"Aku merintih pada setiap kerumunan, baik dalam majelis kebahagiaan maupun kesedihan.
Siapapun bisa mengira telah menyertaiku dan sebatin denganku, namun tak ada yang bisa memahami rahasia batinku.
Rahasiaku tak jauh dari rintihanku, namun bukan mata dan telinga itu yang mampu melihat dan mendengarkannya.
Tak ada pemisah antara jiwa dan raga ataupun raga dan jiwa, namun tak semua orang mampu menyaksikannya."
Secuil penggalan dari buku Matsnawi bait ke 5-8 karya Jalaluddin Rumi yang baru saja aku baca dikamar sembari tidur-tiduran santai dikasur busaku yang usang dan mulai sedikit kempes, mungkin karena berat badanku yang bertambah dan aku sendiri senang menjatuhkan badanku ketika hendak tidur sehingga busa kasur itu sudah kehilangan ke-empukannya. Buku peninggalan Bu Sani bude dari Fatur ini memang agak sulit untuk dipahami, buku ini ditulis Maulana Jalaluddin Rumi yang terinspirasi oleh cerita Layla Majnun kisah romantis dari jazirah timur tengah sana. Bahkan penggalannya saja agak sulit dicerna apalagi untuk beberapa orang yang baru memulai membaca dengan bacaan-bacaan berat seperti karya Jalaluddin Rumi ini, sebab didalamnya mengandung tasawuf bahkan seluruhnya adalah tasawuf cinta. Bagi setiap sufi atau penganut tarekat jalan menuju Tuhan adalah hal berat, sebab mereka harus menerima tantangan dari dhohir mereka sendiri atau dengan kata lain melawan diri mereka--nafsu. Namun, jika sudah dapat mengendalikan diri sendiri maka Tuhan pun akan membukakan jalan bagi setiap kekasihnya. Seperti itulah gambaran kecil timbal balik diantara keduanya.
Aku juga tak menampik bahwa memahami beberapa bait itu sangat sulit, dibenakku rahasia batin adalah sebuah isyarat untuk aku dapat memahami bagaimana Tuhan mencurahkan cintanya lewat kekecewaan hambanya rintihan hambanya, dan di konteks Matsnawi bait ke 5-8 yang kutangkap adalah Dia Maha Yang Paling Qodirun (berkuasa) atas kegundahan siapa saja kekasihnya--Rumi--entah itu cinta yang bahagia atau cinta yang lainnya. Tapi sekali lagi cinta tetaplah cinta, tak seorangpun mampu menerjemahkan, bahkan Rumi pun tak mampu, dia hanya bisa memberitahu 'wujud' dari cinta dengan bentuk-bentuk realisasi terhadap makhluk lain ataupun tulisan-tulisan, tidak dalam pengertiannya. Dan yang sebenarnya cinta itu--bagi Rumi adalah tafsiran-tafsiran dari berbagai sudut pandang siapa saja, dengan kata lain yang tahu pemaknaan dan pengertian adalah orang yang merasakan cinta itu sendiri, terlebih lagi cinta adalah pelaksanaan yang kasih dan hangat oleh siapa saja disatu sisi, namun juga menjadi tajam dan kasih disisi lainnya.
Tak ada pemisah antara jiwa dan raga ataupun raga dan jiwa, namun tak semua orang mampu menyaksikannya.
Cinta bagi dia--Rumi--adalah sebuah jalan menuju Tuhannya dengan menyematkan perilaku dan tindakan yang sifatnya 'wujud' pada setiap makhlukNya di dalam (tindakan) dirinya sendiri.
Dipikiranku membahas cinta tak akan pernah selesai, apalagi memahami cinta versi Rumi yang taraf levelnya jauh lebih tinggi dibanding siapapun, maklum saja dia adalah seorang kekasih yang paham cintaNya. Sudah hampir lima belas menit aku hanya termenung memikirkan itu--cinta itu apa dan bagaimana? apakah bentuk dari cinta itu adalah Hani atau pikiranku memahami cinta hanya sebatas seperti itu--setelah memikirkan itu aku tertidur pulas dengan buku matsnawi menimpa dadaku.
Esoknya entah mengapa aku terbayang-bayang wajah anggun nan indah Hani, sebab, pada saat tertidur mimpiku bersamanya. Dalam mimpiku aku melihat telaga sungai yang jernih sejernih binar mata Hani, saat itu aku memegang tangannya dan dia menaruh kepala dipundakku momen itu terasa romantis dan tahu apalagi yang kami lakukan? kami bercinta--bersetubuh--dan lalu tak ingat lagi gaya seperti apa yang aku lakukan bersama Hani. Bukan bermaksud mengotori telaga itu dengan tingkah yang kami lakukan, namun ini mimpi hanya mimpi!. Setelah terbangun gegara alarm yang kupasang pada ponsel jadulku, bagian bawah tubuhku sudah basah dan lengket. Mimpiku dengan Hani yang nikmat akan selalu kukenang dan ini berkat matsnawi yang ikutan tertidur pada dadaku. Mungkin ini kenikmatan cinta. Haha!
Diteras Bapak masih rokokan dan bersiap-siap mengawali status paginya dengan bekerja. Dia pamitan denganku dan layaknya adab anak kepada bapaknya aku mencium tangannya--salim. Hari-hariku masih kosong masih belum bekerja, perihal lamaran-lamaran pekerjaan sudah aku kirim pada pt pt, pada restoran-restoran, toko-toko besar atau sejenis tempat kerja yang mempekerjakan lulusan dengan ijazah setara SMA umumnya--aku. Pelayan toko, Helper, Customer Service, Office Boy atau pekerjaan cukong lainnya syukur-syukur Admin, atau apapun tak masalah bagiku yang paling penting aku punya pekerjaan dan gajiku dapat kutabung nantinya. Pada dasarnya setiap lelaki memang dipandang sebagai 'lelaki yang benar-benar bertanggung jawab' jika mereka memiliki sebuah pekerjaan apapun itu kerjanya.