Last Fairy

gdnightiris
Chapter #10

Cara Menyelamatkan Peri

BAB X:

CARA MENYELAMATKAN PERI


Fajar hampir datang, tapi Orion masih terjebak dalam bimbang. Dua pilihan yang ditawarkan Buku Tentang Peri terus berputar dalam kepalanya, berkejaran tanpa menghasilkan jawaban. 

Sadar waktu tak berhenti untuk menunggu, sebersit penyesalan menyelinap. Penyesalan karena Ia tidak mengasah kemampuan sihirnya lebih tajam untuk hal ini. 

Tidak... Orion menggelengkan kepala. Ini bukan saatnya untuk memikirkan hal-hal seperti itu. Memanggil kembali pikiran yang hendak berkelana jauh. Saat ini yang harus kulakukan hanyalah memikirkan sebuah cara untuk menyelamatkannya sebelum terlambat. 

Tak beranjak dari atas kursi, Orion menatap kembali Buku Tentang Peri. Seolah-olah kalau Ia membacanya satu kali lagi, Ia bisa mendapatkan kepastiannya nanti. 


Cara terbaik untuk menyelamatkan Peri dari paparan Serbuk Hitam yang berlebihan adalah dengan mendekatkan tubuhnya ke Pohon Nol.


Meskipun begitu, baru Ia membaca ulang sampai pada bagian itu, Orion merasa cara itu terlalu beresiko untuk dilakukan. 

Bukannya pohon biasa, Pohon Nol yang buku itu sebutkan adalah sebuah Pohon Keramat dari Tanah Rahasia. Pohon yang terkenal dengan kemampuan menyerap habis kekuatan sihir terkuat sekalipun, selama pemilik sihir tersebut berada di sekitarnya. 

Lebih dari sekedar mendengar kisahnya, Orion bahkan pernah secara langsung melihatnya dan merasakan kekuatan dari Pohon Nol itu secara langsung. 

Tidak hanya berlaku bagi Orion atau Para Penyihir saja, kehilangan kemampuan sihir sementara, sebenarnya juga akan dialami Para Peri selagi mereka berada di dekat Pohon Nol.

Biarpun begitu, Orion tak bisa merasa kalau hal itu adalah keuntungan untuknya. Bagaimanapun, Pohon Nol adalah Pohon Keramat dari Tanah Rahasia, tanah kelahiran Para Peri itu sendiri. Artinya, mereka Para Peri lah yang akan lebih mengenal Pohon Nol daripada dirinya. Singkatnya, ada kemungkinan yang lebih besar bagi Peri itu untuk melarikan, sementara dirinya kehilangan kemampuan sihirnya. 


Apabila mendekatkan tubuh Peri dengan Pohon Nol adalah hal yang tak mungkin untuk dilakukan, maka memberikannya Ramuan Merah adalah satu-satunya pilihan. 


Orion menutup Buku Tentang Peri yang telah menawarkan dua buah cara, dengan perasaan kecewa. Meninggalkan begitu saja buku itu, di atas meja baca yang ada di salah satu ruangan dalam rubanahnya, meski belum juga sempat memutuskan cara mana yang harus dilakukan. 

Menyusuri ulang jejak bimbang yang masih membekas hingga ke lantai dua vila, tak satu kalipun Orion berhenti mempertimbangkan keputusan yang harus dilakukan dalam pikiran. Hingga Ia tiba di antara dua pintu ruangan yang saling berdiri berhadapan itu, tiba-tiba Orion menghentikan langkahnya. 

Kalau sudah begini pilihanku cuma dua… 

Pada satu pintu yang seolah telah membencinya sejak lama, pandangan Orion sejenak terpaku. Seolah-olah dengan hanya melihat pintu yang tertutup rapat itu, dapat membuatnya lebih fokus lagi. 

Merelakan Peri itu, lalu mengulur lebih banyak waktu untuk bisa membuat Ramuan Kehidupan... 

Lalu, Orion melanjutkan kembali langkah gontainya. Masuk ke dalam pintu ruangan lain yang berada tepat di hadapan pintu yang selalu tertutup rapat itu. Pintu yang sudah terbuka dengan sendirinya, bahkan sebelum Ia menghentikan langkah di depannya. Tempat dimana Peri buruannya masih terbaring di bawah dua lapis selimut tebal yang dibentangkan. 

Atau, berusaha keras menyelamatkannya dengan resiko kehilangan.

Beberapa saat setelah menatap Peri buruannya, Orion mengambil kembali handuk kecil dalam mangkuk berisi air yang ada di dekat tempat Peri itu tidur. Tidak seperti waktu pertama Ia meletakkannya di sana, air dalam mangkuk itu kini terasa dingin. Alih-alih langsung menarik tangannya, Orion membiarkannya sementara terendam, kemudian dengan nyaris tanpa suara, Ia mulai merapalkan mantra.

Mula-mula beriak, suhu air dalam mangkuk putih itu kembali hangat. Orion menarik tangannya yang semula terbenam, membawa serta handuk kecil dalam genggaman. Sementara tangannya yang lain menyambut dari luar mangkuk, Ia mulai memeras handuk itu satu kali, sebelum dengan hati-hati mengusapkannya ke dahi dan kedua sisi wajah Peri itu.

Orion tidak tahu pasti apa yang sebenarnya sedang dilakukannya ini. Meski tekadnya adalah menyelamatkan Peri ini sampai waktu Ritual Pemisah Jiwa tiba nanti, Ia merasa telah melakukan sesuatu yang hampir asing. Gerakan demi gerakan yang Ia lakukan, membawa pulang sebuah ingatan. Ingatan usang yang hampir-hampir Ia lupakan, hingga mengingatnya kembali seperti ini seolah-olah terasa salah.

Uap samar dari air hangat naik perlahan, membingkai wajah pucat dalam cahaya yang redup. Napas perempuan peri itu masih berat, kelopak matanya yang rekat sesekali bergerak seolah tengah menghadapi jalan mimpi yang berat. Orion mendesah. Biarpun hanya bertekad untuk menyelamatkannya, ingatan yang terlanjur datang tak lantas berhasil dikesampingkan. 

Bayangan itu muncul begitu saja. Peri lain. Malam lain. Perasaan yang seharusnya tak muncul pada waktu ini. 

Lihat selengkapnya