LAUT DAN UDARA

ajitio puspo utomo
Chapter #14

Lovely Tradition

Sudah hampir dua puluh menit Hani menangis dan selalu kuseka air matanya dengan bajuku. Dan agaknya sekarang dia sudah mulai tenang disandaranku ini seperti anak kecil yang kehilangan bonekanya. Kata Mang Kamsar dia akan mencari Rini sepupunya, tapi dalam pikiranku kemungkinan menemukannya kecil bahkan jika di prosentasekan maka hanya sekitar lima persen! Maklum saja benar kata pepatah mencari jarum ditumpukan jerami akan membutuhkan waktu seumur hidup dan ini mencari diantara ribuan orang dari berbagai penjuru. Tapi jika seseorang itu mempunyai peruntungan yang bagus sekali lihat pun pasti akan ketemu, tapi apakah Mang Kamsar mempunyai peruntungan sebagus dan secerah itu. Berdoa sajalah!

"Mang Kamsar sedang mencari Rini, Hani tunggu saja. Mang Kamsar bisa diandalkan" kataku untuk menenangkannya. Terdengar nafasnya yang terengah-engah ditelingaku, ini adalah momen paling dekat aku dengannya--diwajahnya. Hani masih menghela nafasnya tapi sekarang agak memanjangkan hirupannya. Dia mencoba melawan tubuhnya agar tenang. Teman-teman yang lain tetap berjalan menuju titik balik Fatur dan Rofi bergantian menarik dan mendorong, begitupun Ito, Herman, Maskul, Toya dan semuanya. Sebagian dari mereka bahkan tak tahu jika Hani tengah menangis dan telah kehilangan sepupunya Rini. Yang mereka tahu adalah aku, Mang Kamsar juga Hani pergi sebentar dengan alasan mencari minum untuk mereka, juga mereka keheranan mengapa Hani menangis padahal ingin membeli air minum. Aku tak ingin mereka mengandaikan Hani sebagai beban nantinya dengan mengajak Rini sepupunya yang hilang ikut mereka cari sehingga mereka--para pemuda desaku--kehilangan kegembiraan merayakan acara tradisi tahunan atau nadranan ini. Fatur dan Rofi bersikap tenang walau mereka tahu Rini hilang, mereka adalah tongkat dirijen ketenangan bagi para pemuda.

Paradoks memang menurutku diantara suka cita ini harus ada duka cita dari salah seorang yang merayakannya, Hani. Apalagi lebih aneh Rini secara tiba-tiba menghilang begitu saja bagai ditelan bumi rata tanpa jejak dan jasadnya. Diwarung pinggiran jalan sebelah pemakaman umum ini aku dan Mang Kamsar menjadikannya titik kumpul, sehabis dia menemukan Rini kuberi dia waktu dua jam hingga pukul empat nanti. Jika tidak kembali kupaksa Hani untuk pulang dengan angkutan umum, sehingga aku bisa maksimal mencari sepupunya itu bersama Mang Kamsar. Ah, Hani karena kau aku tak bisa merayakan ini dan kau sendiri Rini karenamu aku bisa sedekat ini dengan Hani!

Riuh penonton semakin ramai banyak dari mereka yang baru datang dan teman-teman semakin menjauh meninggalkan aku dan Hani di warung ini. Kubelikan dia segelas air hendak ingin menenangakannya, dan Hani meminum air yang kubelikan. Masih pada sandaran di bahuku dia masih seperti itu. Sedang Mang Kamsar tak tahu aku kemana dia, sibuk kesana sini mencari Rini. Waktu sudah hampir menunjukkan pukul empat sore, ditandai dengan matahari yang semakin layu dibarat cakrawala. Hani sudah tenang dan sudah bisa untuk diajak ngobrol. Namun masih menunjukkan wajahnya yang pucat pasi dengan kantung mata yang menggembung dikeduanya, sesekali kuseka dengan bajuku sewaktu dia menangis. Hendak aku menyuruh dia untuk pulang saja menaiki angkutan umum namun jika nanti dia sampai dirumah sana mungkin kesedihan akan terus berlanjut apalagi ditambah pertanyaan-pertanyaan dari orang tua Hani tentang dimana Rini yang seharian ini bersamanya. Aku mengurungkan niatku menyuruhnya pulang, atau barangkali kau Hani menyudahi tangisanmu dan memperkuat tubuhmu untuk mulai mencari Rini bersamaku maka mungkin saja, walau kecil kemungkinan itu. Tapi manusia adalah sumber dari pengharapan dan pengabulan adalah tugas utama Tuhan.

Dan ibu pemilik warung itu menanyakan keadaan kami

"Kenapa dengan Mas dan Mba ini?" Ibu itu mulai bertanya dengan tatapan keheranan

Aku terbelalak dan tak tahu harus bilang apa. Tak kugubris. Tapi mungkin ada informasi mengenai Rini dan mungkin saja dia pernah berada di warung ini walau sebentar. Kubalik bertanya pada Ibu pemilik warung itu

"Maaf Bu, punten" tambahku "Apa ibu sewaktu melayani pelanggan tadi ada perempuan cantik muda kira-kira umurnya 19-20 tahunan, kulitnya putih matanya agak ketarik sipit dengan kerudung merah ke warung ini?"

Lihat selengkapnya