Lauhul Mahfudz

khadijahliana
Chapter #2

Teman lama? #2

Hanya butuh satu peristiwa untuk menjadikannya momen terindah

🌅🌅🌅

10 Juni 2018

"Adhar Al-khaulani?" gumanku dalam hati.

Siapa dia?

Pemuda dan peristiwa tadi masih terngiang-ngiang di kepalaku.

Kuparkir mobil dan langsung masuk ke dalam rumah.

"Assalamualaikum!"

"Umi! Umi!"

Aku kesana kemari mencari Umi.

"Di dapur sayang," teriak Umi.

Aku segera berlari ke dapur. Mendekati, menatapnya dalam dengan napas tersengal-sengal.

"Kamu kenapa?" tanya Umi heran.

"Umi..."

"Umi pernah ngak ngerasain..." Ucapanku terhenti.

"Apa ? Ngerasain apa?" tanya Umi yang melihatku masih membuka mulut.

"C–cumi goreng kari spesial. Kat–katanya enak banget," jawabku kikuk.

Umi tertawa "Gemes deh, ngomong gitu aja pake mikir panjang," ujarnya sambil mencubit lembut pipiku. "Nanti umi bikinin yah."

"Ia, makasih Umi"

"Kamu dari mana?"

"Dari Masjid Agung Umi, tadi ikut kajian"

"Rajinnya kesayangan Umi. Ya udah, mandi gih sana. Setelah itu ajarin adik kamu melipat pakaiannya," titah Umi.

Aku mengangkat jempolku "Siap umi sayang" kemudian masuk ke kamar, tempat ternyaman dirumah ini dari segala penatnya aktivitas. Setelah mandi aku mencari adikku, sesuai perintah umi, aku harus mengajarinya melipat pakaian.

Namanya Alfiansyah, dipanggil Al. Entah mengapa dia sangat sulit melipat pakaian, padahal sudah kelas dua SMP. Masih saja manja.

"Ngapain sih Al cape-cape lipat pakaian sendiri? kan ada bibi," celotehnya.

"Al, bibi tuh tugasnya bantuin umi ngurus rumah. Bukan ngurus kamu," ujarku sambil menepuk pelan jidadnya.

Setelah mengajarkan Adikku, lebih tepatnya sih memaksa dia belajar. Kemudian aku kembali ke kamar untuk melaksanakan sholat magrib.

🌺🌺🌺

Senja telah berubah malam, lembayung itu kini menghilang. Meski senja selalu pergi dan menyisakan rindu, tapi ia selalu konsisten untuk kembali dengan rekahan jingga yang menjadi penawar rindu para pengagumnya.

Malampun sama! tak kalah indahnya dengan senja, seperti malam ini, rembulan begitu terang membuat malam ini hangat terasa, ditambah kelap-kelip gemintang penuh keceriaan.

Aku sudah terbiasa menikmati malam di balkon kamar, menikmati keindahan langit malam, dan kadang aku mengamati galaksi-galaksi dengan teropong.

Tiba-tiba ponselku berdering, nomor tidak dikenali menelponku.

"Siapa yah?"

Daripada penasaran dan terus bertanya mending aku mengangkatnya.

"Hallo! Assalamua'laikum?"

"Wa'alaikumssalam," jawab si penelpon.

Terdengar suara laki-laki.

"Maaf, ini siapa?" tanyaku penasaran.

"Aku Adhar, Anatasya!" jawabnya.

"A–a–Adhar?"

"Ia, yang di Masjid tadi sore, aku ingin menyampaikan sesuatu!" ujarnya

"Apa?"

"Aku tadi menemukan benda di Masjid, barangkali milikmu?"

"Benda apa?"

"Flashdisk, milikmu bukan?"

Aku segera mengambil tas yang kubawa ke Masjid tadi.Ya ampun. Ngak ada. Flashdisk itu ngak ada. Padahal tugas Fitrah ada di dalamnya. Dia minta tolong untuk di Print out.

"Hallo?" 

"Gimana? Punya kamu ngak?"

"Flash itu warna biru ngak? ada gantungan bunga melati?"

"Yah, tepat banget. Aku yakin ini pasti milikmu"

"Terimakasih telah menjaganya. Kapan aku bisa mengambilnya?"

"Besok aku kasih ke kamu! Aku tunggu di cafe Perempatan jam empat sore. Oke?"

"Oke"

"Baik, Assalamua'laikum"

Lihat selengkapnya