KRIET…
Sekali Orion memijakkan kaki di teras depan persembunyiannya, pintu masuk bangunan tua itu terbuka dengan sendirinya. Seolah-olah ada satu makhluk tak kasat mata yang telah membukakan pintu itu untuknya. Begitu pun setelah Ia selesai melewati celahnya, pintu itu lantas kembali menutup dengan sendirinya.
KLEK!
Bersamaan dengan itu, lampu-lampu kristal buram yang menggantung di langit-langit bangunan tua itu mulai menyala… juga dengan sendirinya. Memancarkan seberkas cahaya putih yang meski tidak terlalu terang, namun lebih dari cukup untuk menunjukkan seusang apa bagian dalam persembunyian Orion tersebut.
Berbeda dari sewaktu Nenek Sihir pendahulunya itu masih ada, bangunan yang pada awalnya adalah rumah peristirahatan seorang Menir itu kini tak lagi terawat dengan sempurna. Buram warna ubin yang melapisi dasarnya seharusnya cukup untuk dijadikan bukti. Selain buram kaca-kaca jendela tinggi yang terdapat pada beberapa bagian dinding berjelaga itu. Biarpun begitu beberapa perabot seperti sofa dan meja yang tersisa, terlihat masih lebih dari layak untuk digunakan.
Masuk lebih jauh ke bagian dalam vila, Orion tiba di depan tangga-tangga yang mengarah ke bawah. Tangga-tangga yang kelihatan gelap pada awalnya, tapi kemudian berubah temaram begitu Orion mulai menginjakkan kaki di atasnya. Seolah-olah tombol untuk menyalakan lampu-lampu kecil yang menjadi sumber temaram itu, memanglah diletakan di atas permukaannya.
Tak terus menerus menyala, lampu-lampu bercahaya kuning yang terselip di antara dinding batu yang berdiri di kanan-kirinya itu, akan padam begitu Orion mengangkat kakinya untuk berpindah pada anak tangga lainnya.
Selesai menapaki seluruh anak tangga yang berada di sana, sebuah lorong nampak telah menunggu di depannya. Memiliki temaram yang konstan, lorong itu adalah jalan terakhir yang harus dilaluinya untuk bisa tiba di sana.
Tak berapa jauh dari ruangan tempat Orion menyimpan sembilan puluh sembilan jiwa yang telah berhasil dikumpulkannya, masih ada satu buah ruangan lagi yang terdapat di lantai bawah tanah dari vila persembunyiannya itu. Terletak tepat di penghujung lorong yang masih harus dilaluinya ini, ruangan itu adalah ruangan yang selalu menjadi tujuan pertamanya, sekembalinya Ia dari perburuan. Ruangan yang dikhususkan untuk meletakan sementara buruannya sampai waktunya tiba nanti.
Seperti adanya hari khusus untuk berburu Peri, ada pula hari khusus bagi mereka Para Penyihir untuk melakukan setiap ritual hitam yang dibutuhkan. Termasuk Ritual Pemisah Jiwa yang harus Orion lakukan untuk bisa mendapatkan jiwa Peri buruannya ini. Sementara ada jarak sekitar tiga belas hari sampai waktu ritualnya tiba nanti, hal yang harus Orion lakukan pertama kali tentu adalah memastikan kalau Peri buruannya ini tidak sempat melarikan diri.
Seperti pintu masuk vila, juga seluruh pintu yang berada di dalam vila persembunyiannya ini sebenarnya, pintu Penjara Peri itu pun terbuka dengan sendirinya, begitu mengenali sosok pemiliknya dari kejauhan. Membuat sebuah celah serupa celah kenangan yang kini tengah terbuka dalam ingatan Orion. Kenangan tentang bagaimana pintu-pintu dalam vila tua itu mulai terbuka dengan sendirinya, tatkala mengenali sosoknya dari kejauhan.
Sesuatu yang kemudian membuat Orion tersadar. Bahwa bukannya sekadar keabadian yang telah Ia dapatkan, kutukan itu juga telah melimpahkan sebuah identitas baru untuknya. Identitas yang pernah begitu diinginkan, namun sebaliknya begitu ingin dilepaskannya sekarang.
TRING… TRLING…
Seketika Orion sampai di dalam ruangan, kenangan itu ikut memudar mengikuti gemerincing yang terdengar. Berukuran tidak terlalu besar, tak banyak perabotan khas yang terlihat berada di dalamnya, selain sebuah dipan. Sekilas terlihat dipan biasa yang dilapisi cat warna hitam, dipan itu tentu saja bukan dipan biasa.
Terbuat dari kayu kokoh yang telah diberi mantra, dipan itu menghitam dengan sendirinya. Memiliki empat buah kaki penopang yang tertanam ke dalam ubin, masing-masing dari empat buah kaki penopang dipan itu terdapat belenggu bewarna senada.
Sementara dipan hitam berbelenggu besi itu menjadi satu-satunya benda yang menghiasi bagian bawah ruangan itu, lonceng-lonceng serupa lonceng angin memenuhi langit-langitnya.
TRING… TRLING…
Lonceng-lonceng yang sejak tadi telah memperdengarkan dentingnya, begitu Orion mulai melangkah dibawahnya. Seolah-olah memang dirinya lah yang telah membuat lonceng-lonceng itu bersuara, seperti lampu-lampu kuning yang berada di tangga-tangga sebelumnya. Kenyataannya justru Peri dalam dekapannya itu lah yang telah membuat lonceng-lonceng itu bersuara.
TRING… TRLING…
Menyerupai Gelang Pendeteksi Peri yang akan mengedipkan cahaya biru begitu mengenali keberadaan Peri di daerah jangkauannya, lonceng-lonceng yang terbuat dari besi dingin itu pun akan berbunyi begitu mengenali keberadaan di sekitarnya. Meskipun bukannya untuk mendeteksi keberadaan Peri di sekitarnya, salah satu alasan lonceng-lonceng itu digantungkan pada langit-langit ruangan itu adalah justru untuk menakut-nakuti Peri yang berada di dalamnya.
Sejujurnya Orion tidak tahu pasti, apa yang telah membuat bangsa Peri begitu takut selagi harus mendengar suara lonceng-lonceng itu. Satu hal yang sempat Ia tahu, dari ketakutan itu lah Para Penyihir Keji sepertinya mencoba untuk memanfaatkan keadaan. Membuat Peri-Peri terpenjara bersama ketakutannya, sering kali akan membuat mereka lupa bahwa sebenarnya mereka juga memiliki kemampuan sihir yang seharusnya cukup mereka gunakan untuk melarikan diri dari tempat ini.
BUK!
Tepat di atas dipan yang hanya berjarak setengah langkah dari hadapannya, Orion melemparkan begitu saja tubuh Peri buruannya. Seolah-olah tidak pernah peduli kalau Peri buruannya itu akan merasa kesakitan, nyatanya selalu ada perasaan harus bersusah payah untuk Orion tekan tiap kali melakukannya. Sebuah perasaan yang sama sekali tidak cocok dengan identitas barunya sebagai Penyihir Keji.