Latte di Antara Kita

slya
Chapter #23

Awal yang baru

Kini, Atte harus mengikhlaskan semua yang pernah terjadi bersama Aga. Setidaknya, ia telah menemukan jawaban atas menghilangnya Aga. Meski hatinya masih terluka, Atte berusaha berdamai dengan keadaan. Dia tahu tidak mudah bagi dirinya untuk melupakan Aga, tetapi dia akan melakukannya bagaimanapun caranya.

Hari ini adalah hari terakhir Atte sebagai mahasiswa praktikum di rumah sakit. Berbagai perasaan bercampur aduk di dalam hatinya. Dia sangat merindukan Tante Mayang, Om Rudi, dan Zeana, anak dari Tante Mayang, yang telah menjadi seperti keluarga kedua baginya. Sahabatnya, Fazza, juga tak lepas dari pikirannya. Atte ingin sekali meluapkan semua keluh kesahnya kepada Fazza dan Alden, sahabat baiknya yang selalu ada di sisinya.

Dua bulan telah berlalu sejak Atte mengucapkan selamat tinggal kepada Aga. Kini, Atte berada pada titik di mana dia harus mengikhlaskan semua yang pernah terjadi antara mereka. Dia akhirnya menemukan jawaban atas menghilangnya Aga, dan meskipun prosesnya tidak mudah, Atte berusaha berdamai dengan keadaan. Ia tahu melupakan Aga adalah sebuah tantangan besar, tetapi dia bertekad untuk melakukannya dengan cara apa pun yang dia bisa.

Di ruang pertemuan yang telah disiapkan untuk acara penutupan, semua mahasiswa koas dari Universitas Irtanda berkumpul bersama dosen pembimbing, dokter, dan staf rumah sakit. Suasana penuh dengan campuran rasa syukur dan keharuan.

Di tengah kerumunan, Atte memandang sekeliling dengan penuh rasa terima kasih, mengingat kembali semua pelajaran dan kenangan yang telah ia kumpulkan selama menjadi mahasiswa koas. Meskipun hari ini adalah hari terakhir, dia merasa siap untuk melangkah maju, dengan harapan dan tekad baru untuk masa depan.

Setelah kegiatan selesai, suasana penuh kehangatan memenuhi ruangan. Para mahasiswa yang telah berjuang keras selama beberapa minggu ini merasa lega dan puas. Dosen dan dokter yang memimpin kegiatan ini berdiri di depan ruangan, siap untuk memberikan kata penutup.

Pak Fadli Hamdalah, dosen pembimbing, berdiri di depan dan memulai pidatonya. "Kami ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak Rumah Sakit Sentra Sentosa," katanya dengan suara yang penuh rasa hormat. "Atas segala ilmu dan pengalaman berharga yang telah diberikan kepada mahasiswa kami selama mereka menjalani koas ini. Dukungan dan bimbingan dari para dokter dan staf di sini sangat berarti bagi mereka."

Dokter yang bertugas turut memberikan pidatonya. Ia berbicara tentang pentingnya pengalaman terjun langsung ke rumah sakit ini dalam membentuk keterampilan dan pengetahuan para mahasiswa, yang kelak akan menjadi bekal berharga dalam karir mereka di bidang kesehatan.

Setelah pidato selesai, tepuk tangan meriah mengiringi penutupan kegiatan tersebut. Para mahasiswa dipersilakan untuk pulang dan beristirahat, mengembalikan tenaga setelah hari-hari yang penuh dengan pembelajaran intensif. Mereka berjalan keluar dengan senyuman, siap untuk menikmati waktu istirahat sebelum melanjutkan aktivitas mereka keesokan harinya.

Atte melihat Alden dari kejauhan, senyum muncul di wajahnya. Dengan langkah cepat namun hati-hati, Atte mulai berjalan mendekati Alden. "Alden!" panggil Atte dengan suara penuh semangat, sambil melambaikan tangan berharap Alden akan melihat ke arahnya. Alden yang sedang sibuk dengan ponselnya, perlahan mengangkat kepala dan melihat Atte mendekat. Senyuman di wajah Alden membalas sapaan hangat itu, menandakan bahwa pertemuan mereka akan segera terjadi.

Alden menghampiri Atte dengan senyum manis yang selalu menghiasi wajahnya. Meski terlihat lelah, semangat Atte tetap terpancar, membuatnya selalu tampak penuh energi.

"Hai, Atte," sapa Alden, "Akhirnya selesai juga satu per satu ya."

Atte mengangguk, tersenyum sambil mencoba tetap semangat. "Masih ada satu rintangan lagi yang belum kita selesaikan. Semoga kita tetap waras sampai akhir ya, Alden," ucap Atte seraya tertawa kecil.

Lihat selengkapnya