Aku tidak percaya dengan apa yang kulihat. Sambil melingkarkan lenganku dengan miliknya, aku melangkah ke sisi kota yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Penuh lampu neon bersinar. Sejauh mata memandang penghuninya yang riang gembira.
Tidak ada kesusahan. Tidak ada kepedihan. Semua terlihat cantik, semua terlihat tampan dan menarik. Wajah-wajah yang kulihat ini, bukanlah wajah-wajah yang pernah kutemui sebelumnya.
Aku tidak pernah sebahagia ini sebelumnya. Semua ini bagaikan mimpi yang amat kurindukan, namun tiada pernah datang.
Ah…
Andaikan ini mimpi .…
Aku tidak ingin bangun lagi .…
Andaikan ini semua adalah akhir kesadaranku .…
Aku akan merasa puas .…
Aku akan bersyukur ….
Ini adalah hidup yang kuinginkan, kemana pun alirannya menuju.
Senyum mereka telihat tulus dan penuh kata-kata sopan yang tidak merendahkan. Sungguh berbeda dengan sisi kota tempatku berasal. Aku pun menundukkan wajahku. Suasana di sekitarku ini terlalu gemerlap bagiku.
Namun, sang pria tampan di sisiku membisikkan kata-kata lembut. Ia mengatakan, kalau aku harus mengangkat kepalaku, karena aku memang sejajar dengan mereka. Aku tidak lebih rendah dari mereka. Nyawaku sama berharganya dengan nyawa mereka.
Maka, aku pun mengangkat kepalaku dan berusaha berjalan anggun demi pria tampan di sisiku. Saat ini aku tengah bersamanya, maka aku tidak boleh terlihat memalukan di sisinya. Karena ia begitu cemerlang di mataku. Jauh lebih cemerlang dari semua wajah cantik dan tampan yang ada di sekitarku. Aku ingin terlihat cantik di matanya, karena aku sangat mencintainya.