perburuan di pusat kota, Orion menghentikan laju kendaraannya. Tak lagi mengenakan gerobak kayu yang harus ditarik dengan sekuat tenaga, sebuah Jip Hitam besar adalah kendaraan yang digunakan untuk mengangkut buruannya.
Beberapa meter di depan Jip Hitam besar yang menjadi kendaraannya, pohon-pohon yang berukuran raksasa seolah sengaja tumbuh berbaris untuk menghalangi jalannya. Satu-satunya jalan yang dapat ditempuh untuk bisa tiba di persembunyiannya. Jalan rahasia yang tidak akan pernah bisa dilihat keberadaannya, kecuali pohon-pohon besar yang tumbuh berbaris menutupinya digeser terlebih dahulu menggunakan mantra.
“Wahai penjaga belantara utusan semesta, bukalah jalan untukku, sang penghuni vila tak kasat mata.”
Begitu Orion selesai mengucapkan mantra, pohon-pohon besar itu tak lantas bergeser meninggalkan posisinya. Seperti butuh lebih banyak waktu untuk pohon-pohon itu memahaminya, tidak ada pilihan baginya selain menunggu dengan sabar.
Selagi menunggu dengan sabar, Orion menggunakan waktu untuk memeriksa keadaan Peri buruannya dengan melihat dari kaca spion depan. Persis pertama kali Ia meletakkan tubuh perempuan peri itu di kursi penumpang belakang, perempuan berambut coklat itu nampak masih tergeletak senyap. Lelap di bawah pengaruh Serbuk Hitam yang akan selalu Orion gunakan pada setiap perburuan.
Meski begitu setelah memeriksa keadaan peri buruannya, tak lantas laki-laki penyihir itu merasa lega. Kemungkinan resiko yang baru saja terpikirkan olehnya secara tiba-tiba menimbulkan gelisah dalam hatinya. Lengkapnya, kemungkinan resiko yang harus dihadapinya setelah dirinya menggunakan manusia sebagai umpan.
Belum selesai Orion menghadapi kegelisahan dalam dirinya, barisan pohon besar di muka mobilnya mulai menunjukan pergerakan. Bergeser sejengkal demi sejengkal. Menunjukan keberadaan sebuah jalan yang tersembunyi di belakang barisan. Jalan rahasia menuju ke sebuah hutan belantara yang keberadaannya terlarang bagi manusia.
Bersama gelisah yang mulai mempertemukannya dengan gugup, Orion menjalankan kembali mobilnya. Memasuki bagian celah yang terbuka, sebelum bagian itu kembali menutup dan hilang dengan sendirinya. Tepat di tengah-tengah jalanan yang membelah hutan, kini Orion telah berada. Sebuah jalan yang masih saja terasa asing untuk dilaluinya. Padahal bukannya untuk yang pertama atau kedua kalinya, jalanan itu telah dilaluinya selama lebih dari seratus tahun lamanya.
Sembari menembus keheningan hutan, gugup yang telah sepenuhnya mengambil alih perasaannya, menuntun Orion untuk meningkatkan kewaspadaan. Berulang kali melirik spion depan untuk memeriksa keadaan peri buruan. Beberapa kali tak lengah memperhatikan keadaan sekitar. Hingga memasuki bagian hutan yang lebih dalam, alasan dari kegugupannya itu akhirnya benar-benar tiba.
“Bau manusia…”
Disembunyikan di balik mantra Para Dewa, hutan yang jelas-jelas terlarang bagi manusia ini adalah tempat dimana Para Arwah terpenjara. Meski begitu bukannya Para Arwah yang sesekali Orion lihat berkeliaran di tengah Kota, Para Arwah yang terpenjara di hutan ini adalah arwah-arwah pemangsa manusia.
“Hm, aku mencium bau manusia.”
Memiliki pengalaman memangsa manusia, membuat Para Arwah penghuni hutan ini jadi begitu sensitif dalam mengenali keberadaan manusia. Di tengah dahaga yang mereka rasakan setelah terpenjara dalam waktu lama, membuat mereka seketika berubah gila tiap kali mencium bau manusia. Tak peduli kalau bau itu berasal dari manusia yang berada di luar kawasan hutan, yang tak pernah bisa mereka melewati batasnya ini, mereka masih bisa mengelabui manusia itu untuk datang sendiri ke dalam hutan menggunakan tipu daya.
“Di sini ada manusia…”
Sementara itu, karena Orion telah menggunakan umpan manusia pada perburuannya kali ini. Kemungkinan, ada aroma manusia yang tercium dari tubuh Peri buruannya.
“Ya-yah… aku juga mencium bau manusia.”
Menyusul pernyataan arwah pertama, yang tak sengaja dilaluinya, arwah-arwah lain kini berdatangan menunjukkan wujudnya. Memberikan sebuah jawaban nyata atas kegugupan yang sejak tadi Orion rasakan.
“Dimana manusia?”
Ada yang melompat dari satu dahan ke dahan lainnya. KRSEK…
“Ada manusia?”
Ada yang bolak-balik terbang di atap mobilnya. WRRR…
“Aku suka manusia.”
Ada yang menghilang setelah menumbur pohon, namun kembali muncul di pohon lainnya. ZET…
“Orion!”
“Apa perempuan itu manusia?”
“Baunya seperti manusia.”
Setelah itu, mereka mulai mengajak Orion berbicara. Orion yang tak pernah sekalipun berpikir untuk menanggapinya. Bahkan setelah ratusan tahun hidup bersama sebagai sesama penghuni Hutan Terlarang ini, Orion masih memilih untuk menyimpan dendam pada mereka.
“Seperti Orion yang pertama kali datang ke hutan ini.”
“Pada dasarnya Orion juga adalah manusia, kan.”
“Tidak. Sudah lama sejak dia berubah menjadi Penyihir Abadi, sekarang baunya lebih mirip dupa!”
Teringat kembali bagaimana makhluk-makhluk setengah iblis itu pernah hampir memangsanya, membuat Orion keluar sedikit dari fokusnya untuk memasuki lebih jauh dendam yang dimilikinya. Tak bisa membedakan dengan benar mana pohon bayangan, yang sengaja dibuat oleh Nenek Sihir pendahulunya untuk menyamarkan jalan menuju persembunyian, dengan mana pohon sungguhan yang tak bisa ditembus oleh mobilnya, nyaris menyebabkan bahaya.