Dua bulan kemudian, tibalah hari yang dinantikan oleh seluruh mahasiswa dari berbagai fakultas. Gedung Harmonia Magna dipenuhi oleh lautan manusia yang datang untuk menghadiri prosesi wisuda mahasiswa S1, S2, dan S3. Gedung ini, yang dikenal karena arsitekturnya yang megah dan akustiknya yang sempurna, menjadi saksi dari pencapaian luar biasa para mahasiswa yang telah menempuh perjalanan panjang dalam dunia akademik.
Rangkaian kegiatan telah berlangsung dengan khidmat. Acara dibuka dengan sambutan hangat dari Rektor, diikuti oleh pesan-pesan inspiratif dari jajaran dosen yang dihormati. Kata-kata mereka menekankan pentingnya tanggung jawab dan pengabdian yang harus diemban oleh para lulusan di masa depan.
Kini, tibalah saat yang paling dinanti-nantikan prosesi pemberian gelar dan pemindahan tali toga. Departemen Kedokteran mendapat kehormatan untuk dipanggil pertama. Suasana terasa semakin hangat saat satu per satu mahasiswa melangkah maju, menerima pengakuan atas kerja keras mereka selama bertahun-tahun.
Setelah empat orang mahasiswa dari Departemen Kedokteran dipanggil, giliran Atte yang mendapatkan panggilan berikutnya. Pembawa acara dengan suara lantang dan jelas menyebutkan, "Latte Macchiato, S.Ked., putra dari Bagas Hardikusuma dan Wulan Sagarinta, dengan IPK sebesar 3.90."
Tepuk tangan bergemuruh memenuhi ruangan saat Latte Macchiato melangkah maju. Senyuman bangga terukir di wajah Tante Mayang dan Om Rudi, mengiringi langkah keponaka mereka yang sudah dianggap sebagai anak sendiri menuju masa depan yang cerah.
Mayang tersenyum lembut saat melihat Atte berdiri di atas panggung. Di antara sorakan dan tepuk tangan yang memenuhi Gedung Harmonia Magna, perasaan bangga dan haru menghiasi wajahnya. Melihat Atte yang kini telah berhasil meraih gelar Sarjana Kedokteran, Mayang merasa seolah semua pengorbanan dan perjuangan mereka terbayar lunas.
Di sebelahnya, Rudi berdiri dengan mata yang berkaca-kaca. Rasa bangga membuncah dalam dadanya. Dia telah menjaga keponakannya dengan sepenuh hati, memenuhi semua amanah yang dititipkan almarhum kakaknya. Tidak terasa, air mata pun mulai menetes, mengalir perlahan di pipi Rudi.
Dengan suara lirih, ia berbisik dalam hati, "Lihatlah, Bang, anakmu kini sudah bergelar S.Ked. Sebentar lagi dia akan menjadi dokter, seperti yang selalu kamu impikan. Semoga kamu tenang di sana ya, aku sudah melakukan yang terbaik untuknya."
Rudi menghapus air matanya, tetapi perasaan haru tetap menghangatkan hatinya. Hari ini bukan hanya hari kebanggaan bagi Atte, tetapi juga bukti bahwa cinta dan tekad keluarga bisa mengatasi segalanya.
Seluruh rangkaian prosesi wisuda akhirnya selesai. Mahasiswa beserta tamu undangan mulai meninggalkan Gedung Harmonia Magna dengan hati penuh sukacita. Di luar gedung, Atte melihat Tante Mayang dan Om Rudi yang sudah menunggu dengan senyum hangat di wajah mereka. Atte segera menghampiri mereka, tak sabar untuk merayakan keberhasilannya bersama keluarga yang begitu dicintainya.
"Tante bangga sama kamu, Atte sayang. Selamat ya," ujar Tante Mayang dengan penuh kehangatan seraya memeluk Atte erat. Rasa bangga dan haru tergambar jelas di wajahnya.
"Terima kasih, Tante," balas Atte dengan suara yang penuh rasa syukur. "Semua yang Atte dapatkan hari ini berkat Tuhan dan doa serta cinta yang Tante dan Om Rudi berikan. Terima kasih telah menerima Atte dan membesarkan Atte dengan kasih sayang. Ayah pasti senang melihat aku sekarang."
Om Rudi yang berdiri di sebelah, tersenyum hangat. "Ayahmu pasti bangga di sana melihat putri kecilnya berhasil," ujarnya, suaranya bergetar sedikit oleh emosi. Ia kemudian menyerahkan sebuah bingkisan besar kepada Atte. "Ini hadiah dari Om, untuk keberhasilanmu yang luar biasa."
Atte menerima bingkisan itu dengan penuh rasa terima kasih, matanya berkaca-kaca. "Terima kasih, Om. Ini semua karena dukungan Om dan Tante," ucapnya, merasa sangat bersyukur memiliki keluarga yang selalu mendukungnya dalam setiap langkah.e
Di tengah kebahagiaannya di hari wisuda, Atte tak bisa sepenuhnya asamenghilangkan bayang-bayang kesedihan karena ibunya tak hadir. Namun, ia paham dengan kondisi yang kini dialami oleh ibunya. Dua tahun yang lalu, Atte mengetahui bahwa ibunya tengah mengandung anak dari laki-laki lain, dan mungkin saja saat ini ibunya sudah melahirkan. Ia mengerti bahwa kehidupannya kini sudah berbeda, dan mungkin ada alasan-alasan yang membuat ibunya tak bisa hadir di hari penting ini.