“Berapa lama aku tertidur?” Tanyaku dengan suara serak dan kering.
“Cukup lama.” Jawabnya setengah berbisik. “Pejamkan matamu dan kembalilah beristirahat. Malam masih panjang. Kita memiliki banyak waktu.”
“Itu tidak perlu ….”
Aku segera bangkit dari tidurku. Tanpa sadar, selimutku tersingkap dan menampakkan tubuhku yang masih belum terbalut pakaian.
“Maafkan aku…” Aku menutupi dadaku karena malu.
Aku pun tidak mengerti. Untuk apa aku merasa malu. Bukankah ia sudah melihatku sebelumnya. Tidak ada lagi alasan bagiku untuk merasa malu.
“Untuk apa kau minta maaf.” Senyumnya tawar. “Bukankah kau tidak mempunyai pakaian?”
Setelah mengatakan itu, pria itu bangkit dari duduknya dan kemudian mengambil beberapa tas belanja.
“Semoga kau menyukainya?” Jawabnya sambil meletakkannya di dekatku. “Aku membelikannya sesuai dengan seleraku karena aku menganggap kau akan terlihat menawan dengan mengenakan pakaian ini di sisiku.”
“D-di sisimu…?”
“Kau masih lapar, iyakan?” Pria tampan itu tersenyum seraya menyisir rambut arangnya ke belakang kepala. “Aku ingin mengajakmu makan karena aku yakin kau masih lapar.”
“Terima kasih…” Jawabku lirih.
“Berpakaianlah.” Pria itu membalikkan tubuhnya. “Aku akan menunggumu di luar.”
“T-tunggu…” Aku menahan kepergiannya dengan memegang lengan jas yang dikenakannya. “Kau tidak perlu pergi. Kau bisa melihatku jika kau memang mau.”
“Tidakkah kau malu?”
“Sesungguhnya aku tidak sepolos itu…” Jawabku dengan suara tercekat.
Aku jadi merasa malu. Merasa hina dengan keadaan diriku.
“Telah banyak yang melihatku dan banyak orang yang memanfaatkan tubuhku. Tidak adil rasanya kalau aku menahan pria baik semacam dirimu.” Aku melanjutkan ucapanku dengan suara lirih.
Suasana hening.